Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mike Tyson dari Kendari

17 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA gedebak-gedebuk membuat para pegawai kantor Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara di Kendari kaget, Senin tiga pekan lalu. Ramai-ramailah mereka memburu ke tempat asal suara, ruang kerja Insinyur Alex, pimpinan Proyek Pemasaran Perbenihan Tanaman.

Tiba di sana, mereka amat terperanjat. Mereka melihat Insinyur Ma'ruf Djafar, Kepala Sub-Dinas Pengolahan Hasil dan Pemasaran Tanaman, sedang memiting leher koleganya. Kalah tenaga, Alex tak kehabisan akal. Teringat ulah petinju asal Amerika, Mike Tyson, saat berhadapan dengan Evander Holyfield, ia pun menggunakan giginya. Sementara si Leher Beton menggigit kuping Holyfield, Alex menggerogoti tangan si pemiting lehernya. Sambil menjerit kesakitan, Ma'ruf melepaskan pitingannya. Masih bernafsu, Alex hendak melayangkan tendangannya ke tubuh Ma'ruf. Untung, rekan-rekan mereka sesama pegawai berhasil menahannya. Selesai?

Belum. Ma'ruf melaporkan Alex ke polisi dengan tuduhan menganiaya dirinya. "Saya tidak terima. Tangan saya terluka dan berdarah, digigit Alex saat berkelahi," ujarnya. Alex pun dijemput polisi dan diperiksa.

Tapi, apa pasal? Terungkap perang tanding ala smack down itu adalah gara-gara apel yang rutin dilakukan tiap Senin pagi. Pada Senin nahas itu, Ma'ruf paling dulu masuk lapangan upacara. Ia mengambil tempat di barisan paling depan. Padahal, posisi itu tempat favorit Alex.

Nah, seusai apel, Alex menerobos ke ruang kerja Ma'ruf. Pintu ia banting. Ma'ruf, yang lagi asyik bekerja, kaget. Alex langsung nyerocos sambil menunjuk-nunjuk ke muka Ma'ruf. "Kau ini mau apa sebenarnya? Kenapa kau ambil posisiku dalam barisan saat apel pagi tadi?" kata Ma'ruf menirukan buncahan amarah Alex. Tak terima dengan perlakuan itu, Ma'ruf memiting koleganya sendiri.

Pekan lalu, Polisi Resor Kota Kendari mencoba menjembatani pertikaian soal "posisi"—yang memang sedang diributkan menjelang pemilihan presiden, 5 Juli nanti. "Kami sudah berbaikan di depan polisi," kata Alex, belakangan. Di depan polisi, Mike Tyson, eh…, Alex berjanji memberikan biaya pengobatan luka gigitannya kepada Ma'ruf. Selain itu, keduanya menandatangani akta perdamaian dan sepakat tak akan lagi berebut posisi apel. Mendingan menggigit apel malang, Lex.

Terperosok 'Cucak Bosok'

AWAS, jangan sembarangan menyanyikan Cucak Rowo, lagu yang populer lewat tenggorokan Didi Kempot. Akibat melantunkan lagu itu, Eka Yuli Susanti, 22 tahun, jadi pesakitan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Kamis pekan lalu.

Oleh Jaksa Syahroli, Eka didakwa merusak kehormatan dan nama baik Anira Dwi Damayanti, 28 tahun. Memang, lirik nyanyian Eka berbeda dengan yang dinyanyikan Didi Kempot karena syairnya telah diganti.

Peristiwanya terjadi Juli tahun lalu. Pagi-pagi pukul tujuh, Eka sudah asyik karaokean. Ketika ia beralih ke Cucak Rowo, ternyata ada yang sewot. Soalnya, pas bait "Perawane nek bengi nangis wae" (Sang perawan kalau malam menangis terus) ia ganti dengan "Perawan tuwek bosok enggak payu rabi" (Perawan tua busuk tidak laku kawin). Anira, tetangga depan rumahnya, merasa lagu itu ditujukan pada dirinya. Kontan saja ia melaporkan Eka ke Polisi Sektor Gayungan, Surabaya.

Awalnya, polisi cuek saja, wong perkara remeh-temeh kok diproses. Tapi Nyonya Aisyah, ibu kandung Anira, punya channel di polisi. "Saya kebetulan memiliki saudara di kepolisian sehingga kini perkaranya masuk pengadilan," dia memaparkan. Sang ibu tak terima anaknya dikatakan perawan tuwek bosok. Selain belum tua untuk ukuran gadis masa kini, Anira adalah nona sarjana yang lagi mengejar gelar master di Program Pascasarjana Universitas 17 Agustus, Surabaya. "Saya tak terima anak saya dilecehkan," kata Aisyah.

Eka kini sedang merenungi nasibnya. Ancaman hukuman menyanyikan lagu "Cucak Bosok" yang bernada menista orang lain itu sembilan bulan penjara. "Saya menyanyikan lagu itu sesuai dengan lirik sebenarnya dan tak ada keinginan menghina Anira," ujar Eka kepada Agus Raharjo dari TEMPO.

Berbeda dengan ibu Anira, ibu Eka tak punya koneksi di kejaksaan. Coba kalau punya, perkara itu mungkin bisa disasarkan ke keranjang sampah. Tinggal Eka sekarang beralih karaokean dengan lagu dangdut: "Ya, nasib, ya nasib, beginilah jadinya.…"

A. Raharjo (Surabaya), Dedy Kurniawan (Kendari)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus