Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selasa pekan ketiga Juni lalu menjadi hari yang panjang bagi Presiden Joko Widodo. Lima jadwal kunjungan kerja ada dalam daftar agendanya. Empat di antaranya meninjau ruas jalan tol yang mangkrak selama bertahun-tahun akibat rumitnya proses pembebasan lahan.
Berkemeja putih dan bercelana hitam, Presiden mengawali kunjungan di Kelurahan Gadog, Bogor, Jawa Barat. Inilah lokasi pembangunan jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi sepanjang 54 kilometer, yang macet sejak 1997. "Sudah groundbreaking empat kali. Sampai sekarang satu meter pun belum dapat," katanya. Nasib serupa dialami ruas jalan tol Cimanggis-Cibitung (26 kilometer), Depok-Antasari (23 kilometer), dan jalan layang Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (21 kilometer). Semuanya tuntas dikunjungi Jokowi hingga menjelang petang.
Titah Presiden pun keluar. Dia memerintahkan pembangunan empat ruas jalan tol yang tertunda-tunda itu harus bisa rampung pada 2018. Berbekal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Jokowi optimistis persoalan pembebasan lahan bisa diselesaikan. "Ini untuk kepentingan jutaan orang. Kalau yang pernah merasakan jalan Bogor-Sukabumi: macet, macet, macet...."
Sejak tahun lalu, pemerintah mengandalkan Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk memuluskan pembebasan lahan. Selain mengizinkan pengambilan dana ganti rugi pembebasan lahan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, undang-undang itu mengatur perihal gugatan hukum bagi pemilik tanah yang belum puas atau tak terima lahannya digusur. Mereka diberi batas waktu 30 hari untuk menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan 14 hari untuk mengajukan permohonan kasasi.
Namun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menilai masa pembebasan lahan yang diatur dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah masih terlalu lambat, sehingga harus direvisi. Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum Bidang Ekonomi dan Investasi Rido Matari Ichwan berujar, masa pembebasan lahan dapat dipersingkat dari saat ini 12 bulan menjadi 6 bulan. Pemangkasan akan dilakukan dari proses sosialisasi, inventarisasi luas tanah, hingga proses pembayaran.
Revisi Undang-Undang Pengadaan Tanah merupakan salah satu upaya deregulasi atau penyederhanaan peraturan buat memperpendek mata rantai perizinan dan mempercepat realisasi investasi. Sebagai bagian dari program deregulasi, Kementerian Pekerjaan Umum sedang menginventarisasi 261 peraturan menteri yang bakal direvisi, digabung, atau bahkan dihapus. "Presiden ingin memangkas 50 persen dari 42 ribu regulasi," Rido mengungkapkan.
Aturan lain yang dipandang menghambat pembangunan infrastruktur adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang itu membatasi kewenangan penanganan kawasan kumuh berdasarkan luasan wilayah. Disebutkan, penanganan kawasan kumuh dengan luas di atas 15 hektare menjadi kewenangan pemerintah pusat, 10 hektare ke atas jadi kewenangan pemerintah provinsi, dan 5 hektare jadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Pembatasan dan pembedaan kewenangan itu dipertanyakan, lantaran kawasan kumuh perkotaan umumnya hanya seluas 5 hektare. Maka pemerintah pun berniat merevisi undang-undang tersebut.
DEREGULASI menjadi roh dari 12 paket kebijakan ekonomi yang dilansir pemerintah Jokowi sejak September 2015, terutama di bidang infrastruktur dan investasi. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi I, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Inpres tersebut diterbitkan demi memastikan tender proyek terbebas dari risiko kriminalisasi. Nyatanya, kehadiran inpres itu belum terasa manfaatnya, karena belum ada laporan kasus kriminalisasi seperti dimaksud pada proyek-proyek pemerintah.
Dalam soal kemudahan perizinan, Menteri Pekerjaan Umum telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung. Aturan itu mempersingkat waktu permohonan IMB, yang semula berminggu-minggu, menjadi hanya tiga hari kerja bagi gedung satu lantai dan empat hari kerja bagi gedung sederhana dua lantai.
Khusus deregulasi di sektor investasi perumahan, dalam Paket Kebijakan Ekonomi XI, pemerintah Jokowi menggagas penurunan pajak dana investasi real estate (DIRE). Instrumen penghimpun dana masyarakat di sektor real estate itu disokong pemerintah karena dapat meningkatkan penyediaan modal investasi jangka panjang bagi pembangunan infrastruktur dan perumahan.
Pemerintah menargetkan tarif pajak penghasilan DIRE diturunkan dari 5 persen menjadi 0,5 persen. Selain itu, tarif biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dipangkas dari semula 5 persen menjadi maksimal 1 persen. Tapi ada kendala muncul di sini. Sebab, menurut Ketua Umum Realestat Indonesia Eddy Hussy, tarif BPHTB ditentukan oleh pemerintah daerah.
Banyaknya regulasi yang harus disusun dan direvisi membuat evaluasi dan inventarisasi ditargetkan baru bisa selesai pada September mendatang. Itu pun tidak serta-merta dapat diimplementasikan, karena harus dilaporkan lebih dulu ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk disinkronisasi dengan kementerian dan lembaga lain. Walhasil, Rido Matari Ichwan memperkirakan penyederhanaan regulasi baru bisa berlaku efektif pada 2017, atau dua tahun sejak Paket Kebijakan Ekonomi I meluncur.
Hambatan tak hanya datang dari banyaknya regulasi yang harus dibelejeti. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menemukan beragam faktor jadi sebab kelambanan implementasi di kementerian atau lembaga tertentu. Awalnya masalah itu dicoba diselesaikan di lingkup internal kabinet. Tapi pendekatan melalui surat teguran tidak membawa hasil. "Kami melihat makin lama ada yang enggak selesai-selesai," katanya. Salah satu penyebab macetnya deregulasi adalah keengganan sebagian pejabat eselon II ke bawah menerapkan peraturan yang mengurangi kewenangan mereka.
Tak ingin terjebak dalam belantara birokrasi, pada akhir Juni lalu pemerintah meresmikan satuan tugas percepatan pelaksanaan paket kebijakan ekonomi, yang juga menangani berbagai sengketa investasi. Satuan tugas ini terbagi atas empat kelompok kerja. Kelompok pertama membidangi kampanye dan diseminasi kebijakan, kelompok kedua menangani percepatan dan penuntasan regulasi, kelompok ketiga bertugas di bidang evaluasi dan analisis dampak.
Adapun kelompok keempat membidangi penanganan dan penyelesaian kasus. Dengan adanya orang-orang yang bergerak lintas kementerian, Darmin yakin dapat mengurai sengkarut implementasi paket kebijakan. Ihwal paket kebijakan ekonomi selanjutnya, dia menyatakan, ketimbang menggagas kebijakan baru, pemerintah lebih senang berkonsentrasi menyiapkan peraturan turunan bagi 12 paket kebijakan yang telah terbit. Tujuannya jelas, supaya tak ada lagi proyek yang terbengkalai dan macet seperti empat ruas jalan tol itu. ALI HIDAYAT, ADITYA BUDIMAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo