Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akhirnya menemukan jawaban mengapa pembahasan kontribusi proyek reklamasi begitu alot. Ada kucuran uang dari pengembang untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Mohamad Sanusi. Namun Basuki pun kini menghadapi masalah baru. Komisi Pemberantasan Korupsi melarang Staf Khusus Gubernur, Sunny Tanuwidjaja, bepergian ke luar negeri. Musababnya, Sunny kerap berkomunikasi dengan orang-orang yang diduga menyuap dan menerima suap.
Staf khusus Anda malah terseret pusaran kasus suap….
Enggak tahu kenapa bisa begitu. Tapi Sunny memang biasa telepon orang-orang. Termasuk jika dia berada di dalam ruangan ini. Semisal Sunny brengsek, katakanlah dia dapat duit dari Aguan, emang Sunny bisa mempengaruhi kebijakan gua? Enggak bisa. Emak gue aja enggak pernah gue dengerin.
Anda sendiri kabarnya sering bertemu dengan Aguan?
Aku tuh sering banget ke rumah Aguan. Makan pempek. Sebelum kenal, saya mengira Aguan itu mafia. Godfather. Ternyata, sebelum kaya raya, Aguan itu tinggal di gereja. Sekarang utang Aguan ke pemerintah DKI banyak, seperti kewajiban membangun rumah susun dan lain-lain. Jadi, prinsip gua, mau matikan dia atau mau tagih semua utangnya. Kalau rusun enggak dibangun, lu mau gugat siapa? Enggak ada.
Aguan meminta Anda menurunkan kontribusi reklamasi juga?
Aguan bilang, lu salah ngitung, Hok. Kepres enggak ngomong gitu. Semestinya cuma 5 persen. Tapi gua tetap 15 persen. Sudah lama, sejak tahun lalu dia bilang begitu. Gua minta kewajiban tambahan itu sudah dari awal. Aguan ngotot, tafsirannya bukan begitu. Kalau dia dituruti, terus kapan Jakarta bisa dapat duit?
Perda itu kan dibahas bersama DPRD dan pemerintah. Apakah mungkin mereka hanya menyuap DPRD?
Kalau gua lihat, DPRD itu PHP (pemberi harapan palsu) saja. Mereka pasti mikir, masak si Ahok enggak mau nurunin dari 15 persen. Padahal angka kontribusi 15 persen itu berdasarkan hasil kajian.
Apa keinginan eksekutif?
Kami maunya 15 persen itu diatur dalam perda. Tapi DPRD sempat minta lewat peraturan gubernur saja. Ya sudah, pergub juga sama, 15 persen. Cuma, gua curiga, kalau calon gubernur mereka (DPRD) menang, pergub yang gua teken tinggal dibatalin saja.
Akhirnya mereka mau mempercepat pembahasan raperda….
Saya kira mereka itu butuh izin mendirikan bangunan. Gua enggak mau keluarkan IMB sebelum perda disahkan.
Di Pulau D milik PT Kapuk Naga Indah sudah berdiri bangunan. Sudah ada IMB-nya?
Belum. Sudah jadi rukonya. Nekat. Mereka gila.
Tidak dipotong dari awal?
Itu yang kami enggak terkontrol. Pengawas kami sering kecolongan. Tapi sudah kami segel sejak tahun lalu, setelah mereka ketahuan bangun ruko.
Anda juga mengeluarkan izin reklamasi Pulau G untuk anak perusahaan Agung Podomoro….
Izin prinsip dulu, terus izin pelaksanaan pada 2014.
Sebenarnya mengapa Anda ngotot di angka 15 persen?
Mereka bangun apartemen mewah, masak kita cuma dapat 5 persen? Enggak fair, dong. Gua juga enggak mau diperiksa BPK dan BPKP. Terus kenapa enggak 20 persen, 25 persen, atau 30 persen? Mampus gua. Jadi, pakai konsultan, dihitung, dapatlah 15 persen. Hitung-hitungan kami, dengan 15 persen itu bisa dapat Rp 48 triliun. Kalau 5 persen, hanya Rp 28 triliun.
Ada tudingan 15 persen itu hanya strategi Anda membuka ruang negosiasi. Ujungnya imbalan juga….
Kalau gua pengen duit pun enggak berani main begitu. Karena itu semua rapat gua upload di YouTube, biar transparan. Coba, kalau gua mau main, nih, tinggal tempatkan saja orang-orang gua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo