Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Orang Tak Bijak Menilap Pajak

Susno Duadji menuding sebagian duit korupsi Gayus Tambunan masuk saku bekas bawahannya. Patgulipat yang licin dan berliku. Melibatkan petugas pajak, jaksa, hakim, dan polisi.

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
head1305.jpg

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUKISAN abstrak menghiasi dinding ruang kerja Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Raja Erizman. Ruang berpenyejuk udara di lantai dua Markas Besar Kepolisian RI di Jalan Trunojoyo, Jakarta, ini pengap oleh asap rokok. Botol berisi cognac, wiski, vodka, dan anggur berjejer di atas meja kecil yang menempel di dinding di ujung belakang ruang itu. ”Hanya pajangan. Tidak saya minum,” kata Raja kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Berseberangan dengan meja kerja Raja terpampang kaligrafi emas berisi huruf Arab yang menyebut keagungan Tuhan.

Raja adalah seorang dari lima polisi yang dituding bekas Kepala Badan Reserse Komisaris Jenderal Susno Duadji sebagai makelar kasus. Empat yang lain: bekas Direktur Ekonomi Khusus yang kini Kepala Kepolisian Daerah Lampung, Brigadir Jenderal Edmon Ilyas; Kepala Unit Pencucian Uang Komisaris Besar Eko Budi Sampurno; penyidik Mohammad Arafat Enanie; dan Ajun Komisaris Besar Mardiyani. Susno menyatakan bekas anak buah dia itu bersekongkol mencairkan uang ”haram” Rp 28 miliar milik Gayus Halomoan Tambunan, pegawai pajak bagian penelaah pada seksi banding dan gugatan Kantor Pelayanan Pajak Wilayah Jakarta II.

Tuduhan Susno ini dikuatkan dengan keputusan Pengadilan Negeri Tangerang pada Jumat tiga pekan lalu, yang menyatakan Gayus bebas dari segala tuduhan. Kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum—badan yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membongkar kongkalikong dunia peradilan—Gayus mengaku mengguyur polisi, jaksa, dan hakim masing-masing Rp 5 miliar agar tak divonis bersalah. Ada pula Rp 5 miliar lagi untuk Haposan Hutagalung, pengacara Gayus.

Kepada Satuan Tugas pula, setelah diinterogasi berjam-jam, Gayus mengaku duit itu diperolehnya dari ”sana-sini”. Maksudnya: dari wajib pajak yang memberinya upeti. ”Pegawai pajak golongan tiga punya duit sebesar itu dari mana lagi kalau tidak sabet kanan-kiri,” kata sumber Tempo. Sumber Tempo menyebutkan, uang US$ 2,81 juta itu semula disimpan Gayus dalam lemari kayu di rumahnya. Uang dipindah ke bank setelah Gayus tergoda dengan bunga deposito yang sedang bagus.

Haposan membantah kliennya telah bagi-bagi duit. Sebagai pengacara ia mengaku mati-matian bekerja agar Gayus bebas. Tapi, ”Tidak sepeser pun dibagi-bagi,” katanya. ”Kalau ada, mendingan buat saya sendiri.” Institusi polisi, jaksa, dan hakim menampik tudingan itu. ”Tidak benar itu,” kata juru bicara Markas Besar Kepolisian, Edward Aritonang.

Susno mengatakan broker perkara kuat bercokol di Mabes Polri. Di sana mereka bebas keluar-masuk. Bahkan para makelar punya ruang khusus di samping ruang Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Kepada Tempo yang menemuinya Selasa pekan lalu, Susno menyebut salah satu makelar itu adalah Andi Kosasih, pengusaha dari bilangan Penjaringan, Jakarta Utara, dan punya bisnis di Batam.

Andi menyatakan uang yang diblokir di Bank Panin dan BCA atas nama Gayus adalah miliknya. Ketika diperiksa polisi sebagai saksi pada September tahun lalu, Andi menyatakan secara bertahap menyetor uang ke rekening Gayus sehingga total berjumlah US$ 2,81 juta. Uang ini untuk modal kerja sama pengadaan tanah dua hektare di Jakarta Utara. Polisi mengecek informasi itu, tapi tanah yang dimaksud tak ditemukan. Bambang Hendarso menampik semua tudingan Susno. ”Semua yang dia katakan adalah pendapat pribadi yang perlu dibuktikan kebenarannya,” kata Bambang.

Gayus hingga Jumat pekan lalu raib. Sepanjang 2010 ia diketahui dua kali ke Singapura. Yang pertama pada Februari lalu bersama istri. Yang kedua pada Rabu pekan lalu. Paspor dan fiskal Gayus tercatat di Bandara Soekarno-Hatta,” kata seorang sumber Tempo. Sejak Rabu itulah Gayus tak lagi terlacak.

Sebelumnya, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum sudah tiga kali memeriksanya. Pertama, pada Jumat dua pekan lalu; kedua, Senin pekan lalu; dan ketiga Rabu pekan lalu—beberapa jam sebelum ia kabur. Setelah itu, telepon selulernya mati. Pengacara Haposan Hutagalung, yang biasa mendampingi Gayus, menyatakan juga tidak tahu di mana kliennya berada.

Andi Kosasih, tak lama setelah dituding Susno, ikut menghilang. Di rumahnya, yang ada hanya perempuan pembantu rumah tangga. Belakangan, Jumat petang pekan lalu, Andi menyerahkan diri ke polisi. ”Atas kesadaran sendiri akibat malu sama istri, anak, dan cucunya,” kata Edward Aritonang. Polisi pun menyelidiki kembali kasus korupsi ini.

l l l

SKANDAL Gayus bermula dari tiga laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Maret, Juni, dan Agustus tahun lalu ke polisi. Berdasarkan data rekening BCA dan Bank Panin milik Gayus, PPATK curiga adanya tindak pidana pencucian uang. Sejak laporan pertama diterima dari PPATK pada Maret 2009, polisi segera turut tangan. Polisi, misalnya, menerbitkan surat blokir atas rekening Gayus. Setelah memanggil dan memeriksa 19 saksi plus seorang saksi ahli dari PPATK, polisi menetapkan Gayus sebagai tersangka.

Hasil penyelidikan polisi menyatakan Gayus punya 23 rekening tabungan dan deposito di BCA, Bank Panin, dan Bank Mandiri. Polisi membuktikan adanya praktek pencucian uang pada pengalihan dana PT Megah Jaya Citra Garmindo Sukabumi sebesar Rp 370 juta ke rekening Gayus. Duit juga masuk dari Roberto Santonius Rp 25 juta. Roberto adalah konsultan pajak yang tinggal di Daan Mogot Estate, Jakarta Barat. Sayang, ia tidak bisa dihubungi. ”Bapak di luar kota,” kata Kenn Reinaldo, anak Roberto, ketika ditemui di rumahnya.

Polisi mengajukan kasus ini ke kejaksaan dengan tiga pasal: pencucian uang, korupsi, dan penggelapan. Belakangan, oleh jaksa pasal korupsi disetip (lihat ”Bebas dengan Sejumlah Kejanggalan”).

Susno meminta polisi mengusut asal-usul uang Gayus. Soalnya, ada yang janggal dari perintah pencairan duit panas itu. Pembekuan rekening dicabut pada 26 November 2010, dua hari setelah Susno dicopot sebagai Kepala Badan Reserse. ”Saat itu saya sedang di kampung saya di Pagar Alam, Sumatera Selatan,” kata Susno. Penggantinya, Ito Sumardi, baru menjabat pada 30 November. Dengan kata lain, ada yang bermain di injury time. ”Ada apa ini?” kata Susno.

Tapi Raja Erizman justru membalik pertanyaan itu. ”Lo, yang mengendalikan kasus dari awal Pak Susno sendiri,” katanya. ”Dia maling teriak maling.”

Raja memperlihatkan nota dinas Edmon Ilyas—Direktur II Badan Reserse Kriminal sebelumnya—pada Oktober tahun lalu, yang mengatakan proses penyidikan Gayus sudah lengkap dan telah dilimpahkan ke kejaksaan. Karena itu beberapa rekening Gayus yang telah diblokir harus dibuka agar polisi tidak digugat. Pembukaan blokir itu seharusnya terjadi pada era Edmon tapi tertunda. Catatan dinas itu menyatakan rencana pembukaan rekening tersebut sudah diberitahukan ke Susno secara lisan. ”Ia memutarbalikkan fakta,” kata Edmon.

l l l

PT MEGAH Jaya Citra Garmindo terletak di atas tanah 12 hektare di kompleks Daihan Industrial Estate di Sundawenang, Parung Kuda, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Perusahaan itu milik Sun Yon Tae, warga Korea Selatan. Perusahaan ini bangkrut dan Sun tak tentu rimbanya. Sejak setahun lalu perusahaan itu berganti nama menjadi PT YM Star milik Coy, pengusaha Korea lain. "Ya, di sini dulu berdiri PT Megah Jaya Citra Garmindo,” kata Haris, anggota satpam pabrik. Haris sudah bekerja di situ sejak masih bernama PT Megah.

Dalam aliran dana haram Gayus Tambunan, PT Megah tercatat mentransfer uang Rp 370 juta ke rekening Gayus di BCA. Tapi, dalam berita acara pemeriksaan Gayus mengatakan transfer itu berasal dari Alif Kuncoro, pengusaha bengkel mobil di Jalan Casablanca, Jakarta. Ditemui Tempo pada Jumat malam pekan lalu, Alif mengatakan ia pengusaha periklanan dan jasa kepanitiaan. ”Orang bilang saya pengusaha palugada—apa lu mau gua ada,” kata Alif tersenyum.

Alif mengatakan, pada Agustus 2007 Sun Yon Tae punya utang kepadanya hampir setengah miliar rupiah dengan jaminan mobil BMW seharga Rp 600 juta. Jika dalam tiga bulan Sun tidak melunasi utangnya, mobil akan jadi milik Alif. Tapi baru selang sebulan Sun ingin membayar pinjamannya. Sebagian uang yang diutangkan kepada Sun diakui Alif dipinjam dari Gayus—besarnya US$ 15 ribu. Daripada repot, Alif menyuruh Sun membayar langsung ke Gayus.

Meski terkesan logis, cerita Alif ini banyak janggalnya. Duit US$ 15 ribu (sekitar Rp 150 juta) dari Sun kepada Gayus jelas tak cocok dengan jumlah transfer Sun yang berhasil diendus PPATK yang berjumlah Rp 370 juta.

Diperiksanya Alif oleh polisi memunculkan cerita lain: suap Alif kepada penyidik Komisaris Polisi Mohammad Arafat Enanie. Disebut-sebut sebagai tanda terima kasih karena tidak dikaitkan dengan perkara Gayus, Alif memberikan motor Harley-Davidson tipe Ultra seharga Rp 400 juta kepada Arafat. Dipesan Alif pada Juni 2009—bersamaan dengan periode pemeriksaannya sebagai saksi—motor gede itu datang tiga bulan kemudian.

Foto Harley dengan pemiliknya itu sempat muncul dalam akun Facebook Arafat beberapa waktu lalu. Namun, saat kasus Gayus meledak, foto itu sudah menghilang. Arafat membantah menerima motor itu. ”Demi Allah, itu pinjaman teman untuk gaya-gayaan saja,” katanya. Teman yang dia maksud adalah Alif. Segendang sepenarian, Alif membenarkan bahwa Harley itu ia titipkan ke Arafat.

Sumber Tempo di Direktorat Pajak Kementerian Keuangan memastikan urusan PT Megah dan Gayus murni urusan pajak. Gayus memang lihai menggiring wajib pajak yang bermasalah masuk ke pengadilan keberatan pajak. ”Jika perlu dengan menalangi 50 persen pajak yang diwajibkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” kata sumber itu. Setelah masuk pengadilan, Gayus akan ”memainkan” kasus itu. ”Ujung-ujungnya, Gayus mendapat duit penggantian yang 50 persen plus upeti ini dan itu.” Bukan tidak mungkin ketika kasus yang ditanganinya selesai, perusahaan yang diurus sudah bubar. ”Ini yang mungkin terjadi pada PT Megah,” kata sumber Tempo.

Penyidik polisi Angga Harya ketika diperiksa sebagai saksi pelapor mengatakan ada hubungan antara Gayus, PT Megah, dan konsultan pajak Roberto. Saat itu PT Megah sedang sulit keuangan. Roberto menjadi konsultan pajak untuk PT Megah. Alif pun pernah mendengar Gayus ”punya pekerjaan dengan Mr Sun”. Tapi Alif mengaku tidak tahu detail pekerjaan itu. Ia membenarkan Gayus dan Sun beberapa kali bertemu di bengkel mobil miliknya.

Arif Zulkifli, Sunudyantoro, Sutji D., Dwidjo U. Maksum (Jakarta), Diki Sudrajat (Sukabumi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus