Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong bank kecil untuk bergabung dengan bank yang lebih besar agar tercipta ekosistem industri keuangan yang efisien. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK, Boedi Armanto, mengatakan dorongan itu sudah dikemukakan sejak akhir tahun lalu. “Terutama kepada bank lokal dan tidak harus berbentuk merger. Bank kecil dapat dijadikan bank satelit untuk tujuan tertentu,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Boedi, di tengah ketatnya persaingan, bank kecil harus mengimbangi laju bank yang lebih besar dengan cara menambah modal. Apalagi, kata dia, di tengah ekspansi kredit dan ketatnya likuiditas, yang di dalamnya bank saling berebut dana masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, dari total 115 bank umum, sebanyak 80 bank merupakan bank kecil dengan modal inti di bawah Rp 5 triliun. “Dengan kondisi saat ini, jika mereka tidak bisa berkembang, kami sarankan untuk mencari partner. Bisa juga menjadi bank digital atau untuk tujuan lainnya,” ujar dia.
Presiden Direktur Bank Mayapada, Haryono Tjahjarijadi, mengatakan pelaku industri sudah menyadari akan pentingnya konsolidasi agar kinerjanya tak tergerus. “Namun tidak bisa dipaksakan karena peraturan yang semakin ketat dan harus mengedepankan prinsip kehati-hatian,” ujar dia.
Haryono mengatakan baik bank besar maupun bank kecil butuh waktu untuk menyiapkan diri serta meningkatkan kapasitasnya sebelum menjajaki merger ataupun akuisisi. “Karena butuh bank yang mumpuni secara ukuran ataupun kemampuannya, termasuk modal yang sangat besar,” ucapnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, penyaluran kredit perbankan hingga Januari 2019 tumbuh 11,01 persen (year on year). Derasnya pertumbuhan kredit tak diimbangi dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang melambat, dari 8,5 persen menjadi 5,1 persen. Hal tersebut juga tercermin dari rasio kredit terhadap simpanan perbankan yang meningkat, terutama pada kelompok perbankan BUKU III yang mencapai 103,37 persen.
Direktur Utama Bank Dinar, Hendra Lie, mengakui adanya persaingan ketat memperebutkan DPK sejak akhir tahun lalu. Menurut dia, hal ini terjadi pasca-kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate 175 basis point (bps). “Bank BUKU III menawarkan bunga yang jauh di atas BUKU I. Hal itu membuat kami harus menaikkan bunga untuk menjaga portofolio,” katanya.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan hingga saat ini lembaganya berupaya memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan agar merata dan mencukupi. “Januari lalu kami masih menginjeksi likuiditas. Februari ada operasi moneter. Jadi, ada penyerapan dan penyaluran ke bank yang membutuhkan,” ujar dia.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, berujar perebutan likuiditas tak terlepas dari persaingan bank yang kurang ideal. “Jumlah bank terlalu banyak. Jadi, akuisisi dan merger harus dipercepat,” ucapnya. “Bahkan capping atau pembatasan bunga deposito tidak lagi bisa menyelesaikan masalah selama persaingan masih ketat.” GHOIDA RAHMAH
Lambat Rampingkan Jumlah Bank
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo