PABRIK kompos di barat kota Denpasar kini semakin populer saja.
Anehnya bukan karena fungsinya semula. Pabrik yang tinggal
namanya saja ini populer karena dipakai tempat penampungan. Dulu
para WTS ditampung di sini. Sekarang WTS tidak lagi digrebeg,
lantaran tim tak punya dana. Sebagai gantinya, pabrik kompos
yang tinggal bangunannya saja ini kini menampung sejumlah papan
reklame yang kena penertiban.
Tim penertiban papan reklame ini diketuai oleh Kepala Diparda
Badung drs. Sepud. Biaya penertiban pun diambil dari kocek
Dinas Pariwisata. Papan reklame yang ditertibkan "semua papan
reklame yang tidak ada izin dan pemasangannya mengganggu
keindahan alam dan kelestarian pariwisata," begitu drs. Sepud
berkata. Tentu saja yang berada di wilayah Kabupaten Badung,
karena di luar kabupaten itu tim tak punya kekuasaan.
Jalannya operasi penertiban ini ramai juga. Sejumlah papan
reklame di urusan jalan protokol Denpasar-Kuta-Ngurah Rai
diturunkan dan diangkut ke kompos. Jurusan Denpasar-Tabanan, di
mana dulunya banyak papan bertengger di jalan, kini sudah sepi.
Tak peduli ada izin atau tidak. "Di jurusan itu sudah jelas
mengganggu kelestarian pariwisata," begitu drs. Sepud memberikan
alasan. Karena menggebunya penertiban ini, belum ada sebulan tim
bekerja sudah o00 papan reklame yang berhasil dikomposkan. Dari
papan reklame yang sudah sukar dibaca karena luntur catnya
sampai papan reklame yang baru dipasang.
Dompleng
"Sekarang tim pasang kuda-kuda untuk bergerak di dalam kota,"
ujar Sepud kepada TEMPO. Di kota, sasarannya juga papan nama
toko-toko yang kini agaknya jadi mode dengan didomplengi
reklame. Hampir semua papan nama toko menjadi satu dengan papan
reklame. Misalnya reklame minuman rokok, cat dan semacamnya.
Bisa diduga, ratusan lagi papan reklame akan siap untuk
dikomposkan.
Reaksi pun bermunculan. Sebuah perusahaan ngotot mempertahankan
papan reklamenya karena merasa sudah mendapat izin. Bahkan drs
Sepud mengakui ada nota dari penjabat tertentu yang dibawa
pengusaha ini, agar papan reklamenya tidak digusur. Tapi tim
nampaknya tak kenal kompromi. Semua ditelannya. "Diturunkan
dulu, nanti berdasarkan permohonan baru akan diizinkan memasang
pada lokasi tertentu," kata seorang penjabat di Kabupaten
Badung.
Adanya penertiban ini tidak berarti Kabupaten Badung mau bersih
dari segala reklame. Izin permohonan pemasangan baru tetap ada,
dan kini mengalir. Namun ada ketentuan yang juga baru, yakni
izin baru keluar dari bupati jika ada rekomendasi Kepala Diparda
Badung dan Kepala Pekerjaan Umum Badung. Pihak PU mudah saja
memberi rekomendasi. "Asal pemasangan reklame itu tidak
mengganggu badan jalan, tidak menutupi rambu lalulintas dan
mengganggu pandangan pengemudi kendaraan, ya okey . . ." pihak
PU memberi keterangan. Persoalannya Dinas Pariwisata yang belum
siap dengan kriteria. Kalau mau jalur pariwisata bersih dari
papan jenis ini, artinya tak ada izin buat itu. Semua jalur
jalan di kawasan Badung adalah jalur wisata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini