Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Angin Prayitno Aji pernah menjabat Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak di tiga wilayah.
Ia disebut pernah menjadi orang dekat bekas Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo.
Diduga menyembunyikan kepemilikan resor dan penginapan di Yogyakarta dan Magelang.
RUMAH dua lantai itu berdiri di perempatan Jalan Kayu Putih Selatan I, Pulogadung, Jakarta Timur. Hampir semua tiang dan dinding rumah berlapis batu alam. Pagar setinggi dua meter mengepung rumah di atas tanah berukuran sekitar 20 x 20 meter tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah berarsitektur minimalis itu milik Angin Prayitno Aji, bekas Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak. Pada Jumat siang, 5 Maret lalu, seorang penjaga rumah berbadan kurus mengatakan sang pemilik tidak berada di rumah. Dari belakang pagar, dua unit mobil Chevrolet Blazer dan Volkswagen Golf terparkir di depan pintu garasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Angin mencuat sejak awal Maret lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dia sebagai tersangka suap pajak pada Kamis, 4 Februari lalu. Ia dituduh menerima besel dari sejumlah perusahaan, imbalan merekayasa surat ketetapan pajak (SKP) perusahaan tersebut. “Ada penyerahan uang agar nilai pembayaran pajaknya menjadi rendah,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Mantan Kepala Subdirektorat Pemeriksaan, Dadan Ramdani, juga menjadi tersangka. Dadan adalah bawahan Angin. Keduanya disinyalir bersama-sama mengatur nilai pungutan dalam SKP puluhan perusahaan dengan imbalan sejumlah uang pada 2016-2019. KPK juga menetapkan empat konsultan yang diduga terlibat dalam skandal ini sebagai tersangka.
Angin Prayitno Aji. https://www.pajak.go.id/
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan keduanya tak lagi menduduki jabatan apa pun. Mereka dicopot setelah KPK menggeledah lantai 12 dan 15 gedung Direktorat Jenderal Pajak pada Rabu, 10 Februari lalu. “Keduanya saat ini sudah dibebastugaskan,” katanya.
Angin, 59 tahun, memiliki karier yang panjang di kantor pajak. Sembari bekerja sebagai pemungut pajak, ia kuliah doktoral bidang manajemen bisnis di Universitas Padjadjaran, Bandung, dan lulus pada 2006. Sebelumnya, ia mengenyam pendidikan master di Concordia University, Kanada, dan meraih gelar pada 1996. Karena itu, kariernya moncer.
Angin pernah menjabat Kepala Kantor Wilayah Pajak Sulawesi Selatan, Jawa Barat 2, dan Jakarta Pusat. Ia naik posisi menjadi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak sejak 2016, saat Ken Dwijugiasteadi menjabat Direktur Jenderal Pajak.
Saat menjabat Direktur Jenderal Pajak pada 2001-2006, Hadi Poernomo disebut menjadikan Angin sebagai salah satu dari lima orang kepercayaannya. Dua petinggi Kementerian Keuangan yang masih aktif mengatakan Hadi kerap melibatkan Angin dalam tim khusus yang dibentuk untuk mengakselerasi penerimaan pajak.
Mereka bertugas menyasar perusahaan multinasional dan wajib pajak lain yang berpotensi menyetorkan uang besar ke kas negara. Hadi tak merespons panggilan dan pesan pendek Tempo hingga Sabtu, 6 Maret lalu.
Para pegawai kerap menyebut kelima pegawai itu sebagai “Pandawa Lima”. Sebutan ini mengacu pada lima kesatria dalam cerita pewayangan Mahabharata. Berbeda dengan Angin, empat pegawai yang disebut bagian dari Pandawa Lima sudah tak berada di Direktorat Jenderal Pajak karena telah pensiun. Ada pula yang sudah meninggal.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Heri Gunawan, mengatakan pernah mendengar kelompok Pandawa Lima di Direktorat Jenderal Pajak. Tapi ia tak yakin mereka berkaitan dengan skandal pajak yang kini diungkap KPK. “Cerita (Pandawa Lima) itu memang pernah berkembang. Tapi kan tidak bisa dijadikan dasar informasi kalau hanya desas-desus,” ujarnya.
•••
DIREKTUR Pemeriksaan dan Penagihan Pajak adalah jabatan paling strategis yang pernah diduduki Angin Prayitno Aji. Jabatan ini berwenang menentukan nilai setoran wajib pajak lewat surat ketetapan pajak. Hasil penetapan itu kemudian ditandatangani oleh kepala kantor pelayanan pajak yang menaungi wilayah domisili para wajib pajak.
Cerita berubah saat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggeser Angin menjadi Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak pada 23 Januari 2019. Seorang pejabat pajak mengatakan Angin dipindahkan setelah terdeteksi “bermain mata” dengan wajib pajak.
Atas perkara pajak yang kini diusut KPK, Menteri Sri Mulyani mengatakan mulanya Kementerian Keuangan mendapat informasi perilaku Angin dan Dadan Ramdani dari pengaduan yang masuk ke Lapangan Banteng—kantor Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat. Laporan itu diteruskan ke Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Direktorat Jenderal Pajak serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. “Proses selanjutnya kami serahkan kepada KPK,” ucapnya.
Tempo/Imam Sukamto
Dua pegawai Kementerian Keuangan yang mengetahui skandal tersebut mengatakan Angin diduga menggunakan jabatannya saat di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Pajak untuk bernegosiasi dengan wajib pajak kakap. Dalam beberapa kasus, ia mendelegasikan peran itu kepada empat kepala subdirektorat di bawahnya.
Bersama anak buahnya, Angin diduga “mengurus” 165 SKP wajib pajak sejak 2016 hingga 2019. Total jumlah suap yang mereka terima ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah. Angin diduga menggunakan duit ini untuk membeli sejumlah aset.
Sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak, Angin berpangkat eselon II dengan peringkat jabatan 23. Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 menyebutkan peringkat jabatan 23 menerima tunjangan kinerja sebesar Rp 81,9 juta setiap bulan. Pendapatan ini ditambah gaji pokoknya yang mencapai Rp 7,3 juta.
Saat mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2019, ia tercatat memiliki tiga bidang tanah dan bangunan senilai Rp 14,9 miliar. Ia turut melaporkan tiga unit mobil senilai Rp 364,4 juta. Harta bergerak lainnya dilaporkan berjumlah Rp 1,09 miliar. Total harta yang tulis dalam LHKPN mencapai Rp 18,6 miliar.
Namun harta Angin diperkirakan lebih banyak daripada yang tercatat di laporan kekayaannya. Ia diduga memiliki resor dan penginapan dengan konsep budaya Jawa di Yogyakarta dan Magelang, Jawa Tengah. Ia diperkirakan menyembunyikan kepemilikan dengan menggunakan nama orang lain alias nominee, termasuk bawahannya di kantor pajak, sebagai pemilik tanah.
Tempo berupaya menghubungi sejumlah nomor telepon yang disebut milik Angin. Namun hingga Sabtu, 6 Maret lalu, tak ada satu pun yang merespons. Saat Tempo mendatangi rumah Angin di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, pria kurus yang mengaku bekerja di sana berjanji menyampaikan surat permohonan wawancara Tempo kepada majikannya. “Nanti akan saya sampaikan,” katanya, Jumat, 5 Maret lalu.
Hingga pekan pertama Maret 2021, Angin belum diperiksa sebagai tersangka. Namun KPK sudah mengirimkan surat cegah-tangkal terhadap Angin dan lima tersangka lain ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Mereka sudah ada dalam daftar cekal atas permintaan KPK,” ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian Hukum Tubagus Erif Faturahman.
RIKY FERDIANTO, LINDA TRIANITA, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo