Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Panas-Dingin Dahlan-Senayan

4 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Riwayat hubungan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dengan Dewan Perwakilan Rakyat lebih banyak diwarnai ketegangan, bahkan sejak bos Grup Jawa Pos itu masih duduk di kursi Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara. Belakangan hubungan mereka kembali memanas, lengkap dengan upaya saling menekan melalui berbagai isu.

Para politikus Senayan menyerang lebih dulu dengan tudingan inefisiensi di PLN semasa kepemimpinan Dahlan, yang menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan mencapai Rp 37,6 triliun. Di tengah serangan itu, tiba-tiba beredar berita berantai yang mengungkapkan dugaan pemerasan oleh sejumlah wakil rakyat kepada beberapa BUMN. Dua isu ini silih berganti berebut panggung perhatian publik sepanjang dua pekan lalu.

Diangkat menggantikan Fahmi Mochtar di PLN, menjelang akhir 2009, Dahlan langsung menggeber beragam program untuk memenuhi janjinya menghentikan pemadaman listrik bergilir yang masih kerap terjadi di banyak daerah. Ia mengusulkan kenaikan tarif dasar, lalu menyewa banyak generator baru untuk menambah pasokan daya. Namun gerak cepat Dahlan tak selalu disambut gembira. Salah satunya oleh para anggota DPR di Komisi VII, mitranya di parlemen.

"Dahlan itu terlalu besar omong," kata anggota Komisi VII dari Fraksi PAN, Alimin Abdullah, Rabu dua pekan lalu. Alimin masih ingat, dulu ketika masuk PLN, Dahlan mengatakan PLN banyak salah makan dan minum. "Tapi dia malah menyewa genset dari Cina. Sekarang kebanyakan mangkrak. Ternyata malah salah makan semakin besar, semakin boros."

Alimin lalu mengungkit peristiwa ketika Dahlan sempat mereka usir dari rapat di DPR. "Kami usir dia karena membuat laporan dengan tulisan kecil-kecil. Itu tanda dia tidak ingin laporannya dibaca," katanya. "Dia juga tak tahu aturan, menaikkan tarif dasar listrik seenaknya, kayak perusahaan nenek moyangnya saja."

Alimin dan rekan-rekannya meradang lantaran Dahlan dua kali tak memenuhi undangan rapat dengan mereka untuk membahas hasil audit BPK itu. Undangan pertama pada Senin, 22 Oktober, kemudian undangan kedua pada Rabu, 24 Oktober lalu. Ketua Panitia Kerja Sektor Hulu Listrik Effendi M.S. Simbolon bahkan mengancam akan memanggil paksa Dahlan jika ia tak hadir lagi pada undangan ketiga.

Sikap Dahlan tak hanya membuat berang Komisi Energi. Komisi VI DPR, yang membidangi urusan BUMN, juga ikut bersuara. "Sampai sekarang kami tak mengerti apa maunya Dahlan," kata Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima tentang sang Menteri, yang menurut dia belum menunjukkan kinerja cemerlang.

Para politikus di DPR juga berulang kali mencibir aksinya yang dianggap hanya sebagai pencitraan di mata publik. Misalnya ketika Dahlan membuka paksa portal jalan tol atau sewaktu menginap di rumah-rumah penduduk desa, atau proyek mobil listriknya. Puncaknya terjadi pada April lalu, tatkala DPR mengusulkan untuk menggunakan hak interpelasi sebagai reaksi terhadap kebijakan Dahlan mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada deputi, komisaris, serta direktur BUMN.

Dahlan membantah anggapan bahwa bocoran pesan berisi kabar pemerasan oleh sejumlah anggota DPR itu sengaja ia lepas sebagai serangan balik. Ketidakhadirannya di dua rapat Komisi VII, kata dia, juga bukan ia sengaja.

Ia mengaku amat sibuk karena harus menemani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Yogyakarta dan Balikpapan. Lalu pada rapat kedua, ia pergi ke Jambi mengunjungi perkebunan sawit dan peternakan sapi di PT Perkebunan Nusantara VI. "Rencana kunjungan ini sudah dibuat jauh-jauh hari," ujarnya.

Dia juga mengaku tak marah dituding sebagai biang pemborosan selama memimpin PLN. "Enggak ada alasan saya marah," katanya kalem. "Wong, audit itu justru saya yang awalnya memulai mengungkap soal inefisiensi. Temuan BPK itu pun menurut saya kurang besar."

Y. Tomi Aryanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus