Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mati Dua Kali

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG tahu sakit gigi nyerinya setengah mati. Tapi sakit gigi yang membuat mati dua kali? Boleh jadi ini cuma dialami Mario Lapan Engke, 31 tahun, warga Rangkas Bitung, Banten. Sudah cukup lama Rio—begitu ia biasa disapa—menderita sakit gigi. Saking parahnya, pipi dan sekujur lehernya bengkak-bengkak. Kendati sudah dirawat empat hari di Rumah Sakit Rangkas Bitung, penyakit karyawan sebuah penyewaan komputer ini tak juga sembuh. Kata sang dokter, penyakit Rio telah menyebabkan infeksi tenggorokan, paru-paru, bahkan otak. Alumni FISIP Universitas Lampung ini disarankan pindah ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta, yang lebih lengkap fasilitasnya. Tapi Rio menolak. Ia memilih pindah ke Rumah Sakit Serang, yang lebih dekat. Di Serang, kondisi Rio malah semakin parah. Tapi ia masih bisa melucu tentang pengalamannya semasa mahasiswa. Bahkan ia sempat pula berteriak "Allahu Akbar, Allahu Akbar" sambil mengacungkan tinjunya, seolah sedang berdemonstrasi. Semasa kuliah, Rio memang sering ikut berunjuk rasa. Hanya, seusai "berdemo", kondisi Rio terus melemah. Sekitar pukul 11.00 Senin dua pekan silam, ia sudah tak bernapas lagi. Pihak rumah sakit, menurut Yudi—kerabatnya yang mengurusi Rio—sudah menyatakan dia meninggal. Karena itu, segeralah tubuh Rio dibungkus rapi layaknya jenazah, lalu dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Semua sanak familinya dikabari. "Tempat pemakamannya juga telah kami siapkan," kata Yudi. Tak disangka, tiga jam kemudian tiba-tiba mayat Rio bergerak-gerak. Keruan saja orang-orang di sekitarnya ketakutan. Tapi ketakutan ini berubah menjadi kegembiraan karena ternyata Rio benar-benar hidup lagi. Begitu melek, dia langsung marah-marah karena kepanasan, lalu meminta minuman. Kondisi Rio terus membaik sampai malam hari. Dokter juga memastikan tekanan darahnya stabil. Tapi kejutan kembali terjadi keesokan paginya. Napas Rio berhenti lagi. Kali ini keluarga dan kawan-kawannya tak mau percaya begitu saja. Mereka menunggu sampai siang hari, siapa tahu Rio bangkit lagi. "Kami memang sempat mengharapkan keajaiban lagi," kata Arif, sahabatnya. Penantian itu sia-sia. Ternyata Rio benar-benar pergi untuk selamanya. Keluarga ataupun temannya belum sempat menanyai dia, apa yang sebenarnya terjadi saat "mati" yang pertama. Penjelasan medisnya? Sayang, tidak ada keterangan yang memuaskan dari Rumah Sakit Serang. Wicaksono, Fadilasari, Anas Syahirul (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus