Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Cara Lawas Rasa Global

TAK butuh waktu lama bagi Joseng, barista di Omerta Koffie Medan, menyiapkan kopi tubruk.

25 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK butuh waktu lama bagi Joseng, barista di Omerta Koffie Medan, menyiapkan kopi tubruk. Setelah menggiling kasar biji kopi Mandailing, dia memindahkannya ke dalam gelas, lalu mengguyurnya dengan air panas. Bubuk kopi terangkat sesaat begitu terkena air panas, kemudian tenggelam perlahan. Selesai, minuman kopi kental nan pahit itu siap disajikan.

Joseng menyarankan untuk menunggu beberapa menit agar bisa lebih menikmati rasa kopi. Dalam masa itu, terjadi blooming, serbuk kopi "mekar" di dalam air. Hal ini terjadi karena gas karbon dioksida yang diserap biji kopi ketika disangrai terdorong keluar oleh gempuran air panas. Kemunculan blooming juga menjadi penanda kesegaran kopi. "Khusus kopi tubruk, blooming terus terjadi walau kopi sudah dingin," kata Joseng, dua pekan lalu.

Kopi tubruk sebagai metode seduh tradisional mudah dijumpai di berbagai daerah di Indonesia dan kerap menjadi pilihan utama masyarakat. Padahal beragam trik meracik kopi dengan bermacam alat sudah merebak. Warga Aceh, misalnya, tetap menggemari kopi tubruk dan sanger-kombinasi seduhan kopi saring dan susu kental manis yang menjadi ciri khas minum kopi Aceh.

Menurut Alfi Syahrie, pemilik kafe Tootor Coffee di Takengon, Aceh, perangkat seduh kopi manual, seperti V60, kalita, chemex, dan syphon, jarang keluar dari lemari kaca kedainya. "Pengunjung jarang memesan kopi manual brew," ujarnya saat ditemui Tempo pada pertengahan Februari lalu. "Konsumen masih lebih suka kopi sanger atau tubruk."

Kopi tubruk adalah budaya menyeduh kopi khas Indonesia. Minuman disajikan tanpa menyingkirkan sedimen atau ampas kopi. Membuatnya pun sangat sederhana, tanpa ada komposisi atau aturan pembuatan khusus yang menjadi patokan utama. "Metode ini sudah ada di seluruh wilayah Indonesia sejak dulu. Tidak ada yang tahu pasti dari mana asal-usul istilah kopi tubruk," kata Kasmito, ahli cita rasa kopi alias Q grader, pertengahan Maret lalu.

Dalam daftar metode seduh manual, membuat kopi tubruk adalah cara paling sederhana dan mudah. Tidak perlu alat khusus seperti V60 saat membuat minuman kopi Vietnam. Dalam ilmu meracik kopi, teknik kopi tubruk dikenal sebagai cupping. "Metode ini justru menjadi cara mendeteksi rasa kopi paling detail," ucap Kasmito, yang juga memiliki toko Maharaja Coffee. "Istilah mungkin beda, tapi tekniknya sama."

Dalam buku Kopi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, penyajian kopi bersama sedimen ala Indonesia ini mirip dengan tradisi para peminum kopi di Timur Tengah. Lebih dikenal sebagai kopi Turki, teknik mereka berakar dari Kairo, Mesir, yang menyebar ke Turki dan seluruh Timur Tengah.

Kopi Turki diproses dari biji yang disangrai sedang hingga berwarna gelap, lalu digiling. Bubuk kopi berukuran halus kemudian direbus bersama gula. Ciri minuman kopi Turki yang benar ditandai oleh munculnya kaimaki atau lapisan busa berwarna cokelat di permukaan seduhan. Minuman kopi Turki juga ditambah rempah, antara lain kapulaga.

Menurut Prawoto Indarto, peneliti sejarah kopi Indonesia, mencampur gula dan rempah juga sudah ada dalam tradisi kopi Indonesia. Masyarakat, terutama di Pulau Jawa, biasa memasukkan gula merah atau gula batu. Belanda, di era kolonial, membawa pengaruh dalam minum kopi dengan menambah rempah seperti jahe dan kayu manis. "Semua dasarnya kopi tubruk," ujarnya.

Meski sederhana, metode kopi tubruk ternyata menjadi standar dalam penilaian kopi di setiap kompetisi atau lelang dunia. Cuma teknik ini yang dipakai untuk mengeksplorasi profil kopi. "Ini seperti penghargaan khusus terhadap gaya seduh kopi tubruk," kata Prawoto.

Namun metode seduh kopi tubruk dinilai tidak menarik untuk promosi komersial. Triknya terlalu sederhana dan kalah bersaing dibanding metode lain. "Enggak ada coffee shop bikin demo kopi tubruk, apalagi mereka punya alat macam-macam," ujar Kasmito. "Namun gaya seduh kopi tubruk tidak akan hilang."

Prawoto mengatakan model seduh tradisional Indonesia tidak akan tergerus ingar-bingar gaya menikmati kopi modern. Meski demikian, kopi tubruk sebagai gaya minum khas Indonesia perlu ditampilkan berdampingan dengan model lain yang populer dalam menu di coffee shop. "Tidak perlu malu menulis dan menyajikannya. Saya sudah melihat beberapa kafe memasang menu kopi tubruk." *

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus