Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA tahanan itu meriung di ruang tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya: Agus Condro, Komisaris Arafat Enanie, dan Daniel Sinambela. Mereka menyimak pengakuan penghuni baru, Mindo Rosalina Manulang. Sabtu siang tiga pekan lalu, Rosalina telah dua malam menginap di ruang tahanan.
Direktur Marketing PT Anak Negeri itu ditangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis malam. Ia dituduh mengantar Mohammad el-Idris, Direktur PT Duta Graha Indah—kontraktor proyek pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang—menyerahkan duit suap kepada Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam.
Di ruang 2 x 3 meter, menurut Daniel Sinambela, Rosalina mengatakan, ”Saya akan dikorbankan.” Memakai celana selutut abu-abu dan kaus putih, ia menceritakan detail perkara yang menjeratnya. Matanya sembap. Ia lalu mengatakan hanya menjalankan perintah Muhammad Nazaruddin, pendiri PT Anak Negeri dan Bendahara Umum Partai Demokrat.
Menurut Daniel, Rosalina bahkan menyebutkan keterlibatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam perkaranya. Di antaranya Angelina Sondakh, politikus Partai Demokrat yang menjadi koordinator anggaran Komisi Olahraga Dewan, dan Wayan Koster, anggota komisi yang sama dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Keduanya dituduh berperan dalam urusan anggaran proyek wisma atlet. Kata Daniel, Rosalina mengatakan, ”Komunikasi anggaran proyek ini dilakukan Nazaruddin lewat Angelina dan Koster.”
Daniel, tersangka perkara penggelapan, siang itu didampingi istrinya, penyanyi Joy Tobing. Agus, tersangka perkara suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, dan Arafat Enanie, terpidana perkara mafia hukum, terus mendengarkan. Begitu juga Kamarudin Simanjuntak, yang ketika itu masih menjadi kuasa hukum Rosalina. Agus Condro semula menduga perempuan itu serampangan menyebut Koster, koleganya di PDI Perjuangan. ”Tapi berulang kali ia menegaskan nama Koster,” katanya Kamis pekan lalu.
Mengutip Rosalina, Kamarudin mengatakan Angelina dan Wayan Koster merupakan ”koordinator” untuk mengamankan anggaran proyek Rp 191 miliar itu. Seorang anggota Dewan menjelaskan, dalam rapat komisi, tidak ada pembahasan terperinci setiap pos anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga. ”Detailnya dibahas di badan anggaran,” ujarnya. Nazaruddin juga merupakan anggota badan anggaran itu.
Angelina menyangkal keras terlibat perkara ini. ”Demi Allah dan anak saya, saya tak pernah minta jatah,” katanya Jumat pekan lalu. Ia menyebutkan semua keputusan komisi dibahas bersama. Wayan juga membantah. ”Semua proses penetapan anggaran untuk wisma atlet dilakukan secara terbuka dan transparan,” ujarnya. Ia pun menyatakan semua anggota Komisi Olahraga dilibatkan.
Adapun Nazaruddin belum bisa dimintai konfirmasi. Pertanyaan tertulis yang dikirimkan lewat surat elektronik belum dibalasnya. Namun, Kamis dua pekan lalu, ia mengirim pernyataan tertulis, membantah kenal Rosa. ”Saya juga tidak tahu-menahu soal kasus itu,” katanya.
KEPADA penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu dua pekan lalu, Rosalina secara gamblang menceritakan keterlibatannya dalam urusan proyek wisma atlet. Itu dimulai pada Juni 2010, ketika ia diajak makan malam bosnya, Muhammad Nazaruddin, di sebuah restoran makanan laut di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Di situ ternyata sudah menunggu Wafid Muharam, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Ia mengatakan awalnya tidak mengetahui materi pembicaraan. Pada saat makan malam, ternyata dibahas proyek wisma atlet SEA Games. Menurut dia, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan, Wafid ketika itu bertanya, ”Apakah ada perusahaan yang bisa menangani proyek wisma atlet?”
Menurut Rosalina kepada penyidik, Nazaruddin menjawab, ”Perusahaan BUMN sudah bagus-bagus. Duta Graha Indah juga sangat recommended mengerjakan proyek ini.” Nazaruddin lalu memerintahkan Rosa ”membawa” Duta Graha Indah ke Wafid: ”Siapa tahu ada yang bisa dikerjakan.”
Sepekan setelah itu, Mohammad el-Idris, Direktur Duta Graha, datang ke Gedung Tower Permai, Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan, tempat sejumlah perusahaan Nazaruddin berkantor. Ia minta dikenalkan dengan Wafid. Rosalina mengiyakan, lalu mengantarkan Idris dan Dudung Purwadi, Direktur Utama Duta Graha, ke kantor Wafid. Sang Sekretaris Kementerian setuju Duta Graha perusahaan yang ”bagus” dan ”akan dipertimbangkan untuk menggarap proyek wisma atlet”.
Beberapa hari kemudian, Rosalina dipanggil Nazaruddin ke kantornya di lantai 6 Gedung Tower Permai. Dia dimintai laporan soal pertemuan Idris dengan Wafid. ”Berapa success fee-nya kira-kira, Ros,” kata Nazaruddin menyela. ”Belum ada pembicaraan, Pak,” jawab Rosalina, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan.
Proses lelang proyek wisma atlet digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga pada pertengahan tahun lalu. Seperti yang sudah diduga, tanpa hambatan, Duta Graha tampil sebagai pemenang.
Sumber Tempo mengatakan kemenangan perusahaan yang berkantor di daerah Melawai, Jakarta Selatan, ini juga tak lepas dari campur tangan Nazaruddin. Sebab, dari sisi penawaran harga dan kemampuan teknis, Duta Graha kalah jika diadu dengan perusahaan negara. ”Ada yang menekan direksi-direksi BUMN untuk mundur dari lelang,” katanya.
Di depan penyidik KPK, Rosa mengaku Duta Graha menang karena sanggup memberi komisi 15 persen dari nilai proyek. ”Dua persen untuk Wafid dan 13 persen untuk Nazaruddin,” ujarnya.
Semula, fee dua persen dinilai terlalu kecil oleh Wafid. Dia sempat meminta lima persen. Namun Idris mengatakan hanya sanggup memberi dua persen. ”Lima persen terlalu besar, Pak,” ujar Idris, seperti ditirukan Rosa.
Erman Umar, kuasa hukum Wafid, membantah ada permintaan fee itu. ”Dana itu pinjaman untuk dipakai sebagai dana talangan,” katanya.
Dua hari setelah Rosa memberikan keterangan ”blakblakan” itu, keterangannya berputar 180 derajat. Ia pun mencabut surat kuasa kepada Kamarudin. Dalam pernyataan tertulis bermeterai, ia mengganti pengacara. Ia kemudian menunjuk Djufri Taufik sebagai kuasa hukum. Berganti pengacara, berganti pula keterangannya. ”Saya bukan anak buah Nazaruddin,” ujarnya Kamis pekan lalu.
Djufri mengatakan pengakuan soal keterlibatan Nazaruddin diberikan karena Rosalina dalam kebingungan. ”Setelah saya menjadi pengacara, dia tidak pernah menyebut Nazaruddin,” katanya.
MUNCULNYA Nazaruddin dalam pusaran perkara semula tak dinyana Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut sumber Tempo, informasi penangkapan Rosalina diperoleh kalangan dekat Nazaruddin tak lama setelah perempuan itu dicokok KPK. Ada dugaan, ketika ditangkap dan diinterogasi, Rosalina menghidupkan salah satu telepon selulernya sehingga ”terpantau” sang atasan.
Kolega Rosalina di Gedung Tower Permai bergerak cepat. Sejumlah tenaga pengamanan siaga satu di depan gedung. Beberapa orang lain berusaha memindahkan dokumen menggunakan sejumlah mobil. Empat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang bergerak ke kantor tersebut malam itu menyetop satu mobil pembawa dokumen. Malam itu Gedung Tower dijaga beberapa lelaki berperawakan sangar.
Sumber yang sama mengatakan Albert Panggabean, orang dekat Nazaruddin, sempat turun dan adu mulut dengan penyidik. ”Namun akhirnya dokumen penting berisi cek dan dokumen lelang dapat diselamatkan KPK,” katanya. Saat dimintai konfirmasi, Albert membantah. ”Tidak ada itu,” ujarnya.
Menyadari tengah berhadapan dengan bukan ”orang sembarangan”, keesokan harinya KPK datang lagi ke Gedung Tower membawa pasukan Brimob berbekal surat perintah penggeledahan. Dalam aksi pagi itu, KPK menyita sejumlah dokumen.
Bagaimanapun, posisi Nazaruddin sebagai petinggi partai membuat petinggi KPK ekstra-hati-hati. Tiga hari setelah penggerebekan Gedung Tower, semua petinggi komisi antikorupsi itu masuk kantor pada akhir pekan. Mereka menggelar rapat. Dimulai Sabtu siang, rapat berakhir Ahad pukul 01.00 dinihari. Dalam rapat itu, mereka menghitung risiko bila perkara ini betul-betul merembet ke Nazaruddin.
Adapun Nazaruddin tak tinggal diam. Pada 26 April lalu, dia mengirim pesan ke telepon seluler Ade Raharja, Deputi Penindakan KPK. Isinya bernada mengancam: ”Saya tahu Anda main di kasus lain, hati-hati akan saya bongkar.” Pesan itu, menurut sumber Tempo, dikirim dari nomor telepon Nazaruddin.
Ade Raharja tak membalas pesan itu. Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah juga dikirimi pesan. Tapi, menurut sumber itu, pesannya tak bernada ancaman.
Ancaman lebih keras buat Chandra diterima pada pekan terakhir April. Ia tiba-tiba dihampiri seseorang yang menuduhnya menerima sogokan Rp 25 miliar. Orang yang sama mengancam akan menyebarkan rumor itu. Ketua KPK Busyro Muqoddas tak lepas dari ancaman. Ia didatangi seseorang yang menuduhnya pernah menerima Rp 10 miliar.
Pada Ahad 1 Mei, petinggi KPK menggelar rapat lagi yang berakhir pada pukul 01.00 dinihari. Dalam rapat itu, mereka kembali membahas Nazaruddin dan perkembangan kasus wisma atlet. Di sela-sela itu, terlontar pula obrolan soal ancaman Nazaruddin. Menghadapi petinggi partai, sempat muncul kekhawatiran bahwa serangan balik akan kembali datang—seperti pernah terjadi sebelumnya, yang kemudian dikenal sebagai ”Cicak versus Buaya”.
Pembahasan Nazaruddin digelar lagi esok harinya. Rapat Senin itu juga berakhir pukul 01.00. Ketika dimintai konfirmasi, Chandra menolak berkomentar. Adapun Ade Raharja tidak membantah ataupun membenarkan. Melalui telepon seluler, ia hanya menulis pesan pendek: ”Hehehe….”
Setri Yasra, Anton Septian, Anton Aprianto, Fanny Febiana
Noda Sebelum Pesta
Enam bulan lagi, pesta olahraga Asia Tenggara dilaksanakan di Tanah Air. Sebagian besar atlet negara tetangga bakal menempati wisma atlet di kawasan Jakabaring, Palembang. Sayang, pembangunan wisma bagi para olahrawagan ini ternyata diwarnai kasus suap yang terjadi tiga pekan lalu. Politikus, birokrat, dan pengusaha ikut menodai pesta ini jauh sebelum dihelat.
SOUTH EAST ASIAN GAMES XXVI
WISMA ATLET BERMASALAH
Fisik bangunan:
Terdiri atas tiga gedung: Blok A, Blok B, dan Blok C.
KRONOLOGI KASUS
Juni 2010
Nazaruddin bersama Rosa bertemu dengan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam. Nazaruddin merekomendasikan PT Duta Graha Indah untuk membangun wisma atlet di Jakabaring, Palembang.
Awal Desember 2010
Duta Graha Indah memenangi tender di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
25 Desember 2010
Tiang pancang wisma atlet didirikan.
20 April 2011
Mohammad el-Idris merencanakan pembagian komisi untuk Wafid. Sepekan sebelumnya, Wafid meminta komisi ke Idris melalui Rosa.
21 April 2011
Pukul 16.00: Idris dan Rosa menemui Wafid di kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga. Di sini Idris memberikan map yang memuat satu amplop putih berisi tiga lembar cek BCA senilai Rp 3,2 miliar.
Pukul 18.00: Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo