Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Mencari Jejak Pencipta Sang Penjaja  

Kurator tak menemukan relief atau patung Sarinah di daftar karya para seniman era Sukarno.

12 Januari 2021 | 00.00 WIB

Arsitek Yuke Ardhiati membandingkan tinggi patung yang berada di Gedung Sarinah, Jakarta, Desember 2020. Dok. Bincang Santai Relif Di Gedung Sarinah/Yuke Ardhiati
material-symbols:fullscreenPerbesar
Arsitek Yuke Ardhiati membandingkan tinggi patung yang berada di Gedung Sarinah, Jakarta, Desember 2020. Dok. Bincang Santai Relif Di Gedung Sarinah/Yuke Ardhiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Kurator tak mendapati patung Sarinah dalam arsip daftar karya sejumlah pematung era 1960-an.

  • Relief berukuran 11 x 3 meter itu memiliki sejumlah kesamaan dengan karya maestro Edhi Sunarso dan Harijadi Sumowidjojo.

  • Wajah perempuan di patung Sarinah mirip lukisan Djoni Trisno dan Batara Lubis dari Sanggar Pelukis Rakyat.

JAKARTA – Relief Gedung Sarinah dipenuhi misteri. Hampir setahun bekerja, tim konservasi gedung tersebut tak kunjung mendapati identitas pemahat gambar timbul berukuran sekitar 11 x 3 meter tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Berdasarkan karakter dan ciri relief, tim konservasi hanya menemukan keterangan bahwa karya seni rupa tersebut peninggalan era Sukarno. Namun penelusuran literasi dan catatan karya para seniman pada masa itu tak mencantumkan soal relief yang belakangan disebut oleh tim sebagai “Sang Penjaja” itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Saya tak hanya mencari informasi, tetapi juga menghubungi keluarga-keluarga para seniman, seperti Sudjojono, Harijadi, dan Edhi Sunarso. Mereka bilang bukan karya almarhum,” kata Yuke Ardhiati, doktor sejarah Universitas Indonesia, kepada Tempo, kemarin.

Awalnya, Yuke tengah menelusuri sebuah relief mozaik karya Edhi Sunarso berupa perempuan yang sedang duduk menjajakan buah. Berdasarkan penelusuran dokumen, patung tersebut pernah ditempatkan di lantai 14 Gedung Sarinah—yang diresmikan Bung Karno pada 15 Agustus 1966 dan namanya diambil dari nama pengasuhnya. Mereka menyebutnya “Sang Pelapak”.

Oktober lalu, ketika beredar kabar “penemuan” patung di lantai dasar Gedung Sarinah, dia mendatangi lokasi. Mereka mendapati relief gigantik berupa selusin laki-laki dan perempuan tengah menjajakan dagangan. Adapun Sang Pelapak sudah tidak ada.

Penelitian relief di ruang perawatan kelistrikan Gedung Sarinah, Jakarta, Desember 2020. Dok. Bincang Santai Relief di Gedung Sarinah/Yuke Ardhiati

Yuke kemudian menghubungi keluarga Edhi Sunarso (1932-2016), maestro pematung yang di antaranya membuat Tugu Selamat Datang di Bundaran HI dan Tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Dari keterangan anak almarhum, terendus jejak Patung Sarinah dalam arsip Edhi. Saat dia membangun diorama di Monumen Nasional pada 1963, timnya pernah membuat patung di Gedung Sarinah. Namun ahli waris Edhi mengatakan Sang Penjaja bukan karya sang maestro.

Penelusuran mereka lalu mengarah ke Seniman Indonesia Muda (SIM), khususnya maestro Harijadi Sumowidjojo (1919-1997). Harijadi membuat relief serupa di ruang VIP eks Bandara Kemayoran. Namun lagi-lagi ahli waris tak menemukan catatan soal patung Sarinah. Yuke memandang Harijadi sebagai figur family man, sehingga semua karyanya dia sampaikan dan dicatat oleh keluarganya. “Seniman dan keluarganya tak pernah mengakui karya yang bukan karyanya,” kata Yuke.

Petunjuk lain mengarah ke kelompok seniman di Sanggar Pelukis Rakyat (SPR), yang didirikan Hendra Gunawan dan Affandi. Menurut Yuke, terdapat kesamaan gaya realisme patung perempuan Sang Penjaja dengan karya anggota SPR, Djoni Trisno dan Batara Lubis. “Siapa pun pembuatnya, patung ini sangat indah dan layak kembali ditampilkan di Sarinah,” ujar penulis buku Bung Karno Sang Arsitek itu. Renovasi Sarinah dijadwalkan rampung pada Agustus mendatang.

Kurator Galeri Nasional, Sujud Dartanto, meyakini relief Sang Penjaja dibuat pada periode yang sama dengan pembangunan Gedung Sarinah, yakni 1962-1964. Tema besar patung tersebut juga serupa dengan banyak karya seni rupa yang dipesan Bung Besar pada periode itu, yaitu realisme sosial yang menampilkan semangat kerakyatan. Biasanya berupa laki-laki berotot dengan caping dan perempuan berkebaya. 

Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut mengatakan, dalam euforia kemerdekaan, Sukarno ingin menunjukkan semangat kerakyatan dalam berbagai karya seni. Berdasarkan catatan sejarah, Bung Karno meminta beberapa seniman ternama pada era itu membuat patung khusus di gedung atau bangunan yang menjadi landmark Jakarta, termasuk Hotel Indonesia dan Bandara Kemayoran; serta di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta.

Ide itu runtuh seiring dengan pergantian kekuasaan. Orde Baru menghapus semua hal yang berkaitan dengan sosialisme dan kerakyatan Sukarno. “Di sini narasinya mulai terputus,” ujar Sujud. “Sehingga catatan sejarah dan memori masyarakat bahkan tak mengingat sebuah karya besar yang berada di Gedung Sarinah selama puluhan tahun.”

FRANSISCO ROSARIANS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus