Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGANGKATAN Agung Kuswandono sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai menandai sebuah perubahan penting di sentral pabean itu. Pos yang menjadi tulang punggung penerimaan kas negara itu sekarang bukan lagi "monopoli" birokrat senior seperti era sebelumnya. Dirjen baru yang usianya 44 tahun ini menggantikan Thomas Sugijata, yang segera pensiun. Pejabat sebelum Thomas, Anwar Suprijadi, pun diganti karena pensiun.
Jika sejumlah harapan diletakkan pada Agung, sejatinya itu bukan karena faktor usia saja. Sarjana kehutanan lulusan Institut Pertanian Bogor ini dikenal berani membersihkan rimba raya kepabeanan. Ia teguh menghadapi "binatang buas" yang selama ini membekingi para penyelundup dan pengemplang cukai.
Saat menjabat Kepala Bea-Cukai Bandara Soekarno-Hatta, ia memerintahkan penyegelan 12 helikopter bekas milik PT Air Transport Services karena perusahaan milik Bukaka itu belum menyertakan sertifikat kelayakan dan izin Bea-Cukai. Apalagi jaminan kepabeanan Rp 9 miliar belum dibayarkan. Agung tetap konsisten meskipun Jusuf Kalla, yang saat itu menjabat wakil presiden, sempat marah.
Ketika Agung menjabat Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea-Cukai Tanjung Priok, kantor itu berkali-kali melakukan gebrakan. Delapan kapal pengangkut kru pengeboran minyak lepas pantai yang tidak memiliki surat izin impor disita. Pabean Priok juga menggagalkan masuknya 395 ribu tabung gas impor tak berizin dari Cina. Majalah ini sampai menganugerahkan Tokoh Hukum pada 2007 untuk arek Banyuwangi itu.
Konsolidasi internal merupakan kunci suksesnya. Membenahi Bea-Cukai untuk mengurangi kebocoran pendapatan negara, baik karena penyelundupan maupun permainan kepabeanan yang lain, tak cukup mengandalkan keberanian semata. Yang tak kalah penting adalah membangun sistem untuk membersihkan atau setidaknya mengurangi godaan suap pada anak buahnya. Dengan cara itu, Agung bisa mewujudkan niat membangun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai institusi yang bersih, berwibawa, dan bermartabat. Kendati dikenal tak pernah ragu mengganti bawahan yang curang, Agung perlu menggalang dukungan bawahan untuk mencapai tujuan besarnya.
Dukungan itu ia perlukan untuk membuat organisasinya semakin efektif menangkal penyelundupan dan menangkap pelaku smokel. Yang ditunjukkan Agung kurang dari sebulan setelah menjabat sangat memberi harapan. Bea-Cukai menyita 5.000 lebih sepatu merek MBT yang keluar dari Kawasan Berikat PT PW di Serang, Banten. Sepatu itu dikeluarkan secara ilegal dan akan dibawa ke sebuah gudang di Kawasan Balaraja, Tangerang, Banten, sebelum diekspor. Kawasan Berikat memang dilarang mengeluarkan hasil produksi tanpa izin dari petugas Bea dan Cukai. Pendapatan negara Rp 4,4 miliar bisa diselamatkan.
Secepatnya Agung perlu membenahi sistem, prosedur, dan metode untuk menangkal praktek buruk pengusaha mengakali bea masuk dan bea keluar. Bukan rahasia lagi "permainan" di sana sering melibatkan nama-nama besar dan mengakibatkan kerugian negara triliunan rupiah. Agung perlu memastikan sistem di kantornya bekerja untuk menghalangi anak buah yang lancung.
Pelantikan Agung merupakan peristiwa penting tidak hanya lantaran Bea-Cukai mendatangkan 35 persen pendapatan negara, tapi juga karena birokrasi, yang selama ini sangat didominasi ukuran senioritas ketimbang prestasi, ternyata bisa memberikan tempat kepada anak muda dengan kinerja terbaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo