Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Ada 814 lubang tambang yang belum direklamasi di Kalimantan Selatan.
Aktivitas pertambangan yang ugal-ugalan berdampak signifikan terhadap ekologi Kalimantan Selatan.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menjelaskan, penyebab banjir Kalimantan Selatan adalah anomali cuaca, bukan soal luas hutan di DAS Barito.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Sebuah lubang bekas galian tambang menganga di dekat daerah aliran sungai (DAS) Tabalong, Kalimantan Selatan. Lubang dengan perkiraan luas ribuan hektare itu disinyalir berada dalam konsesi pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia.
Di Tabalong, menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Adaro Indonesia memiliki konsesi tambang batu bara seluas 31.379 hektare di area Kabupaten Tabalong dan Balangan. Berdasarkan penelusuran pegiat lingkungan ini lewat citra satelit, ada 33 lubang bekas galian tambang di konsesi Adaro.
Koordinator Nasional Jatam, Merah Johansyah, menyebutkan total ada 70 konsesi pertambangan di sekitar daerah aliran sungai Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Tengah dan Selatan, Banjar, hingga Tapin. Di antara puluhan konsesi itu, 269 lubang tambang dibiarkan terbuka.
“Sebagian besar berada di kontur tinggi, sehingga mengakibatkan erosi dan sedimentasi sungai. Itu yang menyebabkan air sungai meluap ketika hujan dan banjir," kata Merah kepada Tempo, kemarin.
Di seluruh Kalimantan Selatan, menurut Merah, ada 814 lubang tambang yang belum direklamasi. Paling banyak di Kabupaten Tanah Bumbu, yakni 246 lubang tambang; Kabupaten Tanah Laut 241 lubang tambang; dan Kabupaten Banjar 158 lubang. Kabupaten Tanah Laut dan Banjar termasuk daerah yang terkena dampak banjir besar sejak pekan lalu.
Merah menjelaskan, lubang galian tambang yang tak direklamasi secara tidak langsung menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Lantaran tak ada vegetasi baru yang menutup bekas galian itu, tanah mengalami erosi yang menyebabkan penurunan daya resap air. Selain itu, sedimen bekas galian mengalir ke sungai, sehingga membuat sungai menjadi dangkal.
Head of Corporate Communication PT Adaro Energy, Febriati Nadira, mengatakan perusahaannya telah merehabilitasi daerah aliran sungai di wilayah konsesinya ataupun di luar konsesi, seperti Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan, dan Barito Selatan. Rehabilitasi itu merupakan upaya pemulihan tutupan lahan untuk mengurangi potensi banjir.
"Dalam merehabilitasi DAS, Adaro juga melibatkan masyarakat dalam persiapan penanaman, pembuatan bibit tanaman, kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman, serta pengendalian kebakaran hutan dan lahan berupa kelompok Masyarakat Peduli Api," ujar Febriati.
Merah mengatakan lubang bekas galian tambang yang tak ditutup hanya salah satu faktor penyebab banjir besar di Kalimantan Selatan. Secara keseluruhan, aktivitas pertambangan yang ugal-ugalan berdampak signifikan terhadap ekologi Kalimantan Selatan.
"Kegiatan tambang tak hanya meninggalkan lubang, tapi juga ada lahan rusak yang harus direklamasi," kata Merah. Dia menilai reklamasi bekas galian tambang lebih lambat ketimbang terbitnya izin-izin tambang baru. Hal ini dibuktikan dengan laju deforestasi di Kalimantan Selatan yang melejit sejak 2014.
Jalur pengangkutan hasil tambang batu bara melalui sungai di Kalimantan Selatan, 2010. TEMPO/Arif Zulkifli
Yayasan Auriga Nusantara, juga pegiat lingkungan, mencatat luas lubang tambang di Kalimantan Selatan mencapai 22.366 hektare. Peneliti dari Auriga Nusantara, Iqbal Damanik, mengatakan, semakin banyak lahan terbuka, semakin besar potensi banjir ketika tiba musim hujan.
Iqbal menjelaskan, banjir di Kalimantan Selatan memang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Tapi debit air ke sungai tidak akan tinggi dan menyebabkan air sungai meluap jika daerah resapan air bekerja dengan baik. "Seandainya itu bukan lahan terbuka atau ada vegetasi, itu akan memperlambat laju air. Jadi, makin banyak lahan terbuka, makin tinggi potensi meluapnya air di beberapa sungai di Kalimantan Selatan," kata dia.
Penjabat Sekretaris Daerah Kalimantan Selatan, Roy Rizali Anwar, masih menduga bahwa penyebab utama banjir di Kalimantan Selatan adalah anomali cuaca. Dia mengatakan pemerintah daerah akan mengkaji adanya faktor lain penyebab banjir yang merenggut 21 jiwa itu. “Soal alih fungsi lahan penyebab banjir masih kami dalami. Kami akan melibatkan profesional dan akademikus,” ujar dia.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya lewat akun Twitter-nya menjelaskan, penyebab banjir di Kalimantan Selatan adalah anomali cuaca, bukan soal luas hutan di daerah aliran sungai Barito. Siti menyebutkan DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan memang berada di lahan untuk masyarakat yang didominasi pertanian lahan kering campur semak dan sawah serta kebun.
Menurut Menteri Siti, selama lima hari dari 9 hingga 13 Januari 2021, terjadi peningkatan 8-9 kali lipat curah hujan dari biasanya. Ia menyebutkan air yang masuk ke Sungai Barito sebanyak 2,08 miliar kubik. Normalnya 238 juta kubik. “Daerah banjir berada di titik pertemuan dua anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander serta fisiografinya berupa tekuk lereng, sehingga terjadi akumulasi air dengan volume yang besar,” ujar Siti.
Faktor lain, adanya beda ketinggian antara hulu dan hilir yang sangat besar. Suplai air dari hulu dengan energi dan volume yang besar, kata dia, menyebabkan air menggenangi dataran dengan cepat. Siti mengatakan kementeriannya sudah merehabilitasi daerah aliran sungai di Kalimantan Selatan, khususnya di area lahan kritis. "Rehabilitasi DAS di Kalsel termasuk masif dilakukan dalam lima tahun terakhir," ucap dia.
AVIT HIDAYAT | MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo