PERANG Bosnia bahkan mengejutkan Cong Begon. Ketika dia menonton televisi, orang berduyun menonton Begon di Desa Martajasah, Kecamatan Kota, sekitar 3 km di barat Bangkalan, Madura. Yang datang bukan hanya dari seantero Bangkalan, tapi juga dari Surabaya. Cong Begon adalah seekor sapi produk inseminasi buatan yang baru berumur tiga bulan, ternak piaran Mat Sahlan, 35 tahun. Tiap sore, mungkin sehabis mandi, Begon beranjak dari kandang menyelinap lewat pintu belakang menuju ruang tamu juragannya yang 3 x 5 meter. "Kalau kandangnya atau rumah dikunci, Begon marah. Ia akan menanduk sampai pintu dibuka," tutur Sulikhah, istri Mat Sahlan, kepada K. Candra Negara dari TEMPO. Kegemaran ganjil di dunia sapi ini bermula ketika si Begon berumur delapan hari. Di ruang tamu, Begon langsung mengambil posisi paling depan, bergolek atau berdiri seenaknya. Matanya nanar menatap layar kaca hitam putih 14 inci yang menayangkan Dunia dalam Berita. Dar-der-dor di Bosnia membuatnya beberapa kali tersentak. Tak diceritakan apakah Begon ikut bergoyang waktu menyaksikan tayangan musik dangdut. Meski mulutnya tak berhenti memamah biak, hewan ini belum pernah melepas bom dalam asyiknya menonton. Tiap kali kebelet buang hajat, Begon kembali ke kandangnya. Setelah itu balik lagi ke depan TV. Acara demi acara dinikmatinya. Dan begitu mendengar lagu Rayuan Pulau Kelapa, si Begon pun beringsut ke kandangnya, sekitar limat meter dari ruang tamu tadi, tanpa harus di "hushus". Mereka semula tak menyukai kelakuan si Begon. "Mana ada orang yang mau nonton TV bareng sapi," kata Sulikhah, 30 tahun. Jadi selalu diusir. Tapi Begon cerdik. Dilarang non ton di rumah, eh, dia ngeloyor ke rumah tetangga. Wah, malah lebih repot. Tetangga sewot. Ada lagi keanehannya. Kalau lehernya dielus, Begon mengangkat dua kaki depannya seakan mengajak salaman. Dia juga menurut kalau disuruh mengejar ayam. Tapi jangan coba-coba memegang kepalanya. Begon marah, dan mengejar serta menanduk. Amarah Begon hanya bisa diredam dengan lidi. "Kalau kayu atau bambu, buat Begon nggak ada pengaruhnya," kata Sulikhah. Dan seperti biasanya, ada juga yang ingin mengobjekkan keganjilan ini. Misalnya, petugas desa menganjurkan Sahlan mengutip uang dari pengunjung. Digunakan untuk makanan si Begon atau memperbaiki pagar bambu depan rumah yang rusak ditabrak orang. Juga untuk kas desa. "Saya nggak setuju. Orang mau melihat sapi saja kok harus bayar. Malu saya," kata Sulikhah. Buat mereka, kelakuan sapinya ini tak dirasa aneh, sehingga Begon kelak akan diperlakukan sama seperti lima kakaknya: dilego saja. "Sudah ada yang menawar Begon Rp 500 ribu. Belum saya lepas. Kalau sudah besar, kan harganya lebih mahal," ujar Sulikhah. Sementara itu kelakuan ganjil Begon ada yang memperjudikan, yakni menanyakan kode buntut. "Ini sapi biasa, sama seperti sapi yang lain. Masa ditanya nomor," gerutu Sulikhah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini