SUDAH sejak 8 tahun lalu, diam-diam kaum ubanan di Sala bersatu.
Namanya: Paguyuban Rombongan Rikma Petak alias rombongan rambut
putih. Anggotanya kini sekitar 10 orang, terdiri dari kumpulan
pensiunan, seniman, pedagang, yang rata-rata berusia di atas 60
tahun. "Rambut putih adalah syarat utama menjadi anggota
paguyuban," kata ketua umumnya Wongso Suwarno, 66 tahun.
Asal-usulnya adalah 7 orang kakek yang biasa jalan kaki pagi.
Saat istirahat mereka sering berpapasan di perempatan Gladag
atau di halaman Balaikota Sala. Acara menyambut pagi itu
kemudian ditingkatkan sembari naik sepeda. Pemandangan ini
seger membuat ngiler para gaek lain.
Kegiatannya pun berkembang. Selain jalan-jalan pagi, juga senam
tiga kali seminggu, dan bagi yang masih kuat: berenang sekali
seminggu. Juga secara bergilir mengadakan pertemuan,
mengadakan ceramah dan membantu anggota bila tertimpa musibah.
Meski sudah lanjut usia "jangan sampai kami menjadi wong sepuh
sing sepah," ujar Wongso. Artinya, meski tua hendaknya jangan
hanya bagaikan sampah. Tak sia-sia memang. Pemda Sala tak urung
memberi tempat untuk kegiatan paguyuban kaum ubanan itu di salah
satu ruang Hotel Caraka Jalan Slamet Ryadi. Bahkan Sultan
Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta turut memberi bimbingan.
Menarik lagi adalah beberapa orang bule Eropa katanya sengaja
datang ke Sala untuk studi ihwal paguyuban ini. Mungkin perlu
agar orang jompo di sono tak terlempar lagi ke panti-panti yang
terasing dari keluarga.
Roda organisasi orang ubanan ini ditunjang sendiri oleh
anggotanya dengan iuran Rp 200 sebulan. Untuk tetap menjadi
manusia produktif, pedoman mereka: jangan sampai tertidur bila
masih sanggup duduk, jangan duduk selagi mampu berdiri, dan
tldak malu berdiri jika masih kuat jalan. Siapa yang tertarik
membuka cabang di kota lain ?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini