Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesibukan begitu terasa di Javan Langur Center (JLC) di Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu. Ada tamu penting dari Inggris. Itu sebabnya, tiga tukang kayu harus menyiapkan kamar khusus untuk mereka: kandang berukuran 15 meter dengan lebar 9 meter dan tinggi 8 meter.
Tamu yang sebenarnya tak asing bagi masyarakat di Jawa itu adalah Trachypithecus auratus alias lutung Jawa, atau biasa juga disebut budeng. Enam primata itu berasal dari Kebun Binatang Howletts di Kent, Inggris, hasil pertukaran dengan Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. Kebun binatang Howletts berhasil mengembangbiakkan lutung sehingga satwa itu dikembalikan.
"Ini untuk mengenalkan lutung terhadap tekstur batang kayu," kata Manajer Javan Langur Center Iwan Kurniawan pekan lalu. Petugas memasang pijakan dari aneka jenis ranting pepohonan untuk memudahkan lutung kembali ke habitat aslinya.
Menurut Iwan, pengembalian satwa ke habitat aslinya membutuhkan proses yang panjang. Mereka harus menjaÂlani adaptasi dengan iklim, buah, dan dedaunan lokal. Maklum, lutung Jawa ini lahir dan tumbuh besar di Inggris. Tim mengajarkan cara bertahan hidup di dalam hutan. "Salah satunya dengan membuat kelompok untuk mencari makan dan menghindari predator," ujarnya.
Lokasi pelepasan adalah hutan lindung Coban Talun, Batu, letaknya di lereng Gunung Anjasmoro-Arjuno seluas 120 hektare. Kawasan ini dipilih karena merupakan tempat tinggal lutung, kijang, musang, babi hutan, dan macan tutul. Namun populasi satwa ini semakin menyusut akibat perburuan. "Hutan ini juga memiliki 69 jenis tumbuhan yang menjadi pakan alami lutung," katanya.
Pada September tahun lalu, JLC melepas 13 ekor lutung ke hutan lindung Coban Talun, Batu. Para budeng ini terbagi dalam dua kelompok yang masing-masing dipimpin seekor pejantan berusia sembilan tahun, yaitu kelompok Tukul dan kelompok Rojali. Mereka adalah hasil sitaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur dari Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi.
Lutung bisa berumur sampai 20 tahun dan mulai dewasa pada umur empat tahun. Primata ini mempunyai panjang tubuh sekitar 60 sentimeter dengan ekor sampai 70 sentimeter dan berat tubuh 6 kilogram. Warna bulu hitam diselingi keperak-perakan. Bagian perut berwarna kelabu pucat dan kepala berjambul.
Habitat lutung tersebar di kawasan taman nasional dan hutan lindung di Tapal Kuda Jawa Timur. Setelah dilepas, lutung diawasi setiap hari mulai pagi hingga sore hari. Lima relawan JLC mengawasi pergerakan lutung, dari proses adaptasi, pakan alami, hingga perkembangan tiap kelompok. "Mereka dipantau pergerakannya," ujar Iwan.
Kini kawanan Tukul dan Rojali itu sudah bisa beradaptasi dengan lingkungannya dan mulai liar. Menurut Iwan, lutung hasil rehabilitasi lebih sulit kembali liar seperti binatang hasil tangkapan. Itu karena mereka telah banyak berhubungan dengan manusia. Namun anak yang dilahirkan di alam akan memiliki naluri liar karena tumbuh dan berkembang secara alami di habitat aslinya. "Ini yang menjadi target kami," ucapnya.
Seorang relawan, Samsul Subakri, turut membantu pengamatan lutung Jawa ini. Pria 44 tahun itu ikut turun ke hutan mencatat perkembangan lutung. Ia ingin menebus dosa karena pernah menjadi pemburu satwa liar. Sejak SMA ia kerap berburu lutung berbekal senapan angin kaliber 4,5 milimeter. Ia biasa beraksi di sekitar hutan Ngantang, Kabupaten Malang. "Saya ingin membayar utang ke alam," katanya.
Berdasar pengalaman itu, ia juga mendekati kelompok masyarakat dan petani di pinggir hutan lindung. Tujuannya mencegah perburuan liar. Ia mengingatkan masyarakat bahwa berburu lutung melanggar hukum dan diancam hukuman pidana. "Harapannya bisa mengurangi perburuan," ujarnya.
Menurut Kepala Balai Konservasi Jawa Timur Wilayah III Sunandar Trigunajasa, lutung Jawa diburu untuk diambil dagingnya. Polisi dan Balai pernah menangkap sepasang suami-istri yang berburu daging lutung untuk dibuat bakso di Lumajang, beberapa bulan lalu. "Perburuan marak terjadi di Lumajang, Jember, Situbondo, dan Banyuwangi," katanya.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Novianto Bambang, menjelaskan total populasi lutung di alam tinggal 3.000 ekor. Populasi ini, ujar dia, statusnya berbahaya dan mendekati kepunahan. Maklum saja, setahun paling banyak setiap kelompok melahirkan dua ekor bayi lutung. "Patroli akan ditingkatkan," katanya.
Novianto menuturkan Kementerian Kehutanan telah melepas 60 ekor budeng ke habitatnya. Mereka dilepas di Blok Ireng-ireng Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, Dataran Tinggi Hyang di puncak Gunung Argopuro, dan hutan lindung Coban Talun. Ia berharap keberadaan lutung Jawa itu menambah daya Âpikat obyek wisata selain air terjun Coban Talun. "Sekaligus bisa menjadi lokasi penelitian dan konservasi," ujarnya.
Eko Ari Wibowo, Eko Widianto (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo