Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
VILA itu berdiri di tengah hutan pinus di punggung bukit Cisuren, Puncak, Bogor. Luas rumah tetirah dua lantai itu sekitar 300 meter persegi. Di bagian belakang lahan seluas 1.500-an meter persegi itu terdapat kolam renang. Airnya tak pernah susut karena dipasok sebuah mata air di balik hutan itu. Di sekelilingnya, pinus-pinus tua seperti mengepung. Lingkar batangnya melebihi pinggang orang dewasa dan tingginya setara dengan gedung bertingkat 10.
Di tengah Cisuren, vila itu memang kelihatan mencolok. Mestinya, kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bogor Adrian Aria Kusuma, di wilayah itu tidak boleh ada bangunan. Itu diatur dalam Keputusan Presiden No. 114 tahun 1999 tentang Tata Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur dan Peraturan daerah tentang rencana tata ruang kawasan Puncak tahun 2000-2010. "Haram di sana membangun vila," ujarnya.
Anehnya, pemilik Vila Kinta, Deddy Harsono, menyatakan memiliki izin membangun vila tersebut. Benar, ternyata Deddy memang mengantongi semua surat izin, termasuk izin mendirikan bangunan (IMB) dari Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor. Bagaimana mungkin itu terjadi karena Deddy membangunnya pada 2004, setelah kedua peraturan tersebut dibuat?
Tempo menelusuri penerbitan IMB itu. Untuk mendapatkan izin ini, pemilik Kinta harus menyertakan izin peruntukan tanah (IPT) yang menyatakan di lokasi itu boleh ada bangunan. Izin tersebut dikeluarkan Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bogor. Menurut Cipta Karya, Deddy menyerahkan surat itu saat mengajukan IMB. Deddy mengguna-kan IPT palsu?
Ternyata tidak. Surat itu 100 persen asli! Dinas Tata Ruang mengaku pihaknya memang menerbitkan IPT untuk Deddy. Namun, menurut Gunawan, Kepala Bidang Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, lokasi yang dimintakan IPT-nya oleh Deddy bukan terletak di lokasi Vila Kinta sekarang. "Bangunan yang sekarang jelas-jelas berdiri di kawasan hutan lindung," ujarnya.
Gunawan berkisah, saat mengajukan izin peruntukan tanah kepada dinasnya pada 2004, Deddy menunjuk lokasi vila di wilayah untuk permukiman. Saat petugas tata ruang memverifikasi lokasi itu di lapangan, lokasi yang diminta Deddy memang benar terletak di kawasan permukiman. Karena tak ada masalah dengan lokasi, Dinas Tata Ruang pun me-ngeluarkan IPT.
Eh, ketika Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor melakukan survei pada awal tahun ini, lokasi Vila Kinta sudah berubah. "Lokasinya bergeser masuk jauh ke kawasan hutan lindung," kata Gunawan. Jaraknya dari lokasi awal yang sudah diterbitkan IPT-nya sekitar 700 meter. Deddy pun menolak tuduhan Gunawan. "Tidak benar saya izin (mendirikan vila) di mana, terus saya taruh di situ. Jelas-jelas ada izin tertulis dan alamatnya benar-benar di sana," ujarnya.
Menurut Deddy, ia membeli lahan vila itu pada 2003 dari Sihombing. Ia menolak menyebutkan luas tanah dan harganya. Sebelum jadi Vila Kinta, ujar dia, di sana berdiri semacam padepokan pencak silat. "Saya tidak tahu apakah itu dulunya lahan hijau atau peruntukan lain. Karena izinnya dulu jelas, (bahwa) itu lahan peruntukan peristirahatan, saya memba-ngun vila ini," katanya.
Wakil Ketua I Dewan Pengurus Asosiasi Peng-usaha Indonesia Kabupaten dan Kota Bekasi ini menambahkan, ia tidak menyuruh orang lain mempro-ses perizinan Kinta. "Saya urus sendiri semuanya sampai selesai. Saya ingin semua (proses perizinan) itu clear, karena saya tahu di sana itu problemnya," kata dia.
Tapi Gunawan menyodorkan bukti lain. Kantornya memiliki catatan koordinat Vila Kinta dari alat penentu posisi berbasis satelit (Global Positioning System). Hasilnya menunjukkan bahwa lokasi Vila Kinta jauh bergeser dari izin yang diberikan kepadanya (lihat "Peta Lokasi Vila Kinta"). Anehnya, meskipun memiliki bukti kuat, Dinas Cipta Karya tidak memasukkan vila ini ke daftar vila di Cisuren yang diusulkan untuk dibongkar oleh Satuan Polisi Pamong Praja.
Lebih aneh lagi nasib vila-vila di sekitar Vila Kinta. Vila Budihardjo, misalnya. Pembangunan vila di atas lahan seluas 3.500 meter persegi itu kini sudah memasuki tahap akhir. Meskipun lokasinya persis di samping Vila Kinta-Deddy Harsono menjualnya kepada Budihardjo setahun lalu-Dinas Cipta Karya toh memasukkan vila ini ke daftar pembongkaran.
Vila Handojo, yang lokasinya tak jauh dari Kinta, juga tidak akan selamat dari penggusuran. Bertengger di tubir bukit berkemiringan lebih dari 45 derajat, vila ini berlantai empat! Atap gentingnya tampak dari bukit sebelah yang berjarak satu kilometer. Jika udara di kawasan puncak lagi bagus-bagusnya, Vila Handojo dapat terlihat dari perkebunan Gunung Mas, sekitar tiga kilometer dari Cisuren.
"Vila ini tidak hanya merusak ekosistem, tapi juga membahayakan penduduk yang ada di bawah lereng," ujar Jajat Sudrajat, Kepala Desa Tugu Utara, yang memangku kawasan 57 hektare ini. Pada musim hujan, kawasan permukiman di Cisuren bawah, yang selama ini bebas banjir, sejak lima tahun lalu sering dilanda tanah longsor. Februari lalu, tiga rumah ambruk diterjang adonan lumpur dari perbukitan di atasnya.
Jika sudah begitu, Pemerintah Kabupaten Bogor mesti bertindak adil. Kalau memang sama-sama merusak ekosistem dan melanggar aturan, semua vila di bukit Cisuren harusnya dibongkar. Jangan sampai ada noktah yang tersisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo