Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menghadapi terorisme nuklir

Ancaman-ancaman terorisme nuklir. as membentuk sebuah badan anti terorisme nuklir: nest. mereka memiliki berbagai peralatan lengkap ala james bond. (sel)

11 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH satu wajah yang ikut mewarnai dunia sepuluh tahun terakhir ini adalah terorisme. Dalam jangka waktu yang tidak panjang, sudah beribu-ribu teror terjadi dengan bermacam cara. Dalam semua peristiwa itu senjata senantiasa memegang peranan penting. Dan salah satu yang paling menakutkan adalah bom -- yang masuk kategori paling efektif dalam menjalankan teror. Sebuah bom yang disembunyikan di suatu tempat -- dalam sebuah pesawat yang dibajak, misalnya -- adalah ancaman yang paling sukar diatasi. Usaha penyelamatan harus berlomba dengan sebuah pencetan yang cuma memakan waktu satu detik. Lebih-lebih bila bom yang digunakan itu bom nuklir. Misalnya yang ditempatkan di tengah sebuah kota -- walau kemungkinan ini terasa agak tipis. Yang penting ialah: cara bekerja sebuah bom nuklir sudah bukan rahasia lagi kini. Begitu sederhananya, sampai seorang anak remaja di Amerika pernah secara kebetulan menemukannya. Juga bukan hal aneh kalau gambar konstruksi bom ini dimuat di majalah-majalah teknik. Karena itu, pada prinsipnya, bom nuklir bisa dibuat secara amatir. Untunglah, ada yang bisa dianggap sulit dalam membuat bom jenis itu -- yakni mendapat bahan bakarnya dan membuat "detonator"-nya. Bahan bakar bom nuklir yang paling umum adalah plutonium dan uranium 235. Sedang uranium yang punya kemungkinan dicuri -- terdapat dalam alam dan digunakan juga dalam industri --adalah uranium 238. Dibutuhkan biaya yang tinggi dan peralatan yang besar untuk mengubah uranium 238 menjadi uranium 235, Di sisi lain, ledakan bom nuklir terjadi akibat "tembakan" partikel netron ke inti atom uranium 235. Desakan dalam inti atom uranium tersebut yang menimbulkan energi dan menghasilkan sinar gamma yang memiliki daya tembus -- radiasi -- yang tinggi. Pembuatan partikel netron inilah -- bisa juga disebut detonator dalam arti sederhana -- yang sulit, dan membutuhkan teknik tinggi. Nah. Bila kesulitan ini bisa diatasi, main-main bom nuklir memang menakutkan. 1 ons saja uranium 235, punya daya ledak yang sama dengan 1.600 ton TNT. Kemungkinan pencurian bahan bakar nuklir memang ada. Tahun 1977, koran berpengaruh The New York Times pernah membongkar kasus penggelapan uranium dan plutonium. Berdasar penyelidikan sebuah komisi yang dibentuk Kongres AS, diketahuilah NRC -- badan logistik nuklir AS -- kehilangan 4.000 kilogram uranium dan plutonium, terhitung dari tahun 1960 sampai 1967. Tahun 1974 untuk pertama kalinya Amerika mendapat ancaman terorisme nuklir itu. Sang pelaku mengaku telah memasang sebuah bom di sebuah tempat di Boston. Ia minta uang tebusan US$ 200.000. Kepanikan timbul karna tak sebuah badan pun disiapkan untuk mengatasi terorisme macam itu. Tapi sebuah operasi besar untuk menjaga kemungkinan kemudian disiapkan. Sekelompok ahli fisika dari sebuah badan penyelidikan untuk kemajuan, dengan akronim ERDA, yang identitas para anggotanya dirahasiakan, dimobilisir untuk menanganinya dcngan sebuah operasi. Mereka ditetapkan harus berkeliling Boston, menjelajah setiap sudut untuk mencari bom yang dipasang. Memang bila wajah para ahli itu dikenal, kelompok teroris diduga akan segera menembak mereka. Para sarjana itu diterbangkan ke New York dengan sebuah pesawat komersial --sedang peralatan mereka diangkut dengan sebuah pesawat Angkatan Udara AS yang dijaga ketat sejak pemberangkatan. Sebuah mobil pos disewa untuk program pencarian. Alat yang digunakan adalah detektor yang mengandung sodium yodida --dapat mendeteksi plutonium, uranium maupun benda-benda lain yang menjadi radioaktif akibat emisi plutonium dan uranium. Tapi, rupanya para ahli ini tidak terbiasa bekerja bagai detektif. Sebuah bagian kecil dari instalasi detektor, ternyata tertinggal. Dan ahli-ahli itu pun putus asa. Boston direlakan menunggu nasib. Ketegangan kemudian berakhir ketika jam yang disepakati bagi penyerahan uang tebusan berlalu, dan ternyata tak seorang pun muncul mengambilnya. Dan Boston tidak hancur. Ancaman teror itu ternyata cuma lelucon. Toh itu bukan gertak satu-satunya. Hingga kini tercatat 60 surat ancaman yang melibatkan bom nuklir. Tahun 1975, masuk ke meja FBI surat senada yang menyertakan gambar konstruksi sebuah bom jenis itu. Walaupun hampir semua ancaman ternyata kosong, FBI, CIA dan badan-badan nuklir senantiasa bergerak. Satu-satunya ancaman yang tidak kosong terjadi tahun 1979. Seorang pekerja pabrik General Electric (GE, yang memproduksi antara lain lemari es) mencuri setengah kilogram uranium. Pencoleng ini minta tebusan US$ 100.000 untuk pengembalian zat radioaktif itu. Sekali lagi pencarian dengan detektor yang serba lengkap gagal: zat radioaktif itu baru bisa ditemukan setelah pencurinya tertangkap. Lagi-lagi rakyat AS beruntung tanpa mereka sadar. Karena kasus macam ini terus juga berulang, Amerika memutuskan membentuk sebuah badan anti terorisme nuklir, dikenal dengan akronim NEST Badan ini cukup elite. Di awal pembentukannya mendapat dana sebesar US$ 1,5 juta. Dan di tahun 1981 ini dana yang disediakannya sudah mencapai US$ 50 juta. Jalur kerjanya pun khusus dan tingkat tinggi. NEST dijaga dengan ketat. Punya saluran-saluran telepon khusus yang berhubungan dengan semua badan keamanan nasional, termasuk Kementerian Dalam Negeri, Pusat Angkatan Perang AS Pentagon, dan Dinas Rahasia AS CIA. Semua saluran itu pun dijaga 24 jam. Pada setiap telepon dipasang alat perekam yang bisa memperlambat kecepatan bicara, hingga sebuah pesan bisa diulang kembali dan didengarkan dengan jelas. Juga terdapat alat-alat pengirim gambar yang dapat mengkopi peta atau gambar konstruksi dari jarak jauh. Di mana-mana ditempelkan motto kerja: sampaikan berita dengan 'lari, bukan 'berjalan'. Ahli-ahli fisika yang bekerja di NEST sebenarnya sudah dipekerjakan sejak hampir 20 tahun sebelum badan anti terorisme nuklir dibentuk. Keadaan darurat akibat senjata nuklir sudah lama dikenal, hanya saja main-main dengan bom nuklir memang belum seperti tahun-tahun berikutnya. Tahun 1966, sebuah pesawat pengebom AS B-52 jatuh di Palomares, Spanyol. Kericuhan terjadi karena pesawat ini membawa 4 buah bom berkepala nuklir -- dan empat-empatnya hilang dalam kecelakaan itu. Amerika mengerahkan sekelompok ahli untuk mencari. Tiga buah bom segera ditemukan. Satu di dasar laut, dengan upaya sedikit lebih sulit: detektor terpaksa dikonstruksikan di kaki sebuah helikopter. Tahun 1969, Amerika mencoba menembakkan sebuah peluru kendali berkepala nuklir pula -- dari Green River, Wyoming, dengan target daerah tandus White Sands. Peluru ini ternyata nyasar: dengan ketinggian 300 kaki dan kecepatan 200 mil per jam, ia membelok masuk daerah Mexico dan jatuh di bagian barat laut negara itu. Dan keadaan darurat akibat senjata ini sempat menegangkan hubungan AS - Mexico. Untung sejumlah ahli dapat segera menemukan kembali peluru nuklir yang nakal itu -- yang alhamdulilah jatuh dengan utuh dan tidak meledak. Sistem pencarian sebenarnya sederhana saja. Sebuah detcktor yang mengandung sodium yodida akan memberi tanda bila di daerah sekitarnya terdapat zat radioaktif. Bila radiusnya sudah ditemukan, pusatnya akan segera mudah didapat. Yang disebut zat radioaktif, dalam suatu pencarian bom atau uranium yang dicuri, bukan hanya pusat target bom atau uranium itu. Semua benda di sekeliling sumber radioaktif ini juga akan menjadi radioaktif -- bergantung pada besarnya kekuatan sumber. Suatu zat disebut radioaktif bila inti atom zat itu berada dalam keadaan tidak stabil dan mengakibatkan terpancarnya partikel-partikel alpha, beta dan sinar gamma. Inilah yang disebut radiasi. Uranium dan plutonium adalah zat-zat yang tak pernah stabil, dan senantiasa memancarkan sinar gamma. Dan sinar inilah yang membuat semua inti atom zat di sekelilingnya menjadi tidak stabil juga, menjadi radioaktif. Partikel-partikel dan sinar akibat emisi -- atau peluruhan akibat usaha menjadi stabil -- sangat berbahaya bagi manusia karena merusak jaringan sel. Cara kerja ini, yang sudah dikenal lama dengan nama mendeteksi zat-zat radioaktif, kini dengan adanya terorisme nuklir menjadi semacam kerja dinas rahasia. Prinsip-prinsip alat detektornya tidak berbeda, tapi bentuk dan cara pemakaiannya mengalami revolusi. Ahli-ahli fisika dari NEST dalam beroperasi tidak lagi seperti biasanya menjunjung-junjung detektor sebesar koper. Bentuk detektor dalam menghadapi terorisme nuklir sudah bermacam-macam. Ada yang sebesar kaleng tembakau yang bisa diselipkan ke saku baju. Ada pula yang berbentuk hearing add, lengkap dengan earphone-nya, dan tanda adanya zat radioaktif mudah terdengar, sekaligus terukur jaraknya. Sebagai lazimnya dinas rahasia, NEST memiliki berbagai peralatan ala James Bond. Helikopter khusus, misalnya, alat komunikasi yang bisa membuat kontak pada jarak 750 mil. Juga alat-alat potret istimewa yang dibuat oleh pabrik-pabrik terkenal seperti Nikon dan Hasselblad, yang memiliki lensa berkekuatan 1.000 meter. Belum lagi alat-alat peneropong yang menggunakan sinar infra merah. CARA agen NEST beroperasi pun tak berbeda dari gaya alat-alat yang dibawanya. Berbagai paspor, tanda vaksinasi dan peralatan penyamaran disediakan. Untuk setiap operasi seorang agen akan membawa uang berupa cek sebesar US$ 10.000 dan US$ 2.000 dalam bentuk tunai. Walaupun peralatan dan mekanisme sudah diatur begitu rapi, hingga kini NEST belum pernah berhasil menjadi pahlawan. Bila suatu kali terorisme nuklir yang sebenarnya muncul, pasukan komando ini toh belum lagi bisa diandalkan. John F. Doyle, Direktur Teknis NEST, menyebut beberapa alasan. Menurut ahli fisika ini, bagaimanapun sulit mendeteksi sumber radioaktif yang tersembunyi. Detektor sering terganggu oleh radiasi lemah lainnya. Sebuah jam kuno yang mengandung radium misalnya, bisa mengakibatkan tanda pada detektor berbunyi. Di samping itu pun ahli fisika di NEST tidak segesit agen dinas rahasia. Mereka tak mendapat latihan militer. Juga tidak terbiasa curiga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus