PERTENGHAN bulan April lalu. pasar Inpres Gondanglegi di kota
Malang selesai dan diresmikan Gubernur Jawa Timur. Tapi sampai
sekarang masih kosong, belum seorang pedagang pun yang
berjualan. Menurut para pedagang hal itu terjadi karena ternyata
pasar Inpres berbiaya hampir Rp 70 juta itu dijual dan tidak
disewakan sebagaimana mestinya pasar-pasar Inpres. Dan harga
penjualan itu dikeluhkan para pedagang sebagai terlalu mahal.
Pasar Gondanglegi dibangun di atas tanah seluas 6.192 MÿFD.
Terdiri dari 6 buah los panjang maslng-masing berukuran 12 x 4 M
dengan 99 buah petak toko. Pasar ini dimaksudkan sebagai
pengganti pasar lama yang musnah terbakar dua tahun lalu.
Kepada Pembantu T~EMPO di Malang, para pedagang menuturkan
bahwa pihak Pemda Kabupaten Malang sudah menentukan harga
tebusan. Yaitu untuk los dalam pasar Rp 5.000 per MÿFD, untuk
toko yang menghadap ke luar dengan ukuran 20 MÿFD Rp 400.000,
toko yang menghadap ke dalam pasar Rp 200.000. Sedangkan untuk
toko yang menghadap ke timur (terpisah dari bangunan induk)
Rp 700.000 per petak.
~
Bersamaan dengan ketentuan itu diumumkan pula bahwa setiap
pedagang yang ingin mendapat kios/toko diharuskan menyetorkan
uang muka 25% dari harga tebusan, ditambah 10%, untuk
administrasi dan RP 500 sebagai tambahan untuk Camat
Gondanglegi. Sisanya dapat diangsur dalam jangka waktu 18 bulan.
Menurut Djalmo, Kepala Pasar Inpres Gondanglegi, sampai
pertengahan Juli lalu, sudah ada sekitar 50%, dari 16 orang
pedagang anggota PPPG (Persatuan Pedagang Pasar Gondanglegi)
yang menyetor uang.
Minta Ganti
Tapi yang dibayar itu bukannya uang muka seperti ditentukan.
melainkan dalam bentuk uang titipan kepada kepala pasar sebagai
ikatan. Besarnya berbeda-beda. Ada yang Rp 3.000 ada RP 4.000
bahkan ada yang RP 2.000. Sebabnya sudah tentu karena para
pedagang tidak mampu untuk memenuhi ketentuan angsuran seperti
ditetapkan. Sementara dari pihak pengelola pasar merasa lebih
baik menerima uang titipan itu daripada tak terdapat satu nama
pedagang pun sebagai calon penjual di pasar yang cukup bagus
itu. Malahan bagi pihak pedagang sendiri kesulitan bukan hanya
dalam mencari uang setoran, juga untuk melengkapi alat-alat
berdagang (seperti lemari, pagar batas dengan pedagang kiri
kanannnya) terasa berat. Mereka adalah pedagang-pedagang
pribumi lemah.
Sebuah delegasi yang terdiri dari pengurus PPPG mewakili para
pedagang akhirnya baru-baru ini dikirim menghadap Bupati Malang.
Mereka minta agar harga tebusan diturunkan dan diberi
keringanan bagi para pedagang lama. Belum terdengar hasilnya,
karena kabarnya pihak Pemda Kabupaten Malang masih
berfikir-fikir. Tapi hasil nyata segera tampak, yaitu mungkin
karena takut -- Camat Gondanglegi buru-buru mengembalikan uang
pungutan sebesar Rp 500 yang sudah sempat diterimanya dan
beberapa orang pedagang.
Di samping itu, delegasi tadi sempat juga memperoleh jawaban,
mengapa pasar Inpres itu dijual dan tidak disewakan sebagaimana
seharusnya. Menurut seorang pejabat kantor bupati, seperti
dituturkan seorang pedagang, hal itu dimaksudkan untuk menutupi
beberapa pengeluaran Pemda Malang. Disebut misalnya, pasar itu
seharusnya tidak memakai pintu, kaca, pagar dan beratap bambu.
Tapi dalam kenyataannya pasar Inpres Gondanglegi memiliki pintu
untuk setiap toko, berkaca, berpagar dan beratap asbes. Nah
karena biaya tambahan inilah maka Pemda Kabupaten Malang merasa
perlu minta ganti dari para pedagang dengan jalan menjualnya.
Begitu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini