BANK Nasional hijrah dari Padang ke Tanah Abang, Jakarta. Bank yang berdiri pada tahun 1930 ini semula bergerak di Ranah Minang. Karena masalah manajemendan kesulitan likuiditas, sejak empat tahun terakhir bank itu mengalami empat kali perubahan komisaris dan direksi. Kemelut bermula pada pertengahan Agustus 1988, ketika kredit macet di Bank Nasional mencapai Rp 10 milyar, sebanyak 25% atau Rp 2,5 milyar macet di tangan para pengurus sendiri. Dan masih ada kredit macet di anak perusahaan sebesar Rp 5,7 milyar. Maka, muncul Lukman Didong yang mencoba mengatasi soal itu dengan menghimpun dana dari koperasi Rp 3 milyar, sambil menagih kredit-kredit macet. Pertengahantahun 1989 ia digantikan Asri Durin. Hasilnya tak beda jauh. Direksi baru kesulitan mencari investor karena Bank Nasional tak menganut prinsip "satu saham satu suara". Baru di tangan Gubernur Sumatera Barat, Hasan Basri Durin, prinsip itu ditempuh. Nusa Bank milik Grup Bakri mau mengambil alih saham Bank Nasional senilai Rp 13,5 milyar. Toh, masih kurang juga, karena Bank Nasionalmemerlukan Rp 30 milyar. Dengan berkantor pusat di Jakarta, diharapkan Bank Nasional bisa menjaring investor lainnya. "Saya memahami kepindahan itu,"kata Hasan Basri Durin. "Namun, janganlah setelah di Jakarta, semangat perjuangan Banas jadi luntur," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini