Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Merana di Sini, Terpelihara di Belanda

Sejak lima tahun lalu, Museum Kartini di Jepara tak tersentuh perbaikan. Lampu di dalam gedung tak menyala. Bila langit mendung, pengunjung kesulitan melihat barang antik koleksi putri Jepara itu. Jauh berbeda dengan perpustakaan Institut Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara dan Karibia (KITLV) di Leiden, Belanda. Lembaga yang berdiri megah di lingkungan Universitas Leiden itu merawat dengan baik ratusan surat Kartini. Bahkan, untuk melestarikannya, mereka menyimpannya dalam bentuk mikrofilm.

21 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tetap Lestari di Leiden
Perpustakaan KITLV di Leiden, Belanda, merawat ratusan surat Kartini dan adik-adiknya. Kini dalam proses digitalisasi.


Gedung tiga lantai itu menjulang di tepi Kanal Witte Singe, Leiden, Belanda, yang airnya mengalir begitu tenang. Selasa tiga pekan lalu, tak ada keramaian mencolok di gedung krem-putih itu. Suasananya tenang, setenang air yang mengalir di kanal itu.

Inilah gedung Institut Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara dan Karibia (KITLV). Di lantai pertama gedung yang terletak di lingkungan Universitas Leiden itu terdapat sebuah perpustakaan tempat disimpannya koleksi paling lengkap mengenai Indonesia. Selain itu, perpustakaan tersebut menyimpan berbagai koleksi mengenai negara-negara di kawasan Karibia bekas jajahan Belanda, seperti Suriname, Antilles, dan Curacao.

Lantai dua berisi ruangan untuk para anggota staf dan peneliti lembaga itu. Sedangkan lantai paling atas merupakan pusat pelbagai koleksi. Di bagian ini, yang pertama kita jumpai adalah kantor luas dengan lima meja kerja besar. Pintu di pojok ruangan itu tampak selalu tertutup.

Itulah pintu ke ruang penyimpanan arsip. Tak sembarang orang boleh masuk ke area ini. Di dalam ruangan dengan penerangan tak terlalu terang itu berjejer puluhan rak berwarna biru telur asin berisi kardus-kardus seukuran kotak sepatu berwarna biru muda. "Kami menyimpannya dalam material yang bebas asam. Map dan kotak bebas asam," kata koordinator koleksi khusus KITLV, Jan Rosmalen, kepada Tempo.

Di rak tersebut tersimpan dokumen tua yang tak ternilai harganya, termasuk lima kardus berisi 361 pucuk surat Kartini dan adik-adiknya, yang diberi kode arsip H1200. Ada pula beberapa arsip lain yang berkaitan dengan Kartini, seperti studi mengenai Kartini serta salinan koran lama yang memuat artikel tentang Kartini dan iklan kelahiran anak Kartini. Kardus-kardus itu berkode H1225, H1224, dan H897.

Pengunjung dapat juga melihat surat-surat asli Kartini dan adik-adiknya itu dalam bentuk mikrofilm. Namun, ketika Tempo menyambangi perpustakaan itu, surat-surat tersebut sedang tidak berada di tempat. "Surat-surat Kartini yang kami koleksi sekarang sedang didigitalisasi. Sebagian sudah dalam bentuk microfiche (mikrofilm)," ujar ahli arsip KITLV, Nico van Horn.

Van Horn mengatakan material bebas asam bisa menjaga surat bertahan hingga 40 tahun. Bila disimpan di kotak kertas biasa, kata dia, dokumen tersebut bisa bertahan paling lama hanya satu dekade.

Untuk menjaga agar surat itu tidak rusak, mereka memasang pengatur suhu dan menetapkan aturan ketat. Tidak sembarang orang bisa masuk ke ruang penyimpanan. "Bahkan direktur kami perlu izin khusus jika hendak masuk," tuturnya dalam bahasa Indonesia yang lancar.

Mikrofilm dibuat untuk melestarikan surat-surat aslinya. Kondisi semua kertas surat itu memburuk dari waktu ke waktu. Mutunya pun akan menurun. Apalagi, kata Van Horn, bila sering disentuh jari, kertas-kertas tersebut akan memburuk lebih cepat.

Menurut Van Horn, kualitas kertas surat di era Kartini jauh di bawah kualitas kertas di zaman VOC pada abad ke-17. Sebab, pada 1850-1860-an orang mulai menggunakan kertas jenis lain. "Mutunya berbeda. Jadi, dokumen dari pertengahan abad ke-19 dari waktu ke waktu kondisinya memburuk sangat cepat," ucapnya.

Karena itu, pihak KITLV sangat jarang memajang surat Kartini dalam pameran. Mereka lebih sering menampilkan fotonya saja. Sesekali mereka meminjamkan beberapa koleksinya bila ada pameran besar, termasuk pameran di Indonesia. Namun, kata dia, umumnya bahan arsip yang sudah berada di perpustakaan tak pernah keluar dari ruangan lagi. "Kami harus melindunginya dari api, kelembapan, air, dan lain-lain," ujarnya.

KITLV ternyata belum mengasuransikan dokumen amat berharga itu. Sebab, kata Van Horn, sifat setiap arsip unik. Hanya ada satu. "Mungkin, kalau ada apa-apa, dengan asuransi kita mendapat uang. Tapi dengan uang itu kita tak bisa membeli sepucuk surat Kartini, jika sudah musnah."

Karena itu, ujar Rosmalen, pihaknya merasa lebih penting menjaga dokumen tersebut dari kemusnahan. "Melakukan langkah-langkah pencegahan."

Surat Kartini dan adik-adiknya tersebut merupakan sumbangan dari keluarga Jacques H. Abendanon pada 1986. Abendanon adalah Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri dalam pemerintahan Hindia Belanda yang menjadi sahabat Kartini.

Menurut Rosmalen, penyerahan surat-surat Kartini itu merupakan peristiwa penting. Sebagian surat sudah diterbitkan oleh Abendanon pada awal abad ke-20 dalam Door Duisternis Tot Licht.

Sebagian warga Belanda masih menganggap Kartini penting, meski dia tak terlalu populer di negara itu. Sebab, tidak ada pelajaran sejarah Hindia Belanda dan Indonesia di sekolah menengah di negara itu. "Makanya, di Belanda ini yang tahu Kartini hanya sedikit," kata sejarawan Jean van de Kok.

Meski demikian, tak sedikit penduduk Negeri Oranye menghormati Kartini sebagai pejuang hak perempuan. Paling tidak, ada empat kota yang mengabadikan nama putri Jepara itu sebagai nama jalan, yakni Ibu Kota Amsterdam, Utrecht, Haarlem, dan Venlo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus