Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Museum Kartini di Jalan Alun-alun Utara, Kabupaten Jepara, tampak muram. Jumat siang itu, tiga pekan lalu, mendung menggantung di atasnya. Listrik sesungguhnya mengalir pada bangunan tersebut. Namun lampu penerang ruangan sedang mati. "Kalau lagi mendung begini, kurang nyaman, kurang terang," kata Riza Khaerul Anwar, pengelola museum.
Menurut Riza, perawatan Museum Kartini terus memburuk sejak lima tahun lalu. Anggaran perawatan cekak, pendapatan dari tiket masuk museum tak bisa diandalkan. Untuk masuk museum, pengunjung dewasa dikenai ongkos Rp 2.000 dan anak-anak Rp 1.500. Alhasil, dari tarif yang relatif murah itu, museum ini hanya mendapat pemasukan Rp 7 juta per tahun. Terang saja dana sebesar itu tak bisa mengatasi tingginya ongkos perawatan dan pengelolaan. Apalagi anggaran dari kas daerah pun cupet.
Untuk mengatasi berbagai masalah, museum menyewakan ruangan untuk berbagai hajatan. Manajer Museum Kartini Jepara Joko Wahyu Sutejo menyatakan sulit melakukan perawatan dan pengelolaan dengan anggaran yang tipis.
Bangunan museum berbentuk huruf K. Benda koleksi milik Kartini berada di gedung bagian bawah. Benda-benda ini berada satu ruangan dengan benda koleksi milik keluarga Kartini lain, di antaranya peninggalan Raden Sosrokartono, kakak Kartini. Ada koleksi benda milik Kartini berupa foto hasil repro. Ada juga mesin jahit miliknya, yang masih bisa difungsikan. Museum pun mengoleksi ukiran patung Macan Kurung milik Kartini. Sejumlah furnitur melengkapi koleksinya.
Jejak Kartini kecil dan remaja ada di bilik seluas 4 x 3 meter di ujung selatan rumah dinas Bupati Jepara. Sebuah meja dan kursi belajar dari kayu jati tampak menghadap tembok. Di belakangnya, dua kursi berjejer mengapit meja kecil. Di meja-kursi inilah Kartini menuangkan gagasan dan kegelisahannya.
Ruangan itu menyimpan sejumlah dokumen gambar keluarga, termasuk lukisan Ngasirah, ibunda Kartini. Ada juga foto saudara kandung Kartini, Kardinah dan Roekmini, serta Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosrodiningrat, ayahandanya. Menurut Hadi Priyanto, penulis buku Kartini Pembaharu Peradaban, kamar itu sering disebut pingitan. Ruang pingit adalah saksi bisu kesunyian Kartini. Ia sama terawatnya dengan ruang lain di rumah dinas Bupati Jepara, yang kini dijabat Ahmad Marzuki.
Beranda belakang rumah dinas bupati merupakan tempat Kartini dan adik-adiknya belajar mengaji. Di beranda ini pula Kartini sering mengumpulkan anak-anak pribumi untuk diberi pendidikan. Sekarang, beranda ini sering digunakan untuk rapat dan kegiatan ibu-ibu PKK.
Tak jauh dari beranda, terdapat taman yang dulu digunakan oleh Kartini untuk membatik dan melukis. Pohon cempaka berbatang besar, yang oleh orang Jawa kerap disebut bunga kantil, berdiri menjulang. Usianya sudah ratusan tahun. Di bawah rindang dedaunan pohon itulah, menurut Hadi, Kartini remaja sering mencari inspirasi saat ia bosan di kamar pingit. "Tempatnya cocok, asri, dan wangi. Bunga kantil mekar sepanjang waktu," kata Hadi.
Jejak Kartini setelah menjadi istri Bupati Djojoadiningrat dan hijrah ke Rembang tampak di gedung tua kokoh di atas lahan yang luasnya hampir 20 ribu meter persegi. Ini rumah dinas dan pusat pemerintahan Kabupaten Rembang sejak 1860 hingga 2004. Bangunan itu menyisakan jejak Kartini sejak menjadi garwa padmi atau istri resmi hingga ia melahirkan putra tunggal, Raden Mas Soesalit.
Di sini jejak Kartini masih bisa dilihat dari sejumlah ruang di gedung itu dan koleksi benda pribadi. Di antaranya dua sketsel atau papan penyekat berukir motif Jepara. Tiap sketsel memiliki panjang hampir lima meter. Sketsel itu merupakan pembatas antara pendapa dan rumah dinas yang khusus dikirim dari Jepara setelah Kartini pindah ke Rembang. "Motif sketsel itu rancangan Kartini. Yang bagian timur diberi nama Ksatrian dan Kaputren di bagian barat," ucap Siti Nuryati, Kepala Seksi Sejarah dan Purbakala Museum Kartini, Rembang.
Di gedung itu ada kamar pribadi sekaligus tempat Kartini melahirkan. Kini kamar itu diberi nama Ruang Pengabadian RA Kartini. Kamar ini menyimpan di antaranya kebaya Kartini berwarna biru tua dengan payet keemasan. Ada juga meja rias dan meja tempat merawat berlapis marmer. Kamar Kartini berhubungan dengan kamar suaminya di bagian selatan, juga dengan beranda bagian timur bangunan yang menghubungkan taman dan kamar mandi pribadi.
Taman yang tak jauh dari beranda ruang pribadi Kartini itu kini disebut Taman Inspirasi. Tak jauh dari taman, terdapat bangunan yang dulu ditempati garwa ampil atau istri selir. Ada jejak kemewahan Kartini di sana: sebuah kamar mandi pribadi dengan bak rendam terbuat dari seng berlapis email lengkap dengan shower. "Bak mandi itu asli, diimpor dari Belanda," kata Siti Nuryati.
Setelah wafat, Kartini dimakamkan di Rembang. Sebelum dipugar pada 1979, banyak yang tak menyangka itu adalah nisan Kartini pahlawan nasional. Pusara makam Kartini nyempil di kompleks pemakaman keluarga Djojoadiningrat di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang. Makam ini berada sekitar 20 kilometer arah selatan dari pusat Kota Rembang. Makam Kartini berjauhan dari makam suaminya, Djojoadiningrat. Makam bupati ini berdampingan dengan sejumlah makam bupati yang pernah berkuasa di Rembang.
Tempat peristirahatan terakhir Kartini berada paling timur, berdampingan dengan makam dua istri Djojoadingrat lainnya: Raden Ajeng Soekarmillah Djojoadiningrat dan Raden Ajeng Sri Oerip Djojoadiningrat. Posisinya jauh dari makam putranya, Raden Mas Soesalit, yang di luar teralis makam itu.
Ketika Tempo berkunjung ke makam Kartini, Jumat tiga pekan lalu, sejumlah peziarah meninggalkan benda, foto kenangan, dan catatan di pagar teralis makam. Ada dari organisasi perempuan partai politik, ibu-ibu PKK, Dharma Wanita, dan redaksi media massa dengan segmentasi pembaca perempuan. "Hampir setiap hari ada yang berziarah ke makam Raden Ajeng Kartini," ujar Muhammad Sahid, penjaga kompleks makam keluarga Djojoadiningrat.
Kompleks makam tempat Kartini beristirahat terawat dengan baik. Bangunan berbentuk joglo itu dilengkapi keramik putih. Ada sebagian atap yang bocor. Menurut Sahid, makam Kartini berada di bawah pengelolaan Pemerintah Kabupaten Rembang. Menurut dia, sudah lama makam tak dipugar.
Makam Kartini pernah dipugar atas inisiatif Tien Soeharto pada 1979, bertepatan dengan peringatan Kartini pada 21 April. Kompleks makam keluarga Djojoadiningrat menjadi lebih terpelihara sejak Tommy Soeharto, anak Presiden Soeharto, memberi bantuan untuk pembangunan makam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo