Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERLAHAN Triawan Munaf menuangkan isi ketel baja antikarat kecil yang digenggamnya ke tumpukan serbuk kopi giling di kertas saring pada bejana saji. Buih-buih kecil muncul saat air panas yang dituangkan Kepala Badan Ekonomi Kreatif itu beradu dengan bubuk kopi. Uap tipis beranjak naik dan aroma kopi menguar memenuhi udara.
Tak sampai sepuluh menit hasil seduhan kopi yang dipanen di Lintong, Sumatera Utara, itu mengisi lebih dari separuh bejana saji. Triawan lalu memindahkan cairan berwarna hitam pekat itu ke gelas-gelas kaca kecil dengan porsi yang setara. "Ini salah satu kopi favorit. Saya suka yang agak manis," kata Triawan ketika ditemui Tempo di kantornya, Selasa dua pekan lalu.
Akrab dengan kopi sejak muda, Triawan terbiasa menyeduh kopi giling sendiri. Kegemarannya menikmati seduhan membawanya bertualang untuk menjajal berbagai jenis kopi single origin-produk yang ditanam di satu daerah tertentu-di sejumlah coffee shop. Pria 59 tahun itu lebih menikmati melumat sendiri biji kopi pilihannya. Rasa penasaran pada berbagai trik proses menyangrai (roasting) dan meracik kopi membuatnya mengikuti kursus singkat menjadi barista pada 2011.
Kebiasaan Triawan menggiling dan menyeduh sendiri dibawa ke tempat kerja. Meja saji di ruang tamunya diisi perangkat seduh kopi: ketel, French press, bejana saji, saringan kertas, dan penggiling kopi manual. Setidaknya sepuluh kantong kecil biji kopi, antara lain dari Gayo, Lintong, Leuser, dan Papua, melengkapi meja baristanya.
Menyeduh kopi sendiri di kantor juga kerap dilakukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif. Alih-alih kopi bubuk atau hasil gilingan massal, Syarif lebih suka menggiling biji kopi yang dibeli berbareng istrinya, sesama penggemar kopi. "Gilingnya di rumah sesuai dengan kebutuhan. Kasar-halusnya kita tentukan sendiri," ujar Syarif, yang memilih untuk menikmati kopi tanpa gula.
Menggemari kopi arabika, Syarif pun jatuh cinta pada kopi Gayo setelah mencoba beberapa jenis kopi dari sejumlah daerah. Cita rasa kopi Gayo, menurut dia, tidak terlalu asam seperti kopi Toraja. "Tapi, sebagai orang Makassar, saya tidak bisa meninggalkan kopi Toraja," ucap Syarif, lalu tertawa.
Syarif lantas kerap bereksperimen mencampur-campurkan biji kopi. Resep andalannya adalah campuran kopi Gayo dan Toraja dengan perbandingan 70 : 30. Sekali menggiling cukup untuk stok kopi di kantor selama dua minggu. Dalam meracik kopi, Syarif cukup memakai ketel untuk memasak air panas dan alat seduh French press atau V60 dripper. "Tak perlu timbangan kopi. Sudah biasa, jadi tahu porsinya," katanya.
Tren meracik kopi single origin dan spesialti (kopi berkualitas paling baik) secara manual alias manual brewing meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini tak lepas dari masuknya "kopi gelombang ketiga", gerakan menikmati minuman dengan memperhatikan asal-usul, proses pembuatan, dan penyajian kopi, ke Indonesia sejak 2007. "Minum kopi menjadi gaya hidup dan seni," ujar Prawoto Indarto, penulis buku tentang kopi, antara lain The Road to Java Coffee dan Re-born, Java Preanger Coffee.
Kedai kopi pun tak lagi sekadar menjual ragam kopi yang dibuat dengan mesin otomatis. Menurut Kasmito, pemilik toko alat seduh dan produk kopi Maharaja Coffee Jakarta, menggiling biji kopi menjadi nilai tambah dalam tren menyeduh manual. Apalagi informasi tentang dunia kopi berseliweran di dunia maya. "Variasi menyeduh kopi mudah diadopsi," ujarnya.
Melumat biji kopi berkualitas dalam jumlah terbatas juga lebih baik. Menggiling dalam skala besar, seperti di pabrik pengolahan, berpotensi mempengaruhi rasa kopi karena ada kemungkinan kualitas biji berbeda tercampur. "Wangi biji kopi gilingan sendiri itu berharga. Ada yang menyebutnya seperti aroma surga," kata Kasmito.
Tren menyeduh kopi manual, menurut Prawoto, sejalan dengan bertambahnya jenis dan pamor kopi single origin Indonesia. Standardisasi dan skor kualitas kopi menjadi incaran dalam lelang kopi specialty. "Skor ini menentukan harga," ujar Prawoto. "Petani pun dilibatkan untuk menghasilkan kopi berkualitas."
Seni menikmati kopi dalam seduhan manual juga mempengaruhi penggemar kopi di Medan, kota yang dikenal memiliki tradisi lama minum kopi. Denny Sihotang, pemilih kedai Omerta Koffie, mengatakan kualitas kreativitas barista melakukan manual brewing turut menentukan kenikmatan secangkir kopi. "Padahal alat seduhnya sederhana," ujar Denny, yang memilih kopi Mandailing sebagai andalan kedainya.
Urusan tempat yang menyajikan menu mengopi secara serius dan mendetail juga dapat ditemui di berbagai kota, seperti Bandung, Bogor, Manado, Makassar, dan Yogyakarta. Kedai-kedai kopi kecil di Manado biasa menyajikan kopi yang diseduh manual lewat perangkat V60, kalita, dan syphon. "Industri kopi menggerakkan masyarakat untuk mencintai kopi," kata Prawoto.
Melejitnya tren menyeduh manual ikut mengerek penjualan alat peracik sajian kopi. Lapak jualan online Otten rata-rata didatangi hingga 12 ribu pengunjung per hari. Toko yang didirikan satu dekade lalu itu kini menjual lebih dari 5.000 produk keperluan kopi dan sekitar 30 jenis biji single origin. Hampir 190 ribu penikmat kopi sudah berbelanja di toko milik Robin Boe dan Jhoni Kusno itu.
Otten memiliki toko offline yang menjadi rujukan di Medan. Pengelola toko pun kerap merilis artikel di media sosial untuk mempromosikan kopi dan cara menyeduh. "Tujuannya agar setidaknya orang bisa membuat kopi yang benar, menjadi barista untuk diri sendiri," ujar Bernice Syaiful, Business Development Otten Coffee House Medan.
Kasmito juga merasakan perubahan besar dibanding ketika memulai bisnisnya dengan menjual kopi sangrai delapan tahun lalu. Kala itu, kata dia, variasi alat seduh kopi sedikit dan harganya mahal. Mesin espresso, misalnya, dibanderol Rp 30 juta. Jumlah kedai kopi pun tak menjamur seperti sekarang. "Orang juga belum menggemari roasting kopi," kata Kasmito, yang memiliki sertifikat Q-grader alias penilai rasa kopi.
Kini barang-barang klasik populer seperti French press dan gilingan kopi kecil menjadi produk yang laku diburu di Maharaja Coffee. Rentang pelanggannya dari anak muda hingga pengusaha kedai kopi kecil yang berburu alat seduh manual.
Kasmito kerap membantu memberikan konsultasi kepada para pelanggan yang ingin membangun kedai kopi dengan dana terbatas. Mereka biasanya membuat konsep manual brewing dan menyajikan kopi single origin bervariasi. "Hasil buatan mesin otomatis pun kalah oleh alat seduh manual."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo