Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kamala dianggap sebagai perempuan berkarisma dan pekerja keras. Â
Ia adalah perempuan pertama yang terpilih sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat.
Sebelumnya, Kamala juga perempuan berkulit coklat pertama yang menjadi Jaksa Agung di California.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Novita Ekasari menyaksikan banyak gadis kecil berkulit cokelat di Atalanta, Negara Bagian Georgia, Amerika Serikat, mengidolakan Kamala Harris, kandidat Wakil Presiden Amerika yang mendampingi Joe Biden dalam pemilu presiden. Penduduk Atalanta asal Indonesia itu mengatakan anak-anak tersebut menganggap Harris sebagai perempuan berkarisma dan pekerja keras.
"Kebanyakan anak perempuan berkulit cokelat sebelumnya ingin terlihat seperti boneka barbie. Tapi, berkat pengasuhan yang apik, mereka akhirnya menyadari bahwa menjadi perempuan berkulit cokelat seperti Harris justru luar biasa!" kata Novita kepada Tempo, kemarin.
Harris merupakan perempuan pertama yang terpilih sebagai Wakil Presiden Amerika. Perempuan berusia 56 tahun itu berasal dari keturunan pendatang. Ayahnya berasal dari Jamaika dan ibunya dari India. Harris besar di Oakland, California. Negara ini terkenal memiliki penduduk multiras dan kerap menerapkan regulasi yang mengadopsi prinsip keberagaman kebudayaan.
Harris memulai karier sebagai Jaksa Wilayah San Fransisco pada 2004. Dia melakoni jabatan itu selama tujuh tahun. Di sini, Harris memperkenalkan program Back on Track, yaitu serangkaian proses pemulihan sosial bagi pengguna narkoba level rendah berusia 18-30 tahun untuk kembali aktif berkontribusi di masyarakat.
Karier Harris menanjak saat ia terpilih menjadi Jaksa Agung California pada 2011. Ia sekaligus mencatatkan sejarah sebagai perempuan berkulit cokelat pertama yang menjadi jaksa agung di negara bagian ini. Dari situ, ia menjajaki dunia politik dengan maju menjadi senator dari Partai Demokrat dan terpilih pada 2017.
Sebagai senator, dia kerap mengkritik kebijakan pemerintah di bidang penegakan hukum. Ia juga mendukung pembahasan regulasi yang disokong aktivis progresif Amerika, seperti rancangan undang-undang keadilan iklim dan RUU pelatihan antirasisme.
Guru besar politik internasional Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu, mengatakan keputusan Biden menggandeng Kamala Harris menjadi magnet bagi pemilih perempuan dan para imigran di Negeri Abang Sam. Kehadiran Harris sekaligus menjadi antitesis dari kebijakan Presiden Donald Trump, rival Biden dalam pemilu presiden tahun ini. Sejak 2016, Trump dikenal sebagai presiden dengan sejumlah kebijakannya yang anti-imigran, seperti membuat proyek tembok pemisah antara Amerika dan Meksiko. "Kehadiran Harris menjadi warna baru dalam politik Amerika," kata Aleksius.
Pendapat berbeda datang dari Sonny Prabowo, pemilih Trump dari Tuscon, Arizona. Ia menilai, selama menjadi jaksa, Harris justru kerap melakukan penuntutan berlebihan kepada penduduk berkulit hitam. "Itu kesalahan. Biden membawa sedikit beban untuk orang minoritas," katanya.
Terlepas dari anggapan tersebut, Harris yakin dirinya bukanlah perempuan terakhir yang akan menghuni Gedung Putih. "Meski saya perempuan pertama yang berada di Gedung Putih, ini tidak akan menjadi yang terakhir," kata dia dalam pidato kemenangannya.
ROBBY IRFANY | CNN | GUARDIAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo