Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ornamen patung di Museum Taman Prasasti.
Ada patung malaikat bersayap.
Banyak ornamen yang rusak.
SEPASANG calon pengantin dengan gaun dan setelan serba hitam terlihat memasuki gerbang Museum Taman Prasasti di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Beberapa orang terlihat membawa perlengkapan fotografi. Mereka memilih patung-patung malaikat yang ada di perkuburan sebagai latar pemotretan foto pra-pernikahan. Pemotretan berlangsung cukup leluasa tanpa gangguan pengunjung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siang itu, sebagaimana siang sehari-hari, pengunjung Museum Taman Prasasti hanya beberapa orang, tak lebih dari sepuluh. Perkuburan itu menampung lebih dari 1.300 nisan dan prasasti yang terbuat dari batu alam, marmer, dan perunggu. Suasana sepi dan adem, di bawah pohon-pohon rindang, membuat pengunjung leluasa melihat deretan nisan, prasasti, dan ornamen patung yang bertebaran. Ada banyak patung malaikat kecil bersayap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Contohnya di sebuah persimpangan jalan menuju Monumen Mayor Jenderal Johan Jacob Perrie. Di sana kita bisa menyaksikan dua patung malaikat kecil. Monumen Jacob Perrie adalah salah satu monumen yang paling mencolok, dengan warna hijau dan menjulang. Monumen itu adalah penanda Mayor Perrie, Komandan 1 Groote Militaire Afdeling (Divisi Militer Besar) di Jawa, yang dianugerahi penghargaan Order of the Lion Belanda. Dari arah pintu masuk, pengunjung bisa menyusur menuju jalur ke monumen itu. Dua patung malaikat kecil tersebut bersayap. Kepala mereka tertunduk. Tangan mereka yang tak utuh masih memegang setangkai bunga. Sayap mereka patah. Yang satu hanya tersisa pangkal sayapnya, sementara patung yang lain tersisa satu sayap saja.
Patung mailaikat di Museum Taman Prasasti di Jakarta, 27 Juni 2023. Tempo/Magang/Andre Lasarus Benny
Kebanyakan bagian tubuh ornamen patung tak lengkap. Rata-rata sayap mereka patah. Tangan mereka pun buntung. Patung penanda nisan Clairj Jonker (8 Mei 1927-20 Mei 1930), misalnya, hanya tersisa separuh badan dan dua tangan di depan lutut. Bagian pinggul ke atas hilang seperti bekas terpotong. Bahkan ada patung malaikat kecil yang hanya tersisa bagian kaki. Bagian badan ke atas jatuh tergeletak di bagian dudukan. Cuma beberapa patung malaikat kecil ini yang relatif utuh, seperti pada patung nisan Soe Hok Gie atau pada nisan keluarga Leyzers Vis, yang memperlihatkan patung anak perempuan memeluk salib. Patung tersebut menunjukkan ekspresi kesedihan. Pada lapiknya ada tulisan bahasa Belanda yang terjemahannya adalah “Di sini beristirahat kekasih kami, Michel, Bernard, Henri, Martin, Leyzers. Lahir pada 22 Februari 1885 di Pontianak. Wafat pada 2 Agustus 1899”.
Selain melihat patung-patung malaikat bersayap, pengunjung akan menjumpai patung perempuan seperti tengah meratap, berdiri menundukkan kepala dengan alas tangan yang bertumpu pada bongkahan batu. Atau patung perempuan menangis. Ia duduk bersimpuh, bertumpu pada sesuatu. Tangan kanannya menutup muka. Dari keterangan di museum, patung ini disebut Patung Crying Lady.
“Patung ini dibuat untuk merefleksikan penderitaan seorang pengantin baru yang ditinggalkan pergi suaminya yang meninggal karena wabah malaria di Batavia,” demikian tertulis di papan. Di bagian pojok kanan terdapat ukiran bertulisan “SCVLP Carminati Milano 907/1907 Italia”.
Eko Wahyudi, pemandu di Museum Taman Prasasti, menjelaskan bahwa patung-patung malaikat tersebut sebenarnya adalah ornamen permakaman. Pihak museum menata sejumlah ornamen tersebut. Ada yang diletakkan di tanah dengan dudukan, di dekat nisan prasasti, atau di titik-titik persimpangan. Di nisan Soe Hok Gie, misalnya, sebenarnya tidak ada patungnya. Tapi kemudian di nisan tokoh yang mati muda itu diletakkan patung malaikat kecil.
Patung malaikat di Museum Taman Prasasti di Jakarta, 27 Juni 2023. Tempo/Magang/Andre Lasarus Benny
Eko menjelaskan, biasanya orang Eropa yang beragama Katolik memajang patung malaikat untuk memperlihatkan strata dan kekayaan mereka. “Patung malaikat itu aslinya untuk ornamen permakaman Katolik, sementara untuk permakaman VOC (Protestan) tidak ada,” ujarnya. Ornamen patung-patung tersebut terbuat dari marmer carara dari Italia. Sayang, patung-patung tersebut perlahan rusak karena berbagai faktor. Dia menuturkan, faktor-faktor itu antara lain seleksi alam karena dipajang di luar ruangan, terkena patahan dahan pohon, atau ada kesalahan manusia, membuat bagian-bagian yang ringkih jadi patah.
Museum seluas 1,2 hektare ini menyimpan koleksi nisan kuno dan beberapa miniatur makam yang khas dari berbagai provinsi di Indonesia. Semula museum ini merupakan permakaman umum bernama Kebon Jahe Kober seluas 5,5 hektare yang dibangun pada 1795. Setidaknya terdapat 32 orang, seperti tokoh dari Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC), pejabat, istri Thomas Stamford Raffles, dan pastor Belanda, yang dimakamkan di sana. Permakaman ini menggantikan perkuburan di samping Gereja Nieuw Hollandsche Kerk, yang kini menjadi Museum Wayang di kawasan Kota Tua, Jakarta. Pada 9 Juli 1977, permakaman Kebon Jahe Kober dijadikan museum, yang kemudian dibuka untuk umum dengan beberapa koleksi. Seiring dengan waktu, koleksi bertambah dari berbagai tempat.
Patung wanita di Museum Taman Prasasti di Jakarta, 27 Juni 2023. Tempo/Magang/Andre Lasarus Benny
Dalam buku Membuka Takbir Makna Batu Nisan Belanda, Lilie Suratminto menyarankan perlunya penataan ulang tempat peletakan patung di Museum Taman Prasasti. Menurut dia, beberapa patung malaikat yang disatukan tempatnya dengan batu-batu nisan VOC tidak tepat. “Ini sangat tidak masuk akal mengingat misi yang diemban VOC sejak didirikan adalah memerangi Spanyol dan Portugis di seberang lautan,” tulisnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Seno Joko Suyono berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Para Malaikat Tak Bersayap"