Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Otig Pakis menjadi Aktor Pendukung Pilihan Tempo 2021
Otig Pakis terpilih berkat perannya sebagai tokoh adat dan ayah dalam film Cinta Bete
Saat ini Otig sedang dirawat karena sakit kanker rectum
TUBUH jangkung, rambut gondrong keperakan, tato di tangan. "Identitas" itu melekat pada Otig Pakis sejak ia masuk ke rimba seni pertunjukan pada awal 1980-an. Ciri yang membuat pria 61 tahun ini sering berjodoh dengan peran-peran antagonis. Bila generasi sekarang mengenali wajah Otig, pastilah terkenang karakter yang ia bawakan dalam sejumlah film layar lebar bergenre horor seperti Pocong 2, Kuntilanak 2, dan Jeritan Malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Pocong 2 (2006) dan Pocong 3 (2007), Otig memerankan dukun bernama Gendeng Mangkulangit. “Mungkin karena penampilanku begini orang merasa aku cocok dengan peran-peran seperti itu,” katanya saat ditemui di rumahnya di Citayam, Depok, Jawa Barat, Senin, 13 Desember lalu. Otig mengaku sempat girang saat dulu ada seorang sutradara menawarinya “peran orang baik-baik”. Ia pun tak berpikir panjang untuk mengiyakan. Namun lagi-lagi, saat naskah diberikan, Otig tahu ia kembali harus menjadi penjahat. “Walau kesal, ya udah aku ikutin,” tuturnya, lalu tergelak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Otig Pakis lahir di Surabaya, 4 Agustus 1960, dengan nama Gito Joewono. Ia memulai kariernya di seni peran sebagai aktor di Bengkel Teater Rendra yang didirikan penyair W.S. Rendra. Nama Otig diambil dari kebalikan “Gito”, sementara Pakis adalah kampung halamannya di Surabaya. Hingga kini, Otig sudah memerankan lebih dari 40 film layar lebar. Ia mengawalinya dengan Di Luar Batas (1984), sebelum kemudian terlibat dalam Bercinta dengan Maut, Novel tanpa Huruf ‘R’, Batas, Cahaya dari Timur: Beta Maluku, Filosofi Kopi, Foxtrot Six, dan lainnya.
Kerap memerankan “penjahat”, Otig Pakis mendapat tawaran berbeda dari sutradara Roy Lolang. Roy melamar Otig untuk mengajaknya bermain dalam film Cinta Bete sebagai Fritz Manek, seorang tokoh adat yang disegani di Atambua, Nusa Tenggara Timur. Fritz dikisahkan memiliki anak perempuan bernama Bete Kaebauk (Hana Prinantina Malasan) yang kawin lari dengan kekasihnya. Hal ini membuat Fritz menghadapi dilema, menuruti tekanan adat atau menunjukkan kasihnya bagi sang putri.
Otig Pakis (kiri) saat bermain peran bersama Hana Malasan dalam film Cinta Bete./Dok. Inno Maleo Films
Cinta Bete menyuguhkan rentang waktu yang panjang, dari Bete remaja hingga dewasa. Karena itu, Otig pun tampil dalam dua versi fisik yang berbeda: berambut gelap saat dikisahkan masih muda dan beruban ketika sudah tua—tentu ini tak perlu sentuhan cat rambut lagi. Bentang karakter yang diperankan Otig juga luas, kompleks, dan berlapis. Saat muda, Fritz adalah sosok ayah yang tegas, bangsawan yang kaku, dan suami yang patriarkis. Pembawaan Fritz mulai berubah saat Bete dewasa dilamar pacarnya yang tak punya cukup duit sebagai belis (mahar).
Kekecewaan dan kegusaran Fritz sebagai ayah sekaligus tokoh adat itu memuncak saat Bete kawin lari. Ditambah putrinya itu ternyata mendapat kekerasan dalam rumah tangga, sampai kesehatan mentalnya terganggu. Namun Fritz yang murka malah membelenggu Bete di rumahnya. Dinamika psikologis Fritz ini dibawakan Otig Pakis dengan kesungguhan yang penuh. Ia dapat menyampaikan kemarahan, duka, dan penyesalan lewat gestur dan ekspresi yang membuat penonton merasakan lukanya sebagai seorang ayah.
Itu yang membuat Otig menjadi Aktor Pendukung Pilihan Tempo 2021. Ia mampu menjelma menjadi karakter yang terlibat dalam situasi budaya lokal yang rumit, juga kukuh memegang tradisi sampai (sempat) tega merantai anak sendiri. Tapi, pada akhirnya, keangkeran tokoh bapak ini runtuh, tergantikan oleh harapannya agar si anak sembuh. Sebagai Fritz, Otig dianggap juri Film Pilihan Tempo 2021 berhasil tampil cemerlang dan anggun. Ia juga dapat membuat “ledakan” di pengujung film sebagai “pernyataan” pengalaman panjangnya sebagai aktor.
Otig mengaku peluang memerankan tokoh kompleks seperti Fritz sudah lama ia nantikan. Namun dia tak melakukan observasi khusus walau tokoh yang diperankannya berlatar bangsawan Sumba. Ia pun tak berfokus pada artikulasi suara ataupun logat, walau sebenarnya sudah berpengalaman memerankan karakter dari beragam etnis, seperti Dayak, Palembang, juga Cina.
Otig mengungkapkan, aktingnya selama ini dibentuk oleh pengalaman kesehariannya. Karakter Fritz, misalnya, ia bangun berdasarkan latar belakangnya sebagai seorang bapak. “Kejadian yang ada di cerita itu hampir semua aku pernah dengar dari sekitarku, dan kualami sendiri. Jadi pengalaman batin Fritz sudah aku pahami, tinggal bagaimana caranya mendalami naskah yang ada. Aku juga harus masuk ke pola pikir Fritz saat muda, juga bagaimana ia akhirnya menyadari dampak kekerasan yang membuat anaknya gila,” ujarnya.
Otig Pakis berperan sebagai Fritz Manek dalam film Cinta Bete/Dok.Inno Maleo Films
Kesulitan yang dialami Otig justru datang dari pengambilan gambar Cinta Bete yang sempat mandek karena pandemi Covid-19. Syuting sepertiga akhir film baru dilanjutkan pada November 2020 dengan penerapan protokol kesehatan. Bukan hanya tim produksi yang menghadapi kesulitan lantaran tampilan fisik para pemain sudah mulai berubah. Bagi Otig sendiri, syuting tahap kedua juga terasa berat karena ia mulai merasakan gejala sakit kanker rektum.
Saat itu, Otig menuturkan, kondisi tubuhnya terasa berbeda. Ia mulai mudah lelah. Sementara dalam syuting tahap pertama ia mampu mengurus diri sendiri, tidak demikian yang kedua. Walhasil, Otig pun meminta sutradara mengizinkan dia memboyong istrinya, Dewi Pakis, ke lokasi syuting. Namun sakit fisik itu juga dimanfaatkan Otig untuk memperkuat perannya. Terutama dalam adegan klimaks, saat terjadi kericuhan di gereja yang melibatkan Bete, putri Fritz. “Rasa sakitku kutumpahkan semua di situ. Kepedihanku juga kumanfaatkan untuk mengeluarkan emosi seorang Fritz yang sebelumnya diceritakan jahat kepada anaknya sendiri,” ucapnya.
Di usianya kini, Otig masih ingin memerankan lebih banyak karakter. Otig bermimpi, saat berumur 80 tahun nanti, ia mendapat kesempatan menjadi pemeran utama. Layaknya aktor Clint Eastwood yang memproduksi, mengarahkan, dan menjadi aktor dalam film The Mule saat usianya 80-an tahun.
Untuk saat ini, Otig Pakis tengah berjuang untuk sembuh dari kanker rektum stadium IIIB. Sehari setelah wawancara dengan Tempo, pada Selasa, 14 Desember lalu, Otig melanjutkan pengobatannya di rumah sakit sebelum dapat menjalani kemoterapi. “Mungkin ini cara Tuhan meminta saya istirahat dulu,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo