Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pabrik Arang Ditutup Permanen Lubang Buaya Tetap Tidak Sehat, Klaim Eks Pekerja Terbukti

Penutupan secara permanen sejumlah pabrik arang dari pembakaran batok kelapa tak lalu membuat kualitas udara di kawasan Lubang Buaya membaik.

2 Oktober 2023 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penutupan secara permanen sejumlah pabrik arang dari pembakaran batok kelapa tak lalu membuat kualitas udara di kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, membaik. Data indeks standar pencemaran udara milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan Lubang Buaya tetap langganan Tidak Sehat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti yang terukur pada Senin pagi ini, 2 Oktober 2023, ISPU untuk parameter pencemar PM2,5 dan PM10 di Lubang Buaya terukur tergolong Tidak Sehat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nurhasan dan Giwang, dua di antara pekerja eks pabrik arang itu, mengungkap rasa kecewa karenanya. Sejak awal mereka mengklaim pencemaran yang membuat kualitas udara Jakarta memburuk saat kemarau panjang saat ini bukan hanya datang dari tempat mereka bekerja.

"Buktinya polusi juga masih ada sampai sekarang," kata Nurhasan saat ditemui, Sabtu 30 September 2023.

Terlebih, dia menambahkan, pemerintah dinilainya tak memberikan solusi yang adil saat memerintahkan penutupan permanen pada akhir Agustus lalu karena hanya mereka yang disasar. "Seharusnya kan merata. Jadi, kalau ditanya kecewa, ya kecewa," ujarnya lagi.

Sejak pabrik arang dipaksa ditutup, Nurhasan dan Giwang kini bekerja sebagai pengepul atau kuli ampas kelapa. Penghasilan semula yang diaku bisa sampai Rp 200 ribu sehari pun anjlok menjadi Rp 50 ribu.

Itu belum termasuk 'pengawasan melekat' yang mereka alami. Kata Nurhasan, "Hampir tiap hari petugas datang ke sini, memastikan kami enggak produksi lagi. Kayak kriminal ya, padahal kami kerja."

Namun, Nurhasan memang masih berharap pabrik arang boleh beroperasi lagi meski dengan produksi yang dibatasi. Ini sebabnya dia dan Giwang memilih bertahan--tidak seperti rekan-rekannya yang lain yang pindah wilayah. "Yang tadinya bisa produksi 4-6 drum, sekarang mungkin bisa 2 drum. Enggak apa-apa, asal kami tetap kerja," katanya.

Para pengusaha setempat sebelumnya memutuskan menolak tawaran alih profesi menjadi pedagang maupun peternak bebek. Pemerintah Kota Jakarta Timur menjanjikan pelatihan jika bersedia beralih.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus