Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Putri Marino menjadi Aktris Pendukung Pilihan Tempo 2021.
Putri Marino berhasil memerankan sosok Mbak Pur dengan cemerlang.
Menyelami konflik batin Mbak Pur sebagai sosok perempuan Jawa tulen yang utuh.
MBAK Pur (Putri Marino) sangat pintar memasak. Aneka hidangan menggiurkan yang tersaji di Losmen Bu Broto adalah olahannya. Masakannya menjadi pemikat para tamu untuk terus menginap di losmen dengan nuansa Jawa itu. Salah satu menu andalan di losmen itu: ikan bumbu kecombrang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan senang hati Mbak Pur memasak ikan bumbu kecombrang bersama kekasihnya, Anton (Darius Sinathrya). Pasangan yang tengah dimabuk asmara itu terlihat sangat mesra. Anton pun sempat berbisik hendak mengajak Mbak Pur menikah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, beberapa saat kemudian, senyum dan tawa Mbak Pur langsung hilang sewaktu ia mengetahui Anton tewas akibat kecelakaan. Langkah Mbak Pur yang sedang membawa masakan ikan bumbu kecombrang pun seketika terhenti. Ia tampak syok berat dengan raut menyiratkan kesedihan mendalam.
Sejak itu, Mbak Pur tak mau lagi memasak ikan bumbu kecombrang. Butuh perjuangan panjang bagi Mbak Pur untuk berani memasak hidangan yang mengingatkannya pada kekasihnya itu.
Putri Marino (kiri) dan Maudy Koesnaedi saat pengambilan gambar di film Losmen Bu Broto/Paragon Pictures
Suasana batin Mbak Pur yang memendam kepedihan dan rasa kehilangan itu mewarnai sepanjang film Losmen Bu Broto yang berdurasi 113 menit. Putri Marino berhasil memerankan secara cemerlang karakter Mbak Pur dengan konflik batinnya itu.
Putri berhasil memperlihatkan perubahan karakter Mbak Pur, yang awalnya gembira bersama sang kekasih berubah 180 derajat menjadi sedih. Putri tidak menampilkan kesedihan yang meledak-ledak secara emosional dalam sosok Mbak Pur ataupun runtuh setelah ditinggalkan kekasihnya.
“Mbak Pur tampil sebagai sosok perempuan Jawa tulen yang utuh, yaitu berusaha tetap anggun meski menyimpan kepedihan, rasa kehilangan, serta penguasaan rasa tentang kasih yang tak sampai,” kata Marselli Sumarno, salah satu juri. Hal-hal itulah yang menjadikan Putri Marino sebagai Aktris Pendukung Pilihan Tempo tahun ini.
Film Losmen Bu Broto arahan sutradara Ifa Isfansyah dan Eddie Cahyono diadaptasi dari serial Losmen yang sangat populer dan tayang di TVRI pada 1980-an. Selain Mbak Pur dan Anton, ada tokoh pasangan Bu Broto (Maudy Koesnaedi) dan Pak Broto (Mathias Muchus) serta dua adik Mbak Pur, Jeng Sri (Maudy Ayunda) dan Tarjo (Baskara Mahendra). Setiap tokoh memiliki konflik sendiri dalam film tersebut.
Putri Marino menuturkan, tidak mudah bagi dirinya memerankan sosok perempuan Jawa seperti Mbak Pur. Demi mendalami perannya, Putri mempelajari tata krama perempuan Jawa. Ia juga belajar tentang bagaimana rata-rata perempuan Jawa lebih memendam perasaan. “(Saya pelajari) dari duduk, cara jalan, gestur, segalanya disesuaikan dengan tata krama Jawa,” tuturnya.
Karakter Mbak Pur yang sangat dalam dan memiliki banyak konflik batin memang salah satu alasan Putri menerima peran itu. Putri mengaku melakukan beberapa hal agar bisa menampilkan kesedihan mendalam sebagai Mbak Pur.
Supaya bisa terus menampakkan aura perempuan yang sedang berduka, Putri bercerita, ia sengaja ogah duduk di atas kursi. Ketika istirahat makan, ia memilih duduk di lantai. Ia juga lebih sering bersimpuh. Lalu ia selalu mengatakan kepada tubuhnya harus senantiasa merasa rendah diri dan kurang baik di mata semua orang. “Karakter Mbak Pur memang seperti itu. Selama proyek ini aku juga menghindari menatap mata orang dan terus memikirkan rasa berduka, berduka, berduka,” ujarnya.
Putri menyebutkan memerankan sosok Mbak Pur yang selalu memendam rasa adalah tantangan terbesar baginya. “Tantangan saya itu bagaimana caranya Mbak Pur marah tapi enggak bisa teriak- teriak. Ketika Mbak Pur sedih tapi enggak bisa menunjukkan bahwa dia sedih. Bagaimana saya dalami duka yang sangat besar dalam diri Mbak Pur, itu sangat menantang,” katanya.
Selain itu, demi berperan sebagai Mbak Pur, Putri, yang berasal dari Bali, harus mempelajari dialek Jawa. Putri mengaku cukup takut membawakan dialek Jawa dalam film itu. Teman-temannya yang asli Yogyakarta memperingatkannya berkali-kali agar tidak memaksakan diri menggunakan dialek Jawa. “Kata teman aku jangan disengaja. Jangan berusaha terlalu keras. Nanti orang yang Jawa banget bakal tahu keanehannya. Jadi aku berusaha mungkin membawakan dialek Jawa Mbak Pur sesimpel mungkin dan tidak dipaksakan cengkoknya,” ujarnya.
Putri Marino mengungkapkan, ia baru tahu bahwa film Losmen Bu Broto adalah remake serial Losmen pada 1980-an saat bergabung dalam proyek ini. Untuk mengetahui lebih jauh serial tersebut, ia menonton beberapa episode Losmen lewat kanal YouTube. Lewat serial itu, ia juga berupaya melihat dinamika keluarga Bu Broto demi mencari benang merah sosok Mbak Pur.
Meski begitu, Putri melanjutkan, memerankan Mbak Pur dalam serial Losmen tetap saja memberikan beban tersendiri. Ia menduga orang-orang yang pernah menonton serial Losmen sebelumnya memiliki ekspektasi beragam. “Karena setiap kepala kan ekspektasinya berbeda-beda. Maka kesulitannya adalah bagaimana saya bisa memuaskan ekspektasi mereka semua,” tutur istri aktor Chicco Jerikho ini.
Putri Marino (kiri) bersama para pemain lainnya di film Losmen Bu Broto/Paragon Pictures
Putri memulai kariernya sebagai presenter acara My Trip My Adventure pada 2013 di sebuah stasiun televisi swasta. Namanya mulai mencuat di jagat perfilman Indonesia ketika dia bermain dalam film Posesif. Lewat film arahan sutradara Edwin itu, Putri meraih Piala Citra kategori Pemeran Wanita Utama Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2017.
Sejak itu, Putri banyak mendapat tawaran bermain film. Di masa pandemi Covid-19, ia juga cukup produktif menelurkan karya. Ada tiga film yang dibintangi Putri yang dirilis hampir bersamaan. Selain film Losmen Bu Broto yang tayang di bioskop pada 18 November lalu, ada One Night Stand yang dirilis pada 26 November lalu serta Cinta Pertama, Kedua & Ketiga yang baru dirilis pada 4 Desember lalu di Jogja-NETPAC Asian Film Festival.
Menurut Putri, jadwal rilis film-film itu sangat berdekatan karena banyak pembuat film yang menunda perilisan karya mereka akibat pandemi Covid-19. “Itu (waktu rilis yang nyaris berbarengan) kebetulan saja, karena terhambat pandemi. Padahal sebenarnya pelaksanaan syuting ketiga film itu ada jeda enam bulan,” ucapnya.
Yang pasti, Putri Marino menambahkan, meski banyak menerima tawaran bermain film, dia selalu menyeleksinya. Ia selalu memilih film dengan melihat daya tarik naskahnya. “Script-nya harus saya suka. Saat saya pertama kali baca, harus nempel di hati,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo