SUNGAI Batang Hari yang membelah dua kota Jambi kerap banjir.
Tapi kesulitan akan air minum tetap saja merupakan masalah bagi
sebagian besar penduduknya. Tentu saja maksudnya air minum yang
bersih. Sebab kalau untuk sembarang minum, aliran sungai itu tak
akan kering walau dihirup sekitar 175.000 warga kota terus
menerus.
Hingga akhir tahun 1976 yang lalu pihak Perusahaan Daerah Air
Minum (PAM) Jambi, mencatat baru sekitar 4% saja warga kota ini
yang dapat dilayaninya. Selebihnya minum dari sumur-sumur yang
dibangun sendiri di samping tak sedikit yang langsung menimba
dari Batang Hari. Sumur-sumur di kota ini rata-rata mempunyai
kedalaman di atas 10 meter.
Memang sejak 2 tahun lalu PAM Jambi ada menerima anggaran dari
Pelita Nasional untuk merehabilitasi dan perluasan jaringan.
Kemampuan pun diingkatkan: dari 6 liter/detik menjadi 6
liter/detik. Tapi peralatan belum semuanya dapat diperbarui,
rata-rata masih harus dipakai sisa-sisa warisan zaman Belanda 45
tahun lampau. Karena itu pula, Dachlan Achmad, direktur
administrasi dan keuangan PAM Jambi mengeluh, bahwa sekitar 20%
air bersih perusahaannya hilang tiap hari. Dachlan menunjuk
penyebabnya, "pipa-pipa itu telah berusia lanjut". Artinya air
ang hilang itu telah dicegat oleh bocoran-bocoran pipa yang
terdapat di sana sini di dalam tanah.
Perbaikan memang dilakukan. Tapi ini hanya menyangkut pada
bagian pipa yang bocor. Selebihnya, kata Dachlan, belum mampu.
Dan adalah karena pipa-pipa yang sepuh itu pula terhambatnya
rencana untuk memperluas jaringan PAM ke berbagai pelosok kota.
Misalnya, tak lama setelah rehabilitasi tadi, perusahaan daerah
ini mencoba mentargetkan kemampuannya untuk mensuplai 3.000
langganan dalam tahun lalu. Tapi kemudian disadari pipa-pipa
sudah begitu banyak yang harus diganti, sehingga tahun itu air
bersih hanya mampu diterima oleh 1.295 langganan. Padahal tambah
Dachlan, persediaan air masih berlebih.
Diendapkan
Sumber air sebenarnya tak begitu jadi soal bagi PAM Jambi.
Sungai Batang Hari tentu jadi andalan pokok. Bahkan agar suplai
air tetap lancar, terutama di musim kemarau, intik yang semula
ada di tepi sungai Batang Hari telah digeser ke tengah sejauh 60
meter. Tapi walaupun air yang disedot itu kemudian diendapkan,
keluhan dari para pemakai tetap saja terdengar. Yaitu warna air
yang keluar dari pipa penerima di rumah-rumah penduduk tak
seberapa jauh berbeda dengan warna air yang masih mengalir di
sungai Batang Hari. Tentu kekurangan akan obat-obat penjernih
adalah penyebabnya pula.
Tapi warga kota Jambi agaknya tak perlu risau benar. Ternyata
Jambi termasuk salah sebuah kota di Indonesia yang mendapat
bantuan Bank Dunia untuk membangun proyek air minum. Kabarnya
persiapan-persiapan ke arah ini sudah dimulai beberapa waktu
lalu. Tinggal menunggu dimulainya, tahun ini juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini