Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SENJA telah menghilang ketika Suparmin Atmadja dan Sulfan Sauri bergegas meninggalkan kantor pengacaranya di Jalan Cideng, Jakarta Pusat. Saat itulah mereka ditangkap polisi, lalu dibawa ke Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya. Tak lama diperiksa pada Kamis dua pekan silam, kedua pengusaha tersebut langsung ditahan.
Penahanan itu cukup mengejutkan. Sehari-hari Suparmin, 51 tahun, dikenal sebagai Presiden Direktur PT Bangun Mutiara Selatan. Jabatan Sulfan, 37 tahun, tak kalah mentereng. Dia menjadi Presiden Komisaris PT Sakanti Prima Ceria.
Terlilit utang? Bukan. Kedua pengusaha itu mendapat tuduhan serius: membobol Citibank sebesar US$ 2,3 juta atau sekitar Rp 19 miliar. Mereka dijerat dengan pasal penipuan, penggelapan, dan juga pasal pencucian uang.
Peluang untuk menggangsir dolar muncul saat PT Larcen and Tourbo Ltd., sebuah perusahaan importir batu bara di Mumbai, India, membutuhkan 40 ribu matriks ton batu bara. Perusahaan ini lalu menggandeng PT Sico Energy, penyedia batu bara di Indonesia.
Untuk pembayaran transaksi, Larcen membuka letter of credit (L/C) di Citibank Mumbai, India, senilai US$ 2,3 juta. Menurut Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Edmon Ilyas, surat utang ini asli. PT Sico lalu menunjuk Bank Mandiri Cabang Wolter Monginsidi sebagai bank penyerta. "Sampai di sini, semua transaksi benar," ujar Edmon.
Masalah timbul setelah Sico mensubkontrakkan pekerjaannya ke Bangun Mutiara, yang dipimpin Suparmin. Rupanya ia paham benar, untuk menjalankan proyek, dibutuhkan dana tak sedikit. Sang pengusaha lalu membuat dokumen agar kredit segera cair. Bersamaan dengan ini, Bank Mandiri sebagai bank penyerta menunjuk Bank Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta Pusat, sebagai bank yang mengurus pencairan L/C. Kebetulan, Bangun Mutiara adalah nasabah bank tersebut.
Setumpuk dokumen palsu?dokumen pengangkutan barang, surat keterangan bobot kapal, dan berbagai dokumen pendukung lainnya?disodorkan ke Bank Niaga. Dokumen itu seolah-olah menunjuk perusahaan Suparmin sebagai kuasa yang menerima pencairan L/C tersebut. Singkat cerita, Bank Niaga mempercayai dokumen itu dan langsung mencairkan dana L/C pada 16 April silam.
Lima hari kemudian, Bank Niaga Gajah Mada menerima surat dari Citibank Jakarta. Isinya mengabarkan bahwa Larcen menolak tagihan yang diajukan Citibank karena kiriman batu bara tak pernah sampai ke India. Mereka juga menemukan semua dokumen penunjang pencairan L/C tersebut palsu. "Manipulasi dokumen ini membuat kami dirugikan US$ 2,3 juta," kata Ditta Amahorseya, juru bicara Citibank.
Gegerlah petinggi kedua bank. Pihak Bank Niaga buru-buru menghubungi Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga yang ditugasi menelusuri aliran dana hasil pencucian uang. Tujuannya agar duit yang dibobol Suparmin bisa diselamatkan. "Kami memang menerima laporan dari Bank Niaga," ujar Garda Paripurna dari PPATK.
Dana hasil pembobolan ternyata disebar ke beberapa rekening. Di antaranya rekening PT Sakanti Prima Ceria dan rekening pribadi Sulfan. Itu sebabnya Sulfan ikut dijerat. "Uang itu untuk memenuhi kewajiban klien kami pada beberapa perusahaan," ujar Yoni, pengacara kedua tersangka.
Di mata Garda Paripurna, perbuatan kedua tersangka itu menyembunyikan uang hasil kejahatan termasuk dalam tindak pidana money laundering. Sesuai dengan Undang-Undang Pencucian Uang, mereka diancam hukuman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar. Hanya, Yoni berkeberatan. "Ini kan penipuan biasa," ujarnya.
Kecurigaan sempat timbul karena Suparmin dengan mudah mengelabui Bank Niaga. Hanya, menurut kepolisian, pihak bank memang tak perlu mengecek kebenaran keberadaan barang-barang yang ada dalam dokumen. Hal ini dibenarkan oleh Direktur Banking Bank Niaga James Rompas. "Seperti yang dibilang polisi, kami sudah melakukan prosedur baku," katanya.
Juli Hantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo