RASA bangga terhadap sebuah negeri—betapapun terkoyaknya negeri itu—kadang muncul di tempat-tempat yang tak terduga, misalnya di Haputale. Inilah desa kecil di kawasan pegunungan tengah Sri Lanka—sebuah "desa di atas awan".
Sebuah upacara besar berlangsung di situ, tepatnya di Pemberley House, akhir Juli lalu. Haputale adalah desa kecil yang tidak punya hotel. Sekitar 150 tamu lokal dan mancanegara diundang untuk mengadakan perjalanan khusus ke tempat ini. Ada yang memang sudah menginap di Bandarawela, kota kecil 10 kilometer dari situ, ada yang datang langsung dari Colombo, dan beberapa sudah menginap di Pemberley House.
Pemberley House—sebuah pusat studi internasional—adalah hasil kerja keras selama bertahun-tahun Dr. Brendon Gooneratne, seorang putra Sri Lanka yang kini berdomisili di Sydney, Australia. Mulai Juli tahun depan akan disediakan tempat pondokan bagi peneliti dan pengarang baik yang memulai maupun yang menyelesaikan proyek mereka. Para kandidat yang terpilih akan diberikan kemudahan pondokan paling lama selama empat minggu.
Pusat ini merupakan wujud nyata dari ucapan terima kasih Dr. Brendon Gooneratne kepada Sri Lanka, yang telah memberinya pendidikan gratis dari sekolah dasar sampai ia lulus Fakultas Kedokteran di Universitas Colombo.
Pada awal 1970-an, Brendon Gooneratne bersama keluarganya beremigrasi ke Australia. Istrinya, pengarang terkenal Yasmine Gooneratne, kemudian mengajar Sastra Inggris di Universitas Macquarie, Sydney. Brendon sendiri di samping berpraktek medis, ia aktif dalam gerakan pelestarian alam dan mengepalai Project Jonah Australia, badan pelindung paus serta lumba-lumba.
Beberapa tahun setelah mereka menetap di Sydney, William Gooneratne, ayah Brendon, berkunjung. William meminta Brendon untuk berjanji bahwa kelak kala anak-anaknya sudah dewasa dan mandiri, dia akan memberikan sesuatu kepada negara yang telah memberinya pendidikan serta dasar karirnya. Brendon tak pernah melupakan janji itu.
Belasan tahun kemudian, Brendon dan Yasmine diterima sebagai pengarang pemondok di Pusat Rockefeller di Bellagio, Italia. Pengalaman di sana mengilhami mereka untuk mendirikan pusat serupa di Sri Lanka, karena mereka tahu benar, mereka bisa mendapatkan tempat yang lebih indah lagi.
Sekembali di Sydney, Brendon mulai mengambil langkah. Dia memasang iklan di koran-koran Sri Lanka untuk mencari sebuah rumah besar peninggalan masa kolonial, dengan lahan luas yang mengelilinginya. Selama dua tahun Brendon bolak-balik ke Sri Lanka menilik berbagai tempat.
Akhirnya, empat tahun silam dia menemukan sebuah rumah di tengah pekarangan luas yang dinamakan Viharagale Estate di Haputale, bekas perkebunan teh yang sudah tidak terpelihara. Brendon tahu dia telah menemukan tempat idamannya. Dia membeli Viharagala Estate.
Haputale terletak di ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Mendaki ke tempat ini orang harus menembus kabut yang menaburi bumi bagai tirai putih tipis dan begitu kabut berubah bening tampaklah desa Haputale di lembah yang landai. Viharagale Estate terletak dua kilometer dari Haputale. Memandang ke bawah dari Viharagale seperti melihat ke alam mayapada setiba di kahyangan.
Selama empat tahun Brendon membangun kembali rumah yang diberinya nama baru Pemberley House ini dan mendedikasikannya kepada istrinya, Yasmine. Ia membuat sebuah kebun yang indah dan cantik mengelilingi rumah ini. Dan jauh di sekitarnya adalah hutan serta pohon-pohon teh.
Pada tengah hari 31 Juli itu, upacara dimulai dengan ritual religi berupa pembacaan doa-doa oleh para biarawan Buddha. Air susu dalam poci tanah liat digodok di atas kompor bata merah di halaman depan rumah. Ketika susu mendidih dan melulah ke sisi poci, sekelompok kecil musisi yang sudah menunggu mulai meniup trompet serta memukul tamburnya, dan pusat ini secara religius diresmikan. Menyusul kemudian ritual yang lebih sekuler, yaitu pidato-pidato dan pengguntingan pita. Sesudah itu pesta berlangsung sampai sore.
Pemberley House kini mempunyai dewan pengelola profesional yang terdiri dari pakar-pakar berbagai bidang dari berbagai negara. Dewan ini bertugas menyeleksi para kandidat yang mengajukan permohonan untuk menjadi peneliti atau pengarang pemondok. Selama di sana, pemondok diminta sewaktu-waktu memberi bimbingan kepada siswa-siswa sekolah menengah yang akan diundang untuk tinggal beberapa lama. Dengan demikian diharapkan keberadaan pemondok baik yang dari mancanegara maupun Sri Lanka akan memberi manfaat kepada para siswa dari sekolah-sekolah di negeri ini.
Ini pusat studi pertama di seluruh Asia," kata Brendon. "Saya memilih tempat ini karena pertimbangan nostalgia. Waktu kami masih kecil, kami sering berlibur ke perkebunan teh ayah yang tidak jauh dari sini," tuturnya. Nostalgia yang layak disyukuri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini