NAMA kembar dan jenis pekerjaan sama, malunya pun sama. Ini kisah dari Rejanglebong, Bengkulu. Adalah dua orang bernama S. Siregar, sama menjadi grosir bumbu masak "Sasa". Cuma yang satu di Pasar Atas, dan satu lagi di Pasar Bawah, dan keduanya ikut undian. Pada hari pengumuman di Gedung Olahraga, nama S. Siregar muncul sebagai yang beruntung. Ini, Siregar di Pasar Atas. Disaksikan ribuan pasang mata, ia menerima hadiah antena parabola. Malam itu juga, panitia mengantarkan ke rumahnya di Kelurahan Sidorejo, Curup, Rejanglebong. Dan besok, disusul pemasangannya. Kegembiraan tak hanya meliputi keluarga dengan tiga anak ini, tapi juga dinikmati para jiran yang bersukacita menonton acara TV dari luar negeri. Pintu rumahnya dipentang siang malam. Tapi, dua hari kemudian, muncul lagi orang dari "Sasa". Siregar mengira tiga petugas ini untuk mengecek bagus tidaknya antena hadiah itu, sampai sang istri pun menyuguhkan kopi. Namun, betapa terkejutnya tuan rumah ketika tamunya menyatakan maksud untuk mencopot kembali parabola itu. Alasannya, ada kekeliruan. Mestinya hadiah itu untuk Siregar yang di Pasar Bawah. Siregar Pasar Atas protes, Sampai bersitegang, tetapi si tamu tetap saja membongkarnya. Urusan hadiah cucuk cabut ini segera jadi gunjingan. Misalnya, ada yang bilang, itu hasil maling. Atau lantaran tak sanggup bayar utang. Bukan main malunya, sampai seminggu keluarga ini mengunci diri. Parabola tadi lalu dicucukkan di wuwungan rumah Siregar Pasar Bawah. Selesai? Eh, belum, rupanya. Berselang tiga hari, muncul lagi orang bumbu masak itu dengan maksud yang sama: mencopot antena itu kembali. Kali ini alasannya gara-gara salah kasih tempo hari. Maka agar jangan kisruh, hadiah itu harus ditarik kembali. Dan sekadar menghibur, panitia menggantinya dengan uang tunai Rp 1 juta. Semula, Siregar keberatan. Tapi daripada cuma gigit jari seperti Siregar satu lagi, ya, diterima juga, meski ia sempat tiga hari mengunci diri. Malu. Kembali kepada Siregar Pasar Atas, dia juga diiming-imingi bingkisan. Namun, ditolaknya. Sebab, sehabis dipermalukan di muka umum itu, anak-anaknya tak mau lagi menonton TV. "Mereka merengek minta parabola," katanya kepada Marlis dan Budiarni dari TEMPO. Dan kejadian itu sempat dipendamnya enam bulan dengan perkiraan akan ada kabar baik dari panitia. Ketika harapannya masih hampa, Siregar Pasar Atas mengadu ke polisi, awal April lalu. Begitu perkaranya diproses Polres Rejanglebong, pihak panitia berjanji menyelesaikannya secara kekeluargaan. Yaitu, Siregar Pasar Atas akan mendapat kembali parabola asalkan membatalkan pengaduan. Menjelang Lebaran lalu, parabola itu dicucukkan kembali di atap rumah Siregar Pasar Atas. Dan pada hari kedua, setelah antena itu tertancap di ubun rumahnya, ia mengundang seluruh jiran. "Sekalian ini membuktikan bukan hasil curian atau urusan tunggakan kredit," ujarnya. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini