Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mandela atau perlawanan dari ...

18 juli 1988, nelson mandela berusia 70 th. dunia menyambutnya dengan berbagai cara: puluhan penyanyi mengadakan konser protes gerak jalan 850 km dari glasgow & london berniat menyebarkan semangatnya.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nelson Mandela, memang pejuang kemerdekaan yang menggetarkan. Di tengah pemerintahan Afrika Selatan yang rasialis dan brutal, ia tetap menganjurkan perjuangan tanpa kekerasan. Justru karena itu langkahnya sangat ditakuti, maka ia dipenjarakan seumur hidup. Senin besok, 18 Juli, Mandela genap 70 tahun. Dunia menyambutnya dengan berbagai cara: puluhan penyanyi rock berkumpul mengumandangkan konser protes, gerak jalan 850 km dimulai dari Glasgow dan di London, Minggu besok, sebuah reli kemerdekaan berniat menyebarkan semangatnya. Dikumpulkan dari berbagai sumber, antara lain buku Nelson Mandela, the Man and the Movement karya Mary Benson (W.W. Norton & Company, New York-London, 1986) Selingan berikut disusun. BUMI hitam, langit hitam. Lebih dari 70 ribu massa berjejal di Stadion Wembley, di luar kota London. Karcis seharga 75 dolar bukan penghalang. Awal Juni lalu, sebuah malam Minggu yang semarak dengan musik. Dan ini bukan sekadar pesta panggung dengan jreng-jreng-jreng dan deram damdam. Tidak pula cuma berlangsung di London -- menyusul Dakkar dan New York, dan banyak kota lain. Ada sebuah tema, atau cita-cita yang menyatukan mereka, yang diserukan dengan lantang: Mandela. Ya, Nelson Mandela, seorang tahanan politik yang sudah 24 tahun meringkuk di penjara. Seorang pemimpin tokoh kulit hitam Afrika Selatan yang mestinya akan merayakan -- kalau memang ia merayakannya -- ulang tahunnya ke-70, 18 Juli pekan depan, masih di penjara. Itulah berkat "kemurahan" hati rezim rasialis Afrika Selatan, yang menganggap bangsa kulit hitam seolah bukan manusia. Dan bukan cuma musik. Pertengahan bulan lalu acara gerak jalan yang dinamakan Gerak Jalan Kemerdekaan Mandela, berangkat dari Glasgow, Inggris, sejauh 580 km, yang dipimpin oleh tiga orang bekas tahanan apartheid. Gerak jalan itu bersambung, dan akan diakhiri sehari sebelum ulang tahun sang tokoh, Minggu, 17 Juli besok dengan acara Rally Kemerdekaan Mandela. "Pesta kemerdekaan untuk ulang tahun ke-70 Mandela," bunyi poster di panggung konser rock itu. Memang sebuah kerja besar, didorong semangat tinggi Gerakan Anti-Apartheid Inggris (AAM) dan Radio BBC, London. Sepuluh jam penuh pergelaran berlangsung. Enam jam, lewat pemancar radio perjuangan lewat musik itu dikumandangkan ke segenap penjuru dunia. Konon, semilyar manusia dari 60 negara menyaksikannya di televisi. Sungguh, sebuah konser yang hanya kalah besar dari konser rock Live-Aid milik Bob Geldof, ketika rocker itu mencari dana buat kelaparan di Etiopia. Bumi hitam langit hitam. "Kini seluruh dunia sedang melihat P.W. Botha," kata Uskup Trevor Huddleston, presiden gerakan antiapartheid, menyebut nama Perdana Menteri Afrika Selatan di hadapan pengunjung Wembley. "Malam ini aku menyerunya untuk tidak mengunci pintu penjara apartheid," ujarnya. Agar suara para artis dunia dia dengarkan: "bebaskan Nelson Mandela." Panggung telah didirikan. Poster-poster besar terpasang di kiri dan kanan -- poster-poster yang mengecam rezim Botha. Wajah Nelson Mandela di balik jeruji terpampang besar. Menjadi latar belakang panggung. Di situ mereka menyatakan sikapnya, dan tidak semata bernyanyi. "Kami melawan politik rasialis." Waktu itu, sebulan sebelum ulang tahun Mandela, pesta itu muncul di mana-mana. Amerika, Hong Kong, Korea Selatan, Malaysia, bahkan Soviet dan Republik Rakyat Cina. Negeri-negeri itu teken kontrak untuk penyiaran musik mela an apartheid itu. Di televisi acara dimulai dengan wajah Mandela. Sekelebat kemudian muncul kartun dan coretan bermotif Afrika. Musik pun bergema. Pukulan drum meninggi, menyuarakan irama berwarna Afrika. Si bintang rock kulit putih asal Inggris, Sting, menampakkan sosoknya dalam pakaian putih-putih. Lalu para bintang diwawancarai. Kembali lagu dilontarkan. Kata-kata protes, kecaman terhadap pembedaan warna kulit, berkali-kali terdengar, menyelip di antara deru drum. Sting, penyanyi yang pernah menelusup dan menyanyi di antara Indian di Amerika Selatan, malam itu menjadi bintang. Muncul pula George Michael dalam kostum hitam-hitam, yang melemparkan lagu Stevie Wonder Village Ghettoland. Ah, Stevie Wonder, si hitam yang khusus menciptakan I just call to say I love you -- aku meneleponmu hanya untuk mengatakan aku sayang padamu -- untuk Mandela di penjara. Kata orang, lirik yang menggigit terasa bagaikan bidikan pistol yang membidik kepala Botha. Dengarlah Jim Kerr dari Kelompok Simple Minds berteriak, "Untuk semua manusia yang telah mengorbankan hidup buat berjuang, beristirahatlah dengan damai." Peter Gabriel lebih berterus terang. Dengan gitarnya, ia melantunkan balada Biko. Sebuah balada yang dicipta untuk mengenang Steve Biko, aktivis hitam yang tewas di tahanan polisi Afrika Selatan. Biko, yang tragedinya dijalin dalam film Cry Freedom, yang kemudian disusun menjadi novel dengan judul yang sama. Musik terus bergulir. Simpati pada Mandela dan orang-orang kulit hitam Afrika Selatan terus dikumandangkan. Entah apa yang dicari penonton: musik, solidaritas, atau keduanya. Yang pasti, sejuta dolar Amerika terkumpulkan saat itu juga. Sebanyak 2 juta poundsterling (lebih dari Rp 6 milyar) didapat dari penjualan hak siaran televisi. Tak seperti Live-Aid Geldof, yang mulus tanpa mendapat kritik secara politis, konser Mandela dibayangi kecaman. Tentu saja datangnya dari pihak Botha, dari pemerintah Afrika Selatan. Katanya, pergelaran itu adalah pergelaran organisasi dan orang-orang yang memeluk ideologi kekerasan. Ajaib. Lalu disebut apa perlakuan polisi Afrika Selatan terhadap orang-orang hitam di sana? Dinamakan apa pemberondongan peluru terhadap anak-anak muda hitam yang menginginkan persamaan hak di negeri di ujung siaran benua hitam Afrika? Harus disebut bagaimana perlakuan terhadap Biko si pejuang itu? Botha, tengoklah kudukmu, lihatlah wajahmu di cermin. Boleh saja ada yang mengecam. Toh, konser berlangsung lancar. Dan Senin pekan depan ini, "Selamat panjang umur" buat Mandela terdengar dari segala penjuru. Sang tokoh sendiri boleh tetap ada di balik jeruji, tapi perjuangannya terbang menelusup di hati mereka yang melihat hitam maupun putih, kuning maupun merah adalah juga makhluk Tuhan. Zaim Uchrowi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus