Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERMINTAAN itu keluar dari mulut pilot Sukhoi Superjet 100/95, Aleksandr Yablontsev, kepada petugas Pengatur Lalu Lintas Udara (ATC) Bandar Udara Soekarno-Hatta saat ia akan menurunkan pesawatnya. "Logat Rusianya bisa saja kental, tapi apa pun kebangsaan pilot, itulah kalimat baku untuk meminta turun kepada ATC," ujar pilot Airbus 330 Garuda Indonesia, M. Lubis.
Permintaan itu disampaikan sekitar 10 menit sebelum jet modern tersebut membentur tebing Batu Tapak di pundak Gunung Salak. Menurut Pelaksana Harian General Manager ATC Soekarno-Hatta, Mulya Budi, permintaan Yablontsev itu diluluskan. "Karena pesawat turun di zona aman Atang Sendjaja," katanya.
Untuk apa ia turun? Itu masih misteri. Mulya menyatakan tak mengetahui alasan Yablontsev. Namun, menurut ahli pesawat dari Dirgantara Indonesia, Budi Wuraskito, ATC memang tak harus mengetahuinya. "Kalau pilot yang mengajukan, alasan penurunan itu tidak wajib disebut, kecuali pilot atau petugas ATC merasa perlu," katanya.
Perlu sekitar 15 bulan untuk mengetahui penyebab kecelakaan pesawat yang berpenumpang 45 orang itu. Berikut ini adalah apa yang sudah diketahui terjadi menjelang kecelakaan tersebut.
Yosep Suprayogi, Chandra, Anwar Siswadi, Ayu Cipta
1. RABU PUKUL 14.12
Sukhoi Superjet 100/95 lepas landas dari Halim Perdanakusuma. Pilot Aleksandr Yablontsev membawa pesawat ke ketinggian 10 ribu kaki (3.048 meter) menuju training zone di atas Pangkalan Udara Atang Sendjaja, Bogor.
2. RABU PUKUL 14.33
Yablontsev meminta izin kepada Pengatur Lalu Lintas Udara (ATC) Bandara Soekarno-Hatta untuk menurunkan ketinggian ke 6.000 kaki (1.829 meter). ATC memberi izin karena Sukhoi berada di training zone Atang Sendjaja. Jarak ke Gunung Salak sekitar 12 kilometer.
3 .BELOK KANAN
Pilot menghubungi ATC untuk meminta izin membelok ke kanan. Tak diketahui apakah kala itu pilot hendak ke Pelabuhan Ratu sesuai dengan flight plan atau—berdasarkan peta di pusat krisis Halim Perdanakusuma—hendak mengelilingi puncak Salak. Namun, menurut ATC, permintaan itu disampaikan ketika pesawat masih berada di area aman Atang Sendjaja.
4. RABU PUKUL 14.43
Pesawat hilang dari radar. ATC memasukkan Sukhoi ke status incerfa, sebuah keadaan pesawat tidak bisa dikontak tapi belum diduga mengalami kecelakaan. Koordinat:
06.43.08 Lintang Selatan dan 106.43.15 Bujur Timur
Ketinggian:
6.200 kaki (1.890 meter)
5.RABU PUKUL 15.03ATC
Menaikkan status Sukhoi menjadi alerfa (pesawat dinyatakan hilang kontak) dan pesawat di dekat lokasi diminta ikut memantau keadaan. Empat jam kemudian, ATC mengumumkan status detresefa untuk Sukhoi—pesawat diduga mengalami kecelakaan. Emergency locator transmitter di Superjet, yang berfungsi memberi tahu lokasi pesawat setelah kecelakaan, dilaporkan tak bekerja.
6. KAMIS PUKUL 08.30
Reruntuhan pesawat ditemukan di tebing Batu Tapak dengan kecuraman 85 derajat dan kedalaman jurang 400 meter.
Koordinat:
06.43.08 Lintang Selatan dan 106.43.15 Bujur Timur.
Ketinggian:
5.800 kaki (1.768 meter)
Kampung Cidahu
Saksi mata mengatakan melihat pesawat terbang rendah sambil memainkan sayapnya. Pesawat yang menuju gunung kemudian menghilang ke dalam awan.
Cuaca Buruk
Analisis citra satelit MTSAT oleh Lapan menunjukkan gunung saat itu seluruhnya tertutup awan kumulonimbus. Indeks konveksi berkisar 30, sehingga kemungkinan besar di mlokasi pada saat itu sedang terjadi hujan. \
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo