Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Memo Sebelum Malam Jahanam

Bupati Sri Roso Sudarmo menggelar rapat muspida membahas berita yang ditulis Udin. Ia minta soal berita Udin selesai sebelum 17 Agustus.

10 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bendera merah-putih berkibar di pucuk tiang. Pipa besi bercat putih menopang bendera di halaman gedung tua yang sepi dan muram itu, Rabu petang pekan ketiga September lalu. Gedung berwarna kuning memudar ini berada di Jalan Gajah Mada 10, tak jauh dari alun-alun Kabupaten Bantul. Di sinilah, dulu, dilakukan rapat koordinasi Pemerintah Kabupaten Bantul untuk membahas berita-berita yang ditulis wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin, sebelum ia dibunuh.

Rapat koordinasi itu berlangsung pada 5 Agustus 1996. Udin dianiaya hingga sekarat pada 13 Agustus malam dan meninggal pada 16 Agustus 1996. Dulu gedung ini merupakan kantor Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Bantul. Sekarang kantor bagian hukum itu sudah menjadi satu dengan kantor Bupati Bantul. "Kami menempati gedung itu karena kantor bupati sedang dalam renovasi," kata mantan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Bantul Siti Asfijah di rumahnya di Badegan, Bantul, 7 September lalu. Siti Asfijah sudah pensiun dan membuka toko kelontong di sebelah rumahnya.

Kini gedung itu menjadi kantor empat organisasi yang berhubungan dengan keluarga Tentara Nasional Indonesia dan polisi. Organisasi itu adalah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri atau FKPPI, Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pepabri, Persatuan Istri Purnawirawan TNI-Polri atau Perip, serta Persatuan Istri Veteran Republik Indonesia atau Piveri.

Siti mengatakan rapat koordinasi itu membahas tanggapan atas pemberitaan Bernas tentang dana Inpres Desa Tertinggal (IDT) di Desa Karangtengah, Kecamatan Imogiri, dan Desa Bawuran, Kecamatan Pleret. Rapat waktu itu dihadiri sejumlah pejabat Bantul. Di antaranya wakil bupati dan wakil ketua pengadilan negeri. Ada pula wakil dari kepolisian.

Kepada Tempo, Siti menyodorkan dokumen otentik surat disposisi dari Bupati Sri Roso kepada sekretaris wilayah daerah, yang kemudian didisposisikan lagi kepada bagian hukum. Dalam disposisi itu jelas ada permintaan untuk memperkarakan berita yang Udin tulis terhadap Udin dan Bernas. Tapi Siti tak memberi izin ketika Tempo hendak memfotokopi dokumen itu. Ia juga hanya mempersilakan Tempo membaca sekilas.

Berdasarkan dokumen asli itu, Pemerintah Kabupaten Bantul menyatakan berkeberatan terhadap pemberitaan tentang penyunatan dana IDT yang dimuat Bernas pada 16 Juli. Ada pula berita perihal duit administrasi pembangunan desa. Rapat koordinasi merekomendasikan agar penyelewengan oleh pejabat desa diselidiki inspektorat wilayah kabupaten. "Sebab, kewenangan untuk mengaudit ada di inspektorat," ujar Siti.

Dokumen rapat menyebutkan Pemerintah Kabupaten Bantul waktu itu berencana memperkarakan berita yang Udin tulis secara hukum. Ada disposisi agar ada pengusutan terhadap wartawan yang menulis atau ke kantor Bernas. Rapat merekomendasikan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bantul mengusut pemberitaan itu.

Rapat koordinasi juga menugasi Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Bantul Sumantri Widodo melayangkan surat resmi ke Persatuan Wartawan Indonesia tentang berita yang dibikin Udin. Surat resmi itu akan dikirim ke PWI jika ternyata inspektorat tak menemukan penyelewengan dalam penyaluran dana IDT dan duit pembangunan desa. "Dalam rapat, kami tidak pernah membicarakan rencana memukul atau bahkan membunuh Udin," kata Siti.

Mantan hakim di Pengadilan Negeri Bantul, Sahlan Said, menyatakan mendengar ada rapat musyawarah pimpinan daerah (muspida) untuk membahas berita-berita yang Udin tulis. Sahlan berkawan dekat dengan Udin karena sering mengobrol berdua. Sahlan merupakan penulis artikel opini untuk Bernas. Naskah dalam lembaran kertas itu biasanya Sahlan titipkan ke Udin untuk dibawa ke kantor redaksi.

Sahlan mendapat cerita dari pejabat Pengadilan Negeri Bantul yang pernah ikut rapat muspida membahas berita yang Udin tulis. Kepada Sahlan, pejabat itu menyatakan pada suatu hari Bupati Sri Roso minta diadakan rapat untuk membahas berita yang Udin tulis. Saat rapat berlangsung, perwakilan dari kejaksaan belum hadir. Bupati minta ada orang yang menjemput jaksa itu. "Dia (pejabat pengadilan negeri) bercerita Bupati minta agar kepala kejaksaan negeri segera dijemput untuk ikut rapat," ujar Sahlan di rumahnya di Kasihan, Bantul.

Ihwal rapat muspida membahas berita Udin ini cocok dengan dokumen yang disodorkan jurnalis yang menginvestigasi kasus Udin, Berchman Heroe. Dulu dia wartawan Kedaulatan Rakyat dan sekarang menjadi General Manager Jawa Pos Radar Jogja. Dokumen yang sama dimiliki anggota tim pencari fakta bentukan Persatuan Wartawan Indonesia Yogyakarta, Asril Sutan Marajo. Dia saat itu wartawan Suara Merdeka yang berbasis di Semarang. Kini ia sudah pensiun.

Salinan dokumen itu merupakan memo tulisan tangan Bupati Sri Roso Sudarmo bertanggal 27 Juli 1996. Memo ini berisi empat hal, ditujukan kepada asisten sekretaris daerah. Selanjutnya, sekretaris daerah diminta mengkoordinasinya dengan pemerintah desa, camat, kepala bagian hukum, dan bagian hubungan masyarakat pemerintah kabupaten. Isi memo, antara lain, melacak pemberitaan yang salah. "Ini merujuk pada berita tentang penyelewengan dana Inpres Desa Tertinggal itu," kata Berchman.

Sri Roso juga memerintahkan anak buahnya menyiapkan tuntutan ke redaksi Bernas atau sumber berita. Ia meminta semua hal disiapkan secara rapi dan mewanti-wanti ihwal ini selesai sebelum 17 Agustus 1996. Menurut Asril, tulisan tangan dalam memo itu cocok dengan tulisan tangan Sri Roso. "Parafnya juga sama," ujar Asril di Yogyakarta, pertengahan September lalu.

Tulisan tangan itu berada di atas lembaran surat dari Camat Imogiri Hardi Purnomo bertanggal 26 Juli 1996 perihal "Penjelasan Dana IDT Karangtengah". Surat Camat Imogiri ini merupakan klarifikasi kepada Sri Roso atas pemberitaan Bernas tertanggal 26 Juli 1996 yang ditulis Udin, yang berjudul "Di Desa Karangtengah, Imogiri, Bantul, Dana IDT Hanya Diberikan Separo". "Camat menjelaskan ke Bupati bahwa berita itu salah," kata Asril.

Berdasarkan bukti-bukti, dana yang diberikan hanya Rp 1 juta dari yang seharusnya Rp 2 juta. Pada 27 Juli 1996, Muspida Bantul menggelar jumpa pers yang juga dihadiri Camat Imogiri dan Bagian Pembangunan Desa. Pemerintah berkukuh menyatakan tak ada penyunatan dana IDT. Mereka berdalih setengah dari jatah duit IDT masih disimpan di Bank BRI. Tapi ada dokumen yang membuktikan pemotongan itu terjadi.

Sri Roso Sudarmo menampik tudingan terlibat dalam pembunuhan Udin. Kepada Tempo yang menemuinya di rumahnya di Sleman, Yogyakarta, September lalu, Sri Roso menyatakan selama ini telah menjadi korban pemberitaan media massa. Ia menyebutkan polisi belum bisa membuktikan pembunuhan itu. Maka, kata dia, tak selayaknya tudingan mengarah kepadanya. "Dia (Udin) itu punya persoalan di luar kewartawanannya," ujar Sri Roso.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus