Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Sehat Berkat Ngopi

Kopi diyakini baik untuk kesehatan. Efek buruk kopi biasa datang dari zat campuran pada kopi instan dan kebiasaan ngopi sambil merokok.

25 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIDIN Natadisastra kenyang masuk-keluar rumah sakit. Setelah terserang stroke ringan sepuluh tahun silam, dia kerap kehilangan pandangan tiba-tiba dibarengi mimisan. Kondisi itu terjadi tanpa mengenal waktu dan tempat, bahkan saat dia sedang menyetir mobil.

Namun tidak ada satu pun dokter yang bisa mengidentifikasi penyakitnya. Puncaknya, pada 2012, saat dia sedang menyetir di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, mendadak pandangannya kabur, sementara darah terus mengucur dari hidungnya. Didampingi polisi, Didin mengarahkan mobilnya ke rumah sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat. "Barulah saya divonis mengidap penyakit kekentalan darah. Penyebabnya, kolesterol tinggi," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Sejak itu, Didin harus mengkonsumsi empat macam obat saban hari. "Aturan minumnya pun ribet sekali," ujar pria 50 tahun itu. Ketika mencari opini alternatif, seorang dokter hematologi menanyakan kebiasaannya minum kopi.

Didin mengaku menggemari kopi. Dia selalu ngopi tiap pagi dan sore. Ketika bekerja hingga larut malam, kopi pun selalu menemaninya. Namun, saat itu, ia mengkonsumsi kopi instan bercampur gula. Dokter pun menyarankan Didin mengganti kopinya dengan kopi arabika. Wajib sonder gula. "Saya juga penderita kekentalan darah. Sekarang saya minum kopi tanpa gula," kata Didin, menirukan sang dokter.

Berangsur-angsur, obat yang mesti dia konsumsi dikurangi karena tes kekentalan darahnya selalu normal. Pada bulan kedelapan, Didin benar-benar berhenti minum obat. "Menurut saya, kopi arabika tanpa gula bisa menjadi alternatif penyembuhan kolesterol. Tentunya dibarengi menghindari makanan yang menjadi pantangan," ujarnya. Pengalaman itu membuat Didin pindah pekerjaan menjadi Manajer Malabar Mountain Cafe di Bogor, Jawa Barat, sejak tiga tahun lalu.

Aktris Julie Estelle, 29 tahun, lebih dulu sadar ketentuan tersebut. Sejak sekolah menengah atas, dia mengharamkan gula dalam cangkir kopinya. Perempuan asal Jakarta ini memang menerapkan gaya hidup sehat, termasuk puasa gula. "Kalau kue, fine. Kalau minuman, baik kopi maupun teh, aku tidak pernah menggunakan gula," ucap penyuka kopi Aceh Gayo, Mandailing, dan Toraja tersebut.

Menurut Julie, gula mengaburkan cita rasa asli kopi karena setiap biji kopi dari berbagai daerah memiliki rasa berbeda-beda. "Ada rasa nutty, chocolaty, fruity, dan sebagainya. Kalau diberi gula, semua rasa itu tidak akan terasa," kata pemeran El di Filosofi Kopi karya Angga Dwimas Sasongko ini.

Julie lebih menyukai arabika ketimbang robusta dengan alasan lambungnya kerap bermasalah. "Jadi aku tidak bisa minum kopi yang terlalu strong," ujarnya.

Siska Suridanda Danny, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Harapan Kita, Jakarta, mengatakan kopi mengandung antioksidan. Penelitian membuktikan kopi dapat memperbaiki fungsi sel endotel atau sel yang melapisi dinding bagian dalam pembuluh darah. "Pembuluh darahnya lebih lentur sehingga dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah."

Siska heran terhadap reputasi buruk yang melekat pada kopi, dari bikin mual, jantung berdebar kencang, sampai pening. Menurut dia, ada kemungkinan penelitian awal terkait dengan efek buruk kopi dilakukan pada kelompok orang yang ngopi sembari merokok. Kopinya pun kopi instan dengan kandungan gula tinggi. "Gula dapat mengganggu fungsi sel endotel yang menyebabkan pembuluh darah kaku sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan," katanya.

Soal jantung berdebar lebih kencang setelah minum kopi, Siska mengatakan itu merupakan kondisi wajar karena kafein dalam kopi dapat menstimulasi sistem saraf simpatik. Salah satunya sistem kelistrikan jantung. "Ia akan lebih terjaga, lebih alert," ucapnya.

Pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan biasanya orang dengan jantung dan pembuluh darah sehat tidak ada masalah dengan kopi. Asalkan diminum dalam jumlah moderat, tidak lebih dari tiga cangkir per hari. "Dan tentunya tanpa gula. Kalau pakai susu, pilih susu rendah lemak."

Pengidap penyakit kardiovaskular yang ingin ngopi sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter. Kabar baiknya, kata Siska, hanya sebagian kecil pasien penyakit jantung dan pembuluh darah yang tidak disarankan lagi minum kopi.

Ahli nutrisi Jansen Ongko menyarankan agar kopi diminum pukul 09.00-12.00 dan 14.00-17.00. Pada pukul 08.00, 13.00, dan 17.00, tubuh manusia tengah memproduksi hormon kortisol atau hormon yang mengubah cadangan energi menjadi glukosa sehingga meningkatkan kewaspadaan. Seiring dengan berjalannya waktu, hormon kortisol akan menurun sehingga kewaspadaan berkurang. "Minum kopi menjelang siang atau sore lebih baik untuk mengimbangi hormon kortisol yang menurun."

Siska sependapat dengan Jansen. Menurut dia, apabila kopi yang memiliki sifat stimulus diminum pada malam hari, efek yang didapatkan adalah susah tidur. Hal itu membuat munculnya berbagai gangguan kesehatan, bukan hanya jantung. Susah tidur dapat menyebabkan tekanan darah naik-turun. "Saat malam, lebih baik minum teh saja," ujarnya.

Jansen menambahkan, waktu ngopi dan makan sebaiknya berselang satu jam. Sebab, kopi dapat menurunkan daya serap gizi, termasuk zat besi. Kopi pun lebih baik dikonsumsi sebelum berolahraga. "Sebuah penelitian mengungkapkan minum kopi sebelum olahraga akan mengoptimalkan pembakaran lemak hingga 15 persen kalori lebih banyak. Berlaku sampai tiga jam setelah olahraga," katanya.

Dengan segudang manfaat yang dikandungnya, kopi tetap memiliki beberapa efek negatif bagi kesehatan. Menurut penelitian Brigham and Women’s Hospital Amerika Serikat, konsumsi kopi berlebihan dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang disebut glaukoma sekunder. Responden yang meminum lebih dari tiga cangkir kopi dalam sehari memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit ini. "Apalagi mereka yang mempunyai riwayat keluarga glaukoma," ucap Jae Hee Kang, dokter yang menulis penelitian itu, seperti dilansir laman Sciencedaily.

Menurut Profesor Sheldon Sheps dari Mayo Clinic, kafein juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Beberapa penelitian menyebutkan kafein bisa memblokir hormon yang berfungsi menjaga arteri tetap lebar. Penelitian lainnya mengatakan kafein membuat adrenalin meningkat sehingga tekanan darah pun ikut naik. "Namun kafein tidak memiliki dampak jangka panjang terhadap tekanan darah. Saran saya, konsumsi kafein tidak lebih dari dua cangkir dalam sehari," kata Sheldon, seperti dikutip dari situs resmi Mayo Clinic.*

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus