Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Nyi Roro Kidul Versus Salamullah

8 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahwa di bumi Indonesia sedang terjadi perang politik, semua orang tampaknya mafhum. Situasinya carut-marut karena serba tak jelas. Ada kubu Habibie, ada kutub Megawati, ada lagi barisan "poros tengah", dan mungkin disusul gebrakan "poros halang". Apalagi yang diperebutkan soal lumayan gawat: kursi presiden dan kursi parlemen—yang sisa-sisanya tengah diributkan partai gurem. Itu di alam nyata, yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Tapi siapa bisa menebak perang tersembunyi di alam metafisik, yang tak kalah hebatnya? Jangan dulu menganggap sepele. Begini ceritanya. Jemaah Salamullah yang dipimpin Lia Aminuddin, beberapa bulan terakhir ini, sedang bertempur dengan Nyi Roro Kidul, penguasa laut selatan. Menurut kepercayaan Lia—yang mengaku sebagai Imam Mahdi dan perwujudan dari Malaikat Jibril—Roro Kidul saat ini telah menguasai jagat Nusantara. "Nyi Roro Kidul adalah iblis paling powerful di Indonesia," kata Lia kepada wartawan TEMPO Ardi Bramantyo. Info tentang Roro Kidul itu, kata Lia, ia dapat dari Jibril sendiri. Untuk membendung kekuatan jahat itu, Lia langsung mengambil ancang-ancang. Ia mengambil inisiatif menyerang, sebelum keburu dihantam badai laut selatan. Awal Juli lalu, misalnya, Lia bersama 50-an anggota Salamullah mendemo Hotel Samudera Beach di Pelabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Di situlah, di lantai 8, tersedia sebuah kamar khusus, yang dikenal angker, untuk "menjamu" sang Nyai. Mereka membentangkan spanduk, memprotes manajemen hotel, selain berteriak-teriak menghujat dedemit pantai selatan itu. Gayung bersambut. Kini, Roro Kidul membalas. Lia Aminuddin merasa badannya selalu sakit-sakit sehabis melakukan "upacara" pertempuran metafisik tersebut, yang tak kalah serunya dengan perang bintang ala negara adidaya. Ayam dan ikan hias Lia mati mendadak. "Nasi yang ditanak di rumah saya selalu saja basi dan berwarna merah," kata Danarto, budayawan yang juga salah seorang anggota Salamullah, menggambarkan kedahsyatan perang tersebut. Lalu, di mana hubungannya dengan dunia politik? Menurut Lia, soalnya, Roro Kidul saat ini sering dijadikan beking politisi untuk meraih kekuasaan. Seorang jemaah Salamullah membisiki TEMPO bahwa konon calon presiden dari PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, termasuk yang dijaga. Menurut Lia, kabar itu baru betul jika "Megawati pernah melarung (melepas sesajen ke laut selatan untuk Nyi Roro Kidul)." Tapi Lia menyinyalir sumpah darah yang sering dilakukan pendukung Megawati sangat dekat dengan perbuatan iblis. "Megawati perlu waspada," ujarnya. Betulkah? Kubu PDI Perjuangan tentu saja menolak tuduhan ini. "Ha-ha-ha.… Tidak benar itu," kata Taufik Kiemas, suami Megawati, geli. Tidak jelas siapa yang benar. Tapi, kalau politik di Tanah Air saat ini sudah sampai pada tahap yang menggelikan, rasanya sudah pasti benar.


Mutasi Ajaib Kepala Catatan Sipil

PERKAWINAN dan kematian tentu bukan dua hal yang punya hubungan langsung. Pun kalau ada orang yang pindah profesi—dari yang biasanya mengurus perkawinan menjadi pengurus kematian—hal itu tidak juga membuktikan bahwa kedua peristiwa yang sama-sama dirahasiakan Tuhan terhadap manusia itu punya hubungan. Jauuuh… banget, pendeknya, apa pun logika-nalar yang dipakai. Tapi itulah yang terjadi pada Andi Rifa'i Achmad, Kepala Kantor Catatan Sipil Semarang. Pria yang telah mengabdi selama sembilan tahun di kantornya itu, akhir Mei lalu, dimutasikan menjadi Kepala Dinas Pemakaman Semarang. Ia, yang biasa mengurus tetek-bengek pernikahan, kini harus membiasakan diri mengurus tetek-bengek kematian: dari urusan liang lahad, administrasi orang meninggal, sampai aturan lahan pemakaman. Waduh! Mutasi ajaib terhadap pria berusia 52 tahun itu tentu saja bukan tanpa alasan. Andi dianggap menerima suap dari warga yang membuat akta cerai atau akta kelahiran. Ia juga dituduh "ada main" dengan Maria Mustika, bawahannya. Berdasarkan tuduhan-tuduhan itu, oleh Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) Jawa Tengah, Muchatif, si Andi diketuk palu telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 30/1980 mengenai disiplin pegawai negeri sipil. Andi tentu menolak semua tuduhan itu. Hubungannya dengan Maria Mustika dianggapnya hanya hubungan fungsional biasa, tak lebih dan tak kurang. Soal menerima suap, disebutnya bahwa itu sekadar isapan jempol orang yang tak suka terhadap prestasinya meraih penghargaan tingkat nasional selama memimpin kantornya. Ia bahkan telah mengirimkan somasi kepada Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto dan akan menggugat Sekwilda Muchatif. "Seandainya hasil pemeriksaan itu benar, seharusnya hasilnya dirahasiakan dan tidak dibuka di depan publik," kata Andi kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Nasib Andi sendiri tampaknya belum akan segera jelas. Soalnya, Gubernur Jawa Tengah menilai keputusan mutasi itu sah secara prosedural. Andi kelihatannya memang harus siap sebagai kepala kuburan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum