Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Jalan Untuk Transmigran

Sulawesi tenggara masih terbuka untuk penampung transmigran. sarana jalan kurang memadai, pelaksanaan kebijaksanaan transmigrasi belum sinkron. problem keamanan, kemalasan dihadapi transmigran. (dh)

13 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Sulawesi Tenggara transmigrasi dimulai sejak tahun 1968. Hingga akhir 1976 penduduk pendatang di sana sudah berjumlah 5.807 KK atau 24.296 jiwa. Angka ini tentu belum apa-apa bagi Iuas propinsi yang 38.000 Km dengan penduduk sckitar 800.000 jiwa. Walaupun baru-baru ini sebanyak 19 KK didatangkan dari Yogyakarta sebagai tranmigrasi udara. Karena itu agaknya untuk waktu-waktu dekat ini Propinsi Sulawesi Tenggara masih tetap termasuk wilayah yang membuka pintu lebar-lebar bagi kaum pendatang. Namun ini tak berarti bahwa daerah ini sudah seluruhnya siap menyambut kedatangan mereka. Masalah pokok yang masih dihadapi propinsi ini tentulah prasarana jalan, terutama untuk mengembangkan kantong-kantong produksi di daerah transmigrasi itu dengan sekitarnya. Di seluruh propinsi ini baru sepanjang 17 Km jalan (negara) menghubungkan Kendari di pantai timur dan Kolaka di pantai barat yang sudah diaspal. Ada pula yang lain, yaitu antara lapangan terbang Wolter Monginsidi ke Kendari dan dari Kendari ke Laimia. Selebihnya terdiri dari jalan tanah atau berbatu yang akan berantakan bila sedikit saja tersiram hujan. Tak mengherankan bila harga hasil bumi di tiap kota kabupaten cukup menyolok dibanding harga asalnya di pedalaman. Harga beras di Ladongi hanya Rp 75 per liter misalnya, di Kendari sudah jadi Rp 200. Padahal seperti dikatakan Ketua DPRD Sulawesi Tenggara drs. Abullah, produksi yang dicapai para transmigral1 bisa melimpah tapi pemasarannya perlu pemecahan. Semua menyangkut keadaan jalan yang masih perlu dibenahi, meskipun propinsi ini terkenal sebagai penghasil aspal Buton. Transmigran DKI Tapi tak hanya persoalan jalan buruk yang menghambat kemajuan para penduduk pendatang di daerah ini. Tak kalah pentingnya masalah pelaksanaan kebijaksanaan transmigrasi itu sendiri. Seperti diungkapkan ir. Martha Yudadibrata dari Kanwil Transmigrasi Sulaesi Tenggara, pelaksanaan policy transmigrasi tidak sinkron. Contohnya tanah sudah dicangkul tapi bibit belum ada. Jika bibit sudah datang, pembagiannya sering tak merata. Belum lagi soal irigasi yang sering menjengkelkan transmigran karena sang air tak kunjung mengalir di saluran, apa lagi untuk membasahi tanaman mereka. Lebih dari semua itu, problem diantara para transmigran itu sendiri bukannya tak ada. Transmigran dari DKI Jakarta misalnya sering disebut sebagai biang kekerokan di beberapa lokasi. Walaupun hanya dalam bentuk pencurian-pencurian kecil. "Transmigran dari DKI dikirim tidak dengan persiapan yang mantap ke mari," ujar Harsono Kakanwil Transmigrasi Sulawesi Tenggara. Mereka, tambah Harsono, kalau mencangkul merasa seperti dihukum. Lalu kalau ada pekerjaan di kota ramai-ramai meninggalkan sawah atau ladang. Tapi, komentar Dirjen Transmigrasi Sutijab Sukaddis, jangan begitu saja menyalahkan transmigran dari DKI, teliti dulu apa yang salah. "Mungkin seleksinya yang salah, maka sistemnya harus diperbaiki" tambah Sutijab. Sebah yang terbilang nakal bukan dari DKI saja. Transmigran asal Jawa Timur tak kalah. Pacul atau kelambu mereka jual untuk pergi ke Kenduri. Selain mencopet ada pula yang buka praktek WTS. Tanah mereka tinggalkan tak tergarap. Dan meskipun terhadap yang nakal-nakal ini dikenakan pengketatan surat jalan tahu-tahu suatu ketika mereka sudah muncul di Jakarta. Entah bagaimana caranya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus