Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABAR buruk itu sampai ke telinga Budi Sampoerna, awal November tahun lalu. Bank Century, tempat dia menyimpan triliunan rupiah pundi-pundinya, kesulitan likuiditas. Sang pemilik bank sendiri, Robert Tantular, yang datang ke rumah Budi Sampoerna di Surabaya, menyampaikan kabar buruk itu. ”Bila tak ada investor baru, Bank Century sulit beroperasi lagi,” kata sumber Tempo yang mengetahui ihwal pertemuan itu.
Beberapa skenario pun diajukan Robert untuk menyelamatkan Century. Salah satu yang dia tawarkan: menjual saham bank itu kepada keluarga Sampoerna. Namun, sampai pertemuan ditutup, tak ada solusi konkret yang disepakati.
Tak sampai sepekan kemudian, kondisi Bank Century terus memburuk. Bank Indonesia mengumumkan bank itu kalah kliring. Kabar itu memicu kepanikan nasabah dan membuat Sampoerna gelisah. Tak ayal, penarikan dana besar-besaran pun terjadi. Century makin limbung.
Pekan kedua November 2008, manajemen Bank Century menghubungi keluarga Budi Sampoerna, nasabah terbesar bank itu. Pesannya singkat dan jelas: kapal Century sebentar lagi karam. Sejak itulah keluarga Budi bersiap menggelar operasi penyelamatan. Targetnya mengambil kembali dana perusahaan mereka yang tersangkut di Bank Century.
Budi Sampoerna dan perusahaannya, PT Lancar Sampoerna Bestari, merupakan satu dari sedikit nasabah utama Bank Century. Sumber Tempo menyebutkan, suatu ketika, perusahaan itu pernah menyimpan dana sampai Rp 3 triliun di Bank Century Cabang Surabaya. Lila Gondokusumo, Direktur Pemasaran Bank Century untuk Wilayah Jawa Timur, kenal baik dengan petinggi-petinggi PT Lancar.
Dibanding nasabah kakap lain, intensitas dan kebutuhan penarikan dana Budi Sampoerna tergolong tinggi. Karena itulah Budi langsung merasakan ada kejanggalan ketika permintaan penarikan fulusnya tersendat, sejak September tahun lalu. Padahal duitnya di rekening Century masih sekitar Rp 1,7 triliun.
Setelah manajemen Century mengibarkan bendera putih pada November 2008, keluarga Budi Sampoerna segera mengirim satu penasihat mereka untuk membereskan ihwal fulus Sampoerna yang masih tersangkut di sana.
Perhitungannya sederhana, yakni jika pemerintah memutuskan menutup bank tersebut, hampir pasti fulus itu bakal melayang. Semua orang tahu, Lembaga Penjamin Simpanan hanya menjamin rekening berisi Rp 2 miliar ke bawah. Rekening Budi Sampoerna tak termasuk yang dijamin pemerintah.
Mereka mulai putar otak. Awalnya, tim mereka sempat mengkaji kemungkinan membeli semua aset Bank Century, termasuk kredit debitor bank itu. Tak hanya itu, tim ini sempat mengusulkan deposito Budi Sampoerna dipecah dalam sejumlah deposito kecil bernilai Rp 2 miliar. Dengan begitu, semuanya bisa masuk skema penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan jika kelak Century ditutup.
Sumber Tempo yang mengetahui soal pertemuan tersebut bercerita bahwa Robert Tantular ketika itu juga masih yakin bisa memperbaiki Century. Dia bahkan mengajukan pinjaman sebesar US$ 18 juta (sekitar Rp 180 miliar) dari dana Budi Sampoerna di banknya untuk menyelesaikan utang valuta asingnya. Century juga sudah mengajukan permintaan mendapat fasilitas pinjaman jangka pendek dari Bank Indonesia.
Agar penanganannya terpusat, malam itu juga seluruh dana Budi Sampoerna di Century Cabang Surabaya dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta. Kabarnya, total nilainya US$ 96 juta. Saat itulah, menurut sumber Tempo, deposito Budi mulai dipecah-pecah menjadi 200 rekening.
Pada saat yang sama, duit US$ 18 juta Budi yang hendak dipinjam Robert Tantular berpindah tangan. Sumber Tempo menjelaskan, sebenarnya, ketika itu Robert sudah membuat akta pengakuan utang untuk fulus US$ 18 juta yang dipinjam, tapi sampai sekarang akta itu tak pernah jelas keberadaannya.
Namun semua langkah itu tak berbuah maksimal. Nasabah Bank Century tetap panik dan terus menarik dananya keluar. Total pinjaman jangka pendek yang dikirim Bank Indonesia sekitar Rp 700 miliar tak kuasa mengubah nasib Century. Bank itu seakan berubah menjadi lubang hitam pengisap fulus.
Pengacara Budi Sampoerna, Lucas, membantah cerita di atas. Dia menjelaskan, uang US$ 18 juta itu justru diambil diam-diam tanpa setahu Sampoerna. Sumber Tempo yang lain membenarkan. ”Tanda tangan Pak Budi dipalsukan,” katanya.
Semua bermula saat Bank Century kesulitan likuiditas, akhir Oktober tahun lalu. Saat itu, beberapa kali Robert Tantular menghubungi Budi dan meminta seluruh dananya dipindahkan ke rekening Century yang berbasis di Jakarta saja. Budi meluluskan permintaan Robert karena memang ada kebutuhan untuk membantu perusahaan kerabatnya di Ibu Kota. Saat itulah Robert menilap US$ 18 juta milik Budi.
Erwin Prasetio, Direktur Bank Century, membenarkan adanya unsur penipuan dalam kasus lenyapnya US$ 18 juta milik Budi. ”Ada fraud di dalam bank yang melibatkan kerabat Robert Tantular,” katanya, akhir Agustus lalu.
Sumber Tempo menjelaskan, adik Robert, Dewi Tantular, mengambil dana cash dari lemari besi banknya, sedikit demi sedikit, sampai total mencapai US$ 18 juta. ”Dana yang hilang itulah yang mau ditambal dengan mengambil uang Pak Budi,” kata Erwin. Bank Century sendiri, kata Erwin, akan menuntut Robert mengganti dana US$ 18 juta itu.
Undangan dari Bank Indonesia datang pada pekan terakhir Oktober. Bank sentral memanggil Robert Tantular dan jajaran direksinya ke kantor Bank Indonesia. Dua jam menunggu di Kebon Sirih, mendadak sang pengundang memindahkan lokasi rapat ke Departemen Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Di sana, setelah semalaman ditunggu dengan harap-harap cemas, keputusan pemerintah akhirnya disampaikan kepada Robert Tantular pukul tujuh esok harinya. Century akan diambil alih pemerintah. Tak sampai sepekan kemudian, Robert Tantular ditangkap polisi.
Tinggallah kini keluarga Budi Sampoerna dan PT Lancar yang ketar-ketir soal nasib duitnya. Apalagi setelah mereka tahu dana yang digangsir Robert sebesar US$ 18 juta kini tak ketahuan rimbanya. Ketika itulah keluarga Sampoerna memutuskan meminta bantuan pengacara tenar, Lucas, untuk mengejar Robert Tantular.
Belakangan, sepak terjang Lucas menggaet kembali dana kliennya jadi berita besar. ”Padahal uang US$ 18 juta itu belum kembali sampai sekarang,” kata Lucas.
Wahyu Dhyatmika, Anne L. Handayani, Munawwaroh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo