Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, perlukah Hasyim Muzadi mundur dari jabatannya sebagai Ketua PBNU setelah resmi jadi calon wakil presiden? (7-14 Mei 2004) | ||
Ya | ||
66.06% | 576 | |
Tidak | ||
30.39% | 265 | |
Tidak tahu | ||
3.56% | 31 | |
Total | 100% | 872 |
Majunya dua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Hasyim Muzadi dan Salahuddin Wahid, ke atas ?ring tinju? pemilihan presiden menyisakan perdebatan. Apalagi setelah Hasyim Muzadi dengan tegas menyatakan tak bersedia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua PBNU. Calon wakil presiden pasangan Megawati ini mengaku akan nonaktif hanya saat kampanye.
Sikap ini mengundang reaksi beragam. Cendekiawan muslim Nurcholish Madjid menilai pilihan politik Hasyim mengkhianati Khitah NU 1926, yang menggariskan NU agar tidak terlibat politik praktis. Karena itu, ia berpendapat sebaiknya Hasyim mengundurkan diri dari jabatannya. ?Suatu ironi besar jika ketua umumnya melanggar khitah itu,? kata Nurcholish di sekretariat Perkumpulan Kembali Membangun Indonesia, 6 Mei 2004 lalu.
Mayoritas responden yang mengikuti jajak pendapat Tempo Interaktif berpendapat serupa. ?Menjadi calon wakil presiden bukanlah pekerjaan sambilan. Apalagi kalau ingin punya komitmen yang jelas terhadap kebangkitan bangsa ini,? kata Ninuk, responden asal Houston, AS.
Hasyim berkelit dengan menyatakan bahwa khitah tak melarang orang berpolitik. ?Khitah itu tidak boleh merangkap partai politik,? kata Cak Hasyim?panggilan akrabnya?usai menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, 11 Mei 2004. Selain itu, kata Hasyim, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU hanya melarang jabatan rangkap jika yang bersangkutan menjadi pimpinan partai politik.
Sekretaris PBNU, Masdar Farid Mas?udi, mengakui bahwa tidak ada aturan formal di PBNU yang mengharuskan seseorang harus mundur jika menjadi calon presiden atau wakil presiden. Namun, dia mengingatkan, ketika pemilu legislatif lalu, PBNU membuat aturan agar pengurus NU yang menjadi calon anggota legislatif nonaktif dari kepengurusan. ?Kalau calon anggota legislatif saja dinonaktifkan, apalagi calon wakil presiden,? tuturnya.
Indikator Pekan Ini: Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Ir. Sutjipto, saat menghadiri deklarasi Posko Pemenangan Mega-Hasyim Force di Nganjuk, Jawa Timur, 13 Mei lalu, menyatakan bahwa Megawati Soekarnoputri siap melakukan debat antar-calon presiden. Pernyataan ini menangkis tudingan banyak kalangan bahwa Megawati tak berani ikut debat karena tak punya visi dan platform jelas untuk menjalankan pemerintahan. ?Sejak dulu Bu Mega siap diajak berdebat dengan siapa saja,? kata Sutjipto. Debat itu diharapkan dapat menjadi forum bagi tiap-tiap calon untuk menyampaikan, menjelaskan, dan mempertahankan visi serta platformnya di hadapan publik. Menurut Anda, perlukah ada debat terbuka untuk mengetahui visi dan platform antar-calon presiden dan wakil presiden? Kami tunggu pendapat Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo