Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketua KPK Firli Bahuri kerap berhadapan dengan Dewan Pengawas karena laporan pelanggaran kode etik.
Kerap lolos dari hukuman berat meski divonis melanggar kode etik.
Kariernya moncer di Kepolisian RI.
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri kembali berhadapan dengan Dewan Pengawas KPK. Pria 59 tahun itu diadukan mantan Direktur Penyelidikan KPK, Brigadir Jenderal Endar Priantoro. Endar melaporkan Firli karena pencopotannya sebagai Direktur Penyelidikan KPK melanggar prosedur dan kode etik. “Ada tiga kasus yang saya laporkan,” kata Endar pada Kamis, 6 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Endar tak mendetailkan kasus yang dilaporkan kepada Dewan Pengawas. Namun laporannya sudah diproses. Anggota Dewan Pengawas KPK, Harjono, mengatakan sudah membaca laporan aduan Endar secara sekilas, tapi belum mendalami karena memerlukan data pelengkap. “Kami sudah terima laporannya, tapi belum diapa-apain,” ujar Harjono di kantornya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini bukan pertama kali Firli dituduh melanggar kode etik. Lulusan Akademi Kepolisian 1990 itu pernah tersandung pelanggaran etik penggunaan helikopter milik perusahaan swasta berkode PK-JTO. Ia menggunakan helikopter itu untuk pulang ke kampung halamannya di Baturaja, Sumatera Selatan, pada Juni 2020.
Baca: Biang Keladi Bernama Firli
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman yang melaporkan Firli ke Dewan Pengawas. Firli sempat membela diri dengan mengatakan ia menyewa helikopter tersebut dengan harga Rp 7 juta per jam. Ia lolos dari hukuman berat. Dewan Pengawas memutuskan Firli melanggar etik serta memberikan sanksi teguran tertulis.
Meski kasusnya sudah selesai ditangani Dewan Pengawas, Indonesia Corruption Watch melaporkan Firli ke Badan Reserse Kriminal Polri atas penerimaan gratifikasi helikopter. Hingga kini, peneliti ICW, Wana Alamsyah, mengatakan laporan itu jalan di tempat. “Dari Bareskrim tidak pernah ada kabar perkembangannya,” ucap Wana. Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo ihwal penanganan kasus tersebut.
Setahun kemudian, Firli diadukan lagi ke Dewan Pengawas atas dugaan pelanggaran etik oleh Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) 2020. Aduan ini terkait dengan himne dan mars KPK yang diciptakan oleh istri Firli, Ardina Safitri. Namun Dewan Pengawas pada Januari lalu menyatakan kasus itu bukan termasuk pelanggaran etik.
Sebelum menjadi orang nomor satu di KPK, Firli pernah berhadapan dengan persoalan etik saat menjabat Deputi Penindakan KPK pada periode April 2018-Juni 2019. Ia menemui Muhammad Zainul Majdi atau bisa disapa Tuan Guru Bajang pada 12-13 Mei 2018.
Pada saat itu, Tuan Guru Bajang masih menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat. KPK tengah menyelidiki perkara korupsi divestasi perusahaan tambang yang menyeret Pemerintah Provinsi NTB. Dalam aturannya, pegawai KPK dilarang menemui pihak beperkara. Firli pernah menjabat Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat.
Saut Situmorang, pemimpin KPK saat itu, mengatakan pengawas internal dari tim Wadah Pegawai dan tim internal dari luar KPK sudah mengusut kasus pertemuan Firli dengan Tuan Guru Bajang. Setelah menjalani beberapa kali persidangan, Firli diputuskan melanggar kode etik. “Pertemuan itu tanpa sepengetahuan kami sebagai pimpinan KPK,” kata Saut pada Kamis, 6 April lalu.
Pengawas pun telah menyusun sanksi yang akan diberikan kepada Firli. Namun, kata Saut, sebelum pimpinan menjatuhkan sanksi, Firli lebih dulu ditarik ke Kepolisian RI. Setelah kejadian itu, karier Firli justru makin moncer.
Ia menjabat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan pada Juni 2019. Lima bulan kemudian, Firli ditarik menjadi Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri. Pangkatnya naik menjadi komisaris jenderal.
Firli tak merespons surat permohonan wawancara Tempo hingga Sabtu, 8 April lalu. Dalam sebuah pernyataannya di acara uji publik calon pemimpin KPK di Sekretariat Negara pada Agustus 2019, Firli mengakui bertemu dengan Tuan Guru Bajang. Di pengujung 2019, ia tetap terpilih menjadi Ketua KPK.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo