SEMANGAT Walikota Cirebon Aboeng Koesman membenahi kotanya makin
meninggi. Kali ini deretan toko sepanjang Jalan Siliwangi dan
pasar lama yang dikenal sebagai Pasar Pagi, dapat giliran. Tapi
tak seperti yang diharapkannya, ternyata dia menghadapi
ganjelan. Tiga puluh empat pemilik toko di sana belum setuju
pindah. Alasannya apa lagi kalau bukan bab ganti rugi. Sebab
para pemilik toko itu sesumbar, "kami bukan menolak rencana
Pemda meremajakan Pasar Pagi. Tanah dan bangunan, kami relakan
sebagai korban dan tanda berpartisipasi pada peremajaan".
Menurut drs. Sudarminto, Direktur Perusahaan Daerah Pasar Kodya
Cirebon, telah disediakan Rp 74.112.732,50 buat ganti rugi.
Yakni seperti diputuskan Panitia, ganti rugi tanah milik Rp 10
ribu per M dan HGB (Hak Guna Bangunan) Rp 8.000 per M. Tak
termasuk bangunan. Tapi ketentuan itu belum digubris para
pemilik toko walaupun kabarnya jumlah ini adalah yang paling
tinggi dari semua ganti rugi yang pernah dibayar di seluruh
propinsi Jawa Barat. Menurut Sudarminto, "kami menghubungi
mereka secara baik-baik. Dan dipanggil secara lisan dan surat,
mereka tak mau datang".
Begitu? "Bukan kami tak mau datang. Tapi bingung, sebab terlalu
banyak yang memanggil kami", tukas mereka. Panggilan tersebut
mula-mula datang dari TIBUM (ketertiban umum), lalu Camat dan
terakhir PD Pasar. Sedang Walikota tak terdengar mengajak
berdialog. Dan yang lebin penting, tentu saja, menurut mereka
"ganti rugi yang diberikan tak memadai". Ini mereka bandingkan
dengan harga kios yang Rp 150 ribu sampai Rp 10 juta. Sedang
ganti rugi paling tinggi Rp 7,5 juta. "Buat menambah beli kios
saja mesti fikir-fikir, lalu kami mesti tinggal di mana. Rumah
sulit duit tak ada", begitu mereka mengeluh. "Itu salah mereka",
tukas drs. Jufri Pringadi, Sekretaris Kodya. "Dipanggil buat
berembuk, tak pernah datang". Dan Jufri menyebutkan bahwa 800
pedagang sudah setuju, yang belum cuma 30 orang itu
saja..."Masa' 800 kalah sama 30 orang", gerutu Jufri.
Maka peremajaan pun dimulai. Kios-kios penampungan sementara
dibuat. Para pemilik toko pun bertambah resah. Mereka buru-buru
menadahkan bantuan kepada LBH Jawa Barat di Bandung. Anwar
Sulaeman SH tampil mewakili mereka. Pembela LBH ini segera
melayangkan surat kepada Walikota, mengharap, "agar pembuatan
kios-kios itu dihentikan". "Kios-kios itu menghalangi toko,
hingga pembeli berkurang. Sinar matahari tak bisa menerobos ke
sana. Dan yang penting, kios-kios itu bisa menghambat perputaran
roda ekonomi. Biasanya 50 pembeli datang, kini separuhnya pun
tidak", ujar Sulaeman dalam suratnya. Dan menurut sebuah sumber
TEMPO, peremajaan yang akan melahap Rp 900 juta dan dikerjakan
PT Jaya Remaja Raya seperti diterangkan Sudarminto itu,
kontraknya belum diteken. Kios-kios dibangun cuma buat
menggertak, agar pemilik toko mau menerima ganti rugi. Lagipula,
kata sumber tadi, peremajaan itu tak begitu mendesak. Pasar itu
cuma ramai di pagi hari dan sepi di malam hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini