Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amerika Serikat dan Israel tak ubahnya dua sejoli yang sudah mematri tekad sehiÂdup-semati. Selain banyak orang Yahudi yang menduduki posisi penting di pemerintahan Amerika Serikat, mereka juga memiliki pelobi kuat yang mempengaruhi setiap keputusan Amerika. Pada 1953, lima tahun setelah negara Israel berdiri, di Amerika Serikat dibentuk kelompok lobi independen Komite Urusan Publik Amerika-Israel (AIPAC) menyusul ketegangan antara PreÂsiden Eisenhower dan loyalis Yahudi yang tergabung dalam Dewan Zionis Amerika. ”Ketegangan itu begitu akut sehingga pemerintah akan menginvestiÂgasi Dewan Zionis,” kata Steven Spiegel, Profesor Ilmu Politik UCLA.
Sejak itu sejumlah nama pembela Israel terdengar mencorong, lalu menghilang. Beberapa tokoh internasional yang masih kerap disebut adalah mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger, atau Direktur Bank Dunia Paul Wolfowitz. Sejumlah nama lainnya mempunyai pengaruh internasional sampai level tertentu meskipun kurang populer dibandingkan dua nama di atas. Inilah beberapa di antaranya.
Richard Perle
Dua bulan sebelum peristiwa 9/11 terjadi, Richard Norman Perle diangkat George Bush sebagai Ketua Penasihat Dewan Kebijakan Pertahanan, lembaga yang memberikan saran kepada Departemen PertaÂhanan. Pria berdarah Yahudi kelahiran Los Angeles 65 tahun silam itu memang bukan orang baru di Pentagon. Ketika Ronald Reagan memerintah di era 1980-an, Perle ditunjuk sebagai asisten Menteri Pertahanan Caspar Weinberger.
Alumnus London School of Economics yang dikenal memiliki gaya diplomasi yang dingin, menusuk, dengan pilihan diksi yang muram ini dijuluki PaÂngeran Kegelapan. Ia termasuk penanda tangan surat Project for the New American Century (PNAC) yang dikirimkan kepada Presiden Clinton pada 26 Januari 1998. Isi surat itu adalah seruan penggulingan Saddam Hussein lewat jalur diplomatik dan militer.
Penulis buku An End to Evil: How to Win the War on Terror (2003), yang ditulis bersama David Frum, ini pernah mengepalai satu kelompok studi yang merekomendasikan kebijakan strategis bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Strategi yang diberi judul A Clean Break: A New Strategy for Securing the Realm itu berisi saran agar Israel menjauh dari prinsip-prinsip sosialis dan menjadi lebih mandiri, terutama terhadap genggaman Yasser Arafat atas masyarakat Palestina.
Ketika akhirnya Bush jadi mengirimkan pasukan ke Irak, Perle menerbitkan sebuah tulisan ”kemeÂnangan” di Guardian. Judulnya ”Thank God for The Death of UN”.
Martin Indyk
Dua kali menjadi Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel (1995-1997, dan 2000-2001), Indyk kini menjabat sebagai Direktur Saban Center for Middle East PoÂlicy. Pria kelahiran London 55 tahun silam ini pernah menjadi Direktur Riset AIPAC, sebuah kelompok pelobi Amerika Serikat pro-Israel dengan 100 ribu anggota di 50 negara bagian. The New York Times menyebut AIPAC ”kekuatan utama yang membentuk kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah”.
Pamor Indyk bahkan leÂbih berkibar dibandingkan Presiden AIPAC sekarang, Howard Friedman. Lewat pengaruhnya di Kongres, bantuan mengucur mudah ke Israel sampai US$ 3 miliar setahun. Sebagai akademisi, Indyk juga pernah mengepalai The Washington Institute for Near East Policy yang dianggap sebagai ”kawah candradimuka” bagi penggodokan tokoh-tokoh pro-Israel di Amerika Serikat.
Mel Sembler
Mantan duta besar Amerika Serikat untuk Italia (2001-2005) berusia 76 tahun itu memiliki ”prestasi” yang tak dimiliki diplomat lain: sebuah gedung yang memikul namanya. Beberapa saat sebelum ditarik, Sembler meresmikan sebuah gedung tambahan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Roma. Atas usul Senator Republiken Bill Young, gedung itu dinamakan Mel Sembler Building—sebuah penghargaan yang tak lazim bagi diplomat yang masih hidup. Tapi Young punya alasan tersendiri, Sembler adalah KeÂtua Kehormatan Koalisi Yahudi Republiken.
Sembler memang bukan orang baru bagi klan Bush. Saat Bush senior berkampanye pada 1998. Sembler menjadi Komite Pengarah Nasional sekaligus mengurus dana kampanye. Setelah terpilih menjadi preÂsiden, Bush senior menunjuknya menjadi Duta Besar untuk Australia dan Nauru (1989-1993). Alumnus Universitas Northwestern ini kemudian mendirikan The Sembler Company, salah satu pengembang terkemuka untuk pusat-pusat perbelanjaan di seantero Amerika. Atas kepiawaiannya berbisnis itu, George W. Bush mengangkatnya menjadi Presiden Bank Ekspor Impor Amerika.
David Frum
Penulis pidato Presiden George W. Bush ini diÂkenal luas sebagai orang yang memperkenalkan istilah axis of evil, poros setan, dalam pidato-pidato Bush, meskipun istilah asli yang digunakan Frum adalah axis of hatred, poros kebencian, seperti tertulis dalam bukunya, The Right Man: The Surprise Presidency of George W. Bush (2003). Buku pertamanya, Dead Right, yang ditulis Frum ketika berÂusia 34 tahun (pada 1994) dinobatkan The New York Times sebagai ”... buku tercerdas yang pernah ditulis oleh orang dalam kelompok konservatif Amerika.”
Ibunya, Barbara Frum, adalah jurnalis terkemuka Kanada dan pejuang liberalisme yang banyak mewarnai pemikiran politik Frum muda, termasuk dukungannya yang total terhadap Israel. Selama 2001 sampai awal 2002, ia menjadi tim penulis pidato ekonomi Presiden Bush meski masih berkewarganegaraan Kanada. Paspor Amerika baru dipegangnya pada 2002 setelah naturalisasi.
Dalam bukunya yang ditulis bersama Perle, An End to Evil: How to Win the War on Terror, Frum menyarankan agar Bush memperkeras kebijakan atas Korea Utara, Arab Saudi, dan negara Islam lainnya agar bisa ”menang perang melawan teroris”.
Akmal Nasery Basral
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo