BELASAN lakilaki dan perempuan tampak berkumpul di sebuah ruangan berukuran 3 x 8 meter. Mereka yang rata-rata setengah baya, bersimpuh di atas tikar plastik dengan mata terpejam. Tak seorang pun mengeluarkan suara. Suasana hening menyelimuti ruangan itu. Suasana di atas, gambaran kegiatan sehari-hari di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan (P4K) Surabaya. Ini lembaga yang didirikan pemerintah untuk penelitian dan pengkajian berbagai pelayanan kesehatan pada masyarakat. Termasuk pengobatan alternatif. Adegan tadi, termasuk salah satu kasus kajian. Para "pendekar" dari Seni Bela Diri Satria Nusantara sedang melakukan praktek pengobatan. Lelaki-perempuan yang bersila di tikar tadi adalah para pasien yang sedang menjalani pengobatan alternatif, yakni terapi lewat tenaga dalam. Lembaga yang menempati bangunan tua di Jalan Indrapura itu bermula pada tahun 1951. Namanya, Lembaga Pusat Penyelidikan dan Pemberantasan Penyakit Kelamin. Ketika itu, peletakan batu pertamanya dilakukan Menteri Kesehatan RI, Dr. J. Leimena. Pada 1965 lembaga ini berubah menjadi Lembaga Kesehatan Nasional yang diresmikan Menkes waktu itu, May.Jen. TNI Prof.Dr. Satrio. Barulah pada tahun 1974, lembaga itu memakai nama seperti yang sekarang ini. Dalam sejarahnya yang panjang tersebut, lembaga ini sudah menelurkan 60 hasil penelitian. Ini meliputi semua bidang yang menjadi tanggung jawabnya seperti, penelitian kebijaksanaan kesehatan, ekonomi kesehatan, gizi, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan pengobatan tradisional. Masuknya masalah pengobatan tradisional ke P4K, baru pada tahun 1990. Yakni sebuah kegiatan yang memberikan pelayanan dan sekaligus penelitian mengenai caracara pengobatan tradisional yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, di sini terdapat laboratorium Tenaga Dalam, laboratorium pengobatan tradisional, dan laboratorium Akupuntur. Tidak mengherankan jika di lembaga ilmiah seperti P4K ini, bukan hanya para dokter yang berseliweran. Banyak "ahli-ahli" di luar dunia kedokteran terlibat di sini. Karena memang lembaga ini berfungsi meneliti dan memilah-milah keampuhan pengobatan tradisional dan pengobatan alternatif, pelayanan kesehatan yang tidak bisa disangkal kehadirannya pada masyarakat. Kegiatan lima anggota Satria Nusantara itu termasuk program pelayanan kesehatan yang sudah mulai diakui. Di antara pasien P4K yang hari itu menjalani pengobatan di laboratorium ini, terdapat seorang ibu asal Madiun. Kedatangannya, kabarnya, tidak lain karena ia sudah kehabisan cara dan dana untuk mengobati kelumpuhannya. "Tapi, setelah ia diobati di sini, berangsur-angsur ia bisa menggerakkan anggota badannya," kata Syafriyanur dari Satria Nusantara. Pasien Satria Nusantara memang rata-rata sudah kehilangan harapan dengan pengobatan konvensional. Setiap harinya, sekitar 25 pasien menjalani penyembuhan di laboratorium Tenaga Dalam, yang ditangani lima anggota Satria Nusantara. "Keluhan mereka bermacam-macam. Dan datang ke sini karena telah berobat ke mana-mana, dan tak kunjung sembuh," kata Dr. dr. Haryadi Soeparto, DOR. MSc., staf peneliti dan koordinator Laboratorium P4K. Menurut dia, lewat cara pemanfaatan tenaga dalam, gangguan nyeri dan sesak napas memang terbukti bisa disembuhkan. Sebetulnya P4K tidak dimaksudkan sebagai klinik penyembuhan. Titik berat kegiatannya seharusnya pengkajian dan penelitian. Namun, untuk pengkajian ini diperlukan pasien. Dan pengobatannya, juga berkaitan dengan upaya pembuktian sebanyak mungkin. "Jadi kami di sini ibarat sambil menyelam minum air," kata Dr. Rudolf L.S. Pattiata, Kepala Puslitbang Pelayanan Kesehatan di lembaga tersebut. RFM dan Kelik M. Nugroho (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini