Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Meja Gebleg Tanda Terima Kasih

Adhi Karya diduga memberi sogokan dan aneka pelayanan untuk para anggota Dewan guna memuluskan proyek Hambalang. Jejaknya terlacak sampai Bali.

11 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JEJAK korupsi pembangunan pusat olahraga Hambalang di Bogor terbentang hingga Gianyar di Bali. Sebulan lalu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mendatangi Badrol Gallery untuk mengecek suap kontraktor PT Adhi Karya kepada bekas Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Olly Dondokambey.

Ketut Susena, penjaga Badrol, membenarkan kabar bahwa galerinya didatangi para penyidik Komisi. Mereka bertanya kapan Olly datang dan mebel apa saja yang dibeli politikus PDI Perjuangan itu. "Pembeliannya tiga tahun lalu," kata Susena pada Jumat pekan lalu.

Transaksi itu didengar Susena dari kawannya, Wayan Kalego. Wayan tak ada di galeri karena sedang pulang kampung ke Buleleng. Menurut Susena, pada 2010, Olly datang ke galeri melihat pelbagai contoh furnitur. Ia menunjuk satu set meja-kursi dan memesannya. Olly tak langsung membayarnya hari itu. "Baru esoknya ada orang membereskan tagihan," ujar Susena.

Badrol Gallery membuat mebel berdasarkan pesanan. Karena itu, di bengkel seluas 15 x 6 meter ini hanya tersedia gambar dan kayu. Olly memesan meja gebleg dan kursi gelondongan dari kayu trembesi. Harga untuk semua mebel yang dipesannya Rp 31 juta.

Keterangan Susena klop dengan penjelasan seorang pejabat PT Adhi Karya. Menurut sumber ini, perusahaan negara itulah yang membiayai liburan Olly ke Bali. Pegawai Adhi Karya menjemputnya di Bandar Udara Ngurah Rai, lalu mengantarnya ke hotel dan berkeliling Bali hingga Ubud. "Karena itu, ketika dia suka dengan meja itu, Adhi Karya yang membayarnya," kata sumber ini.

Pegawai Adhi Karya, menurut dia, sudah paham bagaimana melayani para anggota Dewan karena sudah biasa menyenangkan mereka tiap kali berlibur ke Pulau Dewata. Servis tanpa batas itu adalah tanda terima kasih karena dibukakan jalan mendapat proyek pemerintah yang diketuk Badan Anggaran. "Untuk Olly, mebel dikirim ke rumahnya di Manado," ujar pejabat ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menyita dua meja dan tiga kursi dari rumah Olly itu pada 25 September lalu. "Furnitur itu barang bukti karena diduga terkait dengan proyek Hambalang," kata Johan Budi Sapto Prabowo, juru bicara Komisi.

Menurut pejabat Adhi Karya itu, pembayaran kursi di Badrol Gallery atas perintah Direktur Operasional Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor. Harga Rp 31 juta itu ada dalam catatan pengeluaran Adhi Karya persis di hari pembayaran setelah kunjungan Olly. Menurut Susena, satu set meja-kursi yang dipesan Olly tiga tahun lalu harganya Rp 15 juta. Ia menduga Olly mendapat harga diskon.

Teuku Bagus sudah menjadi tersangka korupsi proyek Hambalang. Empat tersangka lain adalah bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng; bekas anggota DPR, Anas Urbaningrum; pejabat pembuat komitmen Kementerian Pemuda, Deddy Kusdinar; dan Mahfud Suroso, Direktur Utama PT Dutasari Citralaras. Dutasari mendapat subkontrak dari Adhi Karya mengerjakan proyek senilai Rp 1,2 triliun itu.

Olly menampik kabar bahwa mebel tersebut pemberian Adhi Karya sebagai hadiah mendapat proyek Hambalang. Adapun Teuku Bagus, melalui pengacaranya, Erman Umar, menyerahkan sepenuhnya tuduhan penyuapan itu ke hakim di pengadilan. "Kami lihat saja di persidangan mana yang akurat," ujar Erman.

Kedekatan Olly dan Teuku Bagus sudah terjalin lama. Sumber-sumber Tempo mengatakan keduanya akrab karena sama-sama penyuka motor gede. Teuku Bagus memakai Olly untuk mengintip proyek APBN dan menjadi pemenang tendernya. Itu terlacak dari pertemuan keduanya membahas anggaran Hambalang pada 2010.

Pertemuan pertama berlangsung di Pacific Place Jakarta. Ketika bertemu dengan Olly, Teuku Bagus ditemani dua anggota staf Adhi Karya. Mereka kembali bersua di Plaza Senayan. Kali itu, Olly didampingi dua temannya dari Bandung, sementara Teuku Bagus datang bersama stafnya. "Dua pertemuan itu hanya berisi pembicaraan soal informasi proyek-proyek APBN," kata seorang sumber Tempo.

Informasi awal itu berharga mahal. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan Adhi Karya memberi uang pengganti Rp 2,5 miliar kepada Olly pada 28 Oktober 2010. Dari dokumen yang diperoleh Tempo, uang diserahkan pegawai Adhi Karya melalui seorang anggota tim asistensi yang dibentuk Kementerian Pemuda.

Olly tak merespons permintaan wawancara Tempo untuk mengkonfirmasi ulang cerita itu ketika didatangi di rumahnya, baik di Manado maupun Jakarta. Secara diplomatis ia pernah menyangkal menerima sogokan dari Adhi Karya. "Dengan ini saya membantah pernah menerima uang dari direktur Adhi Karya," ujarnya. Menurut seorang pejabat Adhi Karya, uang pelicin itu berasal dari pos dana lobi perusahaannya sebesar Rp 12,39 miliar.

Sebab, bukan hanya Olly yang kecipratan uang sogok ini. Dalam dakwaan Deddy Kusdinar, uang lobi Hambalang mengalir ke Sekretaris Kementerian Pemuda Wafid Muharam sebesar Rp 6,5 miliar. Dua pengusaha yang menjadi anggota tim asistensi, Paul Nelwan dan Lisa Lukitawati, disebut turut menikmati uang haram itu. Lisa memperoleh Rp 5 miliar, sementara Paul hanya disebut menerima Rp 5 miliar untuk diteruskan kepada Wafid.

Paul Nelwan membenarkan pernah menerima uang dari Adhi Karya untuk Wafid. Tapi ia menyangkal kabar bahwa jumlahnya lebih dari Rp 1 miliar. "Aku hanya titip uang untuk Wafid antara Rp 200 juta dan Rp 500 juta," katanya. Adapun Erman Umar, pengacara Wafid dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang, menyebutkan kliennya tak pernah bercerita tentang proyek Hambalang.

Rudy Alfonso, pengacara Deddy, mengatakan kliennya mengakui menerima uang dari Adhi Karya. Dalam sidang perdana Deddy pekan lalu, jaksa Kadek Widana pun menyebutkan Anas Urbaningrum menerima Rp 2,2 miliar, juga Ketua Komisi Olahraga DPR Mahyudin sebesar Rp 500 juta. Adapun Joyo Winoto, yang berwenang melegalisasi izin kepemilikan Hambalang sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional, terciprat Rp 3 miliar. Ketiganya menyangkal pernah menerima uang haram itu.

Rizal Mallarangeng, juru bicara keluarga Mallarangeng, tak yakin Andi menerima uang sogok proyek itu. "Tak satu pun bukti dan kesaksian kakak saya terima uang," ujarnya. Jaksa KPK memang hanya menyebutkan uang untuk Andi diberikan melalui adiknya, Choel. "Kalau Choel, memang dia terima uang," kata Rizal. Choel hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.

Sumber uang untuk Choel berasal dari PT Global Daya Manunggal, subkontraktor Hambalang. Jaksa Kadek menyebutkan Direktur Utama Global, Herman Prananto, dan istrinya pernah menenteng uang itu ke kantor Choel di PT Fox Indonesia. Fox adalah konsultan politik yang memoles Andi dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat. "Uang itu untuk pemenangan Andi," ujar Kadek.

Jaksa menuduh Choel mengatur proyek Hambalang dengan memilih Global sebagai subkontraktor. Untuk memuluskannya, ia beberapa kali bertemu dengan Wafid Muharam dan Adhi Karya. Selain di restoran Jepang di Hotel Grand Hyatt, pertemuan dilakukan di kantor kakaknya pada 2010. Di sini, Deddy dan Arif Taufiqurahman dari Adhi Karya turut serta dan meminta Choel memfasilitasinya menjadi kontraktor proyek Hambalang.

Rusman Paraqbueq, Bernadette Christina Munthe, Sundari (Jakarta), Rofiqi Hasan (Bali), Isa Anshar Jusuf (Manado)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus