Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan politik yang ditunggu-tung-gu masyarakat Aceh akan segera tiba. Se-te-lah tokoh-tokoh Ge-rakan Aceh Merdeka turun gunung, tentara ditarik, dan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh mendekati rampung, mereka bersiap memilih sendiri kepala pemerintahannya.
Kalangan GAM mulai mengelus-elus calon gubernur mere-ka. Selain Hasbi Abdullah yang mencalonkan diri bersama Humam Hamid dari Partai Persatuan Pembangunan, sejumlah tokoh GAM yang lain mulai pula dijagokan. Mereka antara lain Irwandi Yusuf (wakil senior GAM di Aceh Monitoring Mission), Bakhtiar Abdullah (juru bicara GAM), dan Muhammad Nazar (Ketua Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh).
Di luar calon-calon dari GAM, ada nama-nama lain yang masuk lewat jalur independen dan partai politik. Inilah di -antaranya:
Azwar Abubakar
Dia satu-satunya kandidat yang pernah jadi Gubernur Aceh. Sejak Desember 2004 sampai akhir tahun lalu, Azwar Abubakar memang orang nomor satu di provinsi itu. Gubernur sebelumnya, Abdullah Puteh, dibui karena korupsi.
Ditemui di Jakarta akhir pe-kan lalu, calon dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengaku sedang sibuk ber-keliling daerah. Saban ha-ri dia bersafari dari satu meu-nasah ke meunasah lain. ”Pernah saya salat Ju-mat di Peureulak, nonton pertan-dingan pertama Piala Dunia di Matang Geu-leumpang, per-tan-dingan kedua di Sigl-i, dan subuh sam-pai di Banda Aceh,” kata Ketua Peng-urus Wilayah PAN Aceh ini
Azwar Abu-bakar membagi 21 kabu-pa-ten dan kota di Aceh dalam se-jum-lah ”ko-mando wilayah” yang punya kaki sam-pai kecamatan. Su-dah Rp 1 mi-liar di-ha-biskannya untuk konsolidasi itu. ”Ini juga investasi politik untuk pemilu 2009,” kata Azwar yang pernah jadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ketika kuliah di Institut Teknologi Bandung.
Dia berjanji akan mem-bangun Aceh de-ngan bertumpu pada pertanian. ”Cadang-an minyak dan gas bumi hanya cukup untuk sepuluh tahun,” katanya. Untuk pembangkit listrik, Azwar berencana memanfaatkan air terjun di Takengon dan cadang-an batu bara di Meulaboh. Namun, sampai sekarang dia masih menutup rapat-rapat calon wakil gubernur yang akan mendampinginya. ”Yang pasti, dia harus bisa menyetor 40 persen dari total suara nanti,” katanya.
Djali Yusuf
Berbekal pengalaman militernya, dia maju jadi calon gubernur. Djali Yusuf merupakan Panglima Komando- Daerah Militer Iskandar Muda yang pertama setelah kodam itu dihidupkan kembali empat tahun lalu. Setelah tidak aktif lagi di dinas ketentaraan, dia ikut berkampanye mendukung Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan presiden 2004. Ke mana pun Yudhoyono pergi, ada Djali di belakangnya. Di Aceh, dia membentuk Masya-rakat Aceh Pro SBY yang ber-hasil menggalang dukung-an yang cukup besar.
Kini simpul-simpul pendu-kung SBY itu disulap jadi Forum Komunikasi Aneuk Nanggroe. Motornya anak-anak muda kampus. Yang beda, sekarang misi mereka menggolkan Djali Yusuf jadi Gubernur Aceh.
Sebenarnya orang Sigli itu berusaha jadi calon gube-rnur lewat Partai Persatuan Pembangunan dan Partai- Bulan Bintang. Tapi dia kalah dalam konvensi kedua partai. Akhirnya Djali memilih- jalur independen. ”Tim sukses saya sudah dibentuk di tiap kabupaten,” katanya. Dia yakin bisa mengumpulkan 150 ribu kartu tanda penduduk untuk pencalonan.
Tanpa dukungan partai, Djali yakin bisa menang. Kartu anggota kehormatan Partai Demokrat yang pernah dimilikinya pun dikembalikan. Tapi Djali membantah patah arang dengan SBY. ”Saya memang tak mau memanfaatkan nama dia,” katanya.
Iskandar Hoesin
Sehari-hari Iskandar Hoesin dikenal sebagai Kepa-la Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen- Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dia bertekad menjadi calon gubernur Aceh de-ngan- menggandeng Thantawi Ishak, bekas Sekretaris- Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, sebagai calon wa-kilnya. Keduanya dicalon-kan Partai Bulan Bintang dan s-ejumlah partai lainnya.
Walau pernah tersingkir dalam pemilihan Gubernur Aceh enam tahun lalu, Iskandar tak kapok. ”Sekarang pemilihan langsung. Orang le-bih melihat siapa calonnya,” katanya. Dia mengharapkan dukungan masyarakat dari Kabupaten Pidie, tempat dia lahir 57 tahun lalu. ”Pemi-lih cenderung memilih calon yang punya kedekatan emosional,” katanya.
Pengalamannya di peme-rintahan cukup kaya. Sebe-lum bekerja di Departeman Hukum dan HAM, dia pernah jadi Kepala Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi di Kalimantan Barat. Iskandar pun telah menyiapkan program buat membangun Aceh jika terpilih jadi gubernur. ”Menjaga perdamaian, menciptakan lapangan kerja, dan memperbaiki pendidikan,” katanya.
Malik Raden
Setahun lalu, jauh sebelum- partai lain menyiapkan ca-lon, Golkar sudah meminang-nya jadi kandidat Gubernur Aceh. Dialah Malik Raden yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah-. Dalam konvensi Partai Be-ringin, bekas Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional Aceh ini mengantongi dukungan terbanyak.
Sama seperti Iskandar Hoesin, dia juga pernah terpental dari bursa pemilihan Gubernur- Aceh enam tahun lalu. Kini persiapan- Malik lebih matang. Berpasangan dengan- Ketua DPRD Aceh yang juga Ketua Pengurus Daerah Golkar Aceh, Syaed Fuad Zakaria, dia yakin akan menang. Mesin politik Golkar akan menyokong sepenuhnya. ”Ini partai besar yang kadernya berdisiplin tinggi,” katanya.
Malik sendiri bukan kader Golkar-. Itu sebabnya dia juga menyiapkan dukungan dari luar partai. ”Saya yakin bisa dapat separuh dari 20 ribu guru di Aceh.” Malik juga menggalang dukungan se-sama anggota DPD. Adnan Nyak Sarong dan Helmi Mahera al-Mujahid, dua kolega-nya sesama utusan Aceh di Senayan, masuk ke kubunya.
Tamlicha Ali
Sehari setelah Aceh diterjang tsunami pada Desember 2004, Letnan Jenderal (Purn.) Tamlicha Ali sempat termangu. Semua bangun-an rata dengan tanah, hancur dilanda air bah. ”Waktu itu saya berpikir, setelah 44 tahun meninggalkan Aceh, saya merasa belum berbuat apa-apa untuk daerah saya,” katanya. Hari itu, Tamlicha membulatkan tekad untuk kembali ke tanah kelahirannya, dan enam bulan kemudian dia maju jadi calon Gubernur Aceh.
Dia pernah menjabat Komandan Jenderal Akademi- Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada 1998 sebelum- dikaryakan menjadi Sekjen Departemen Transmigrasi-. Tiga dekade lebih- jadi tentara, tak sekali pun Tamlicha bertugas di Aceh. ”Setelah pensiun, saya baru diberi kesempatan mengabdi,” kata Ketua Yayasan Taman Iskandar Muda ini, Kamis pekan lalu. Yayasan- yang dipimpin Tamlicha menyalurkan beasiswa untuk ratusan anak Aceh sejak empat tahun lalu.
Dukungan bagi Tamlicha lumayan besar. Dia dicalonkan oleh empat partai, yakni Partai Bintang Reformasi, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia. Dia menggandeng Mukhlis Muchtar, Sekretaris Pengurus Wilayah PBR seba-gai calon wakil gubernur.
Sang calon gubernur juga telah membentuk Tamlicha Ali Center yang diharapkan bisa menjaring para pendukungnya sampai di kecamatan. ”Aceh kini butuh pemimpin yang kuat dan mau bekerja keras. Saya siap kerja 14 jam sehari,” katanya berkampanye.
Nasir Jamil
Dialah calon termuda da-lam bursa calon Gubernur Aceh. Nasir Jamil baru berumur 36 tahun. Kini politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini menjadi a-nggota Panitia Khusus Rancang-an Undang-Undang Pemerin-tahan Aceh. ”Itu mo-dal sosial saya,” katanya pekan lalu.
Nasir terlibat perumusan pasal demi pasal RUU Pemerintahan Aceh sampai tahap tim perumus. ”Jadi, saya paham semangat yang ada di balik setiap rumusan pasal.” Dia juga mengaku tahu be-tul qanun atau peraturan daerah mana yang harus dibuat le-bih dulu agar roda pemerintahan berjalan lancar.
”Ada sedikitnya 91 qanun- yang jadi turunan RUU Pemerintahan Aceh. Semua harus selesai dalam lima tahun ini,” katanya.
Dia mulai dicalonkan oleh Pengurus Pusat PKS enam bulan lalu. ”Saya itu saya tidak percaya diri karena tidak punya uang,” kata Nasir. Sejak itulah partainya berkeliling mencari pasang-an yang klop dan lebih kuat secara finansial. ”Hitungan kasarnya, butuh Rp 15 miliar untuk kampanye yang efektif di 21 kabupaten dan kota di Aceh,” kata bekas Ketua Pengurus Wilayah PKS Aceh ini. Tapi sampai sekarang dia belum menemukan pasangannya yang ideal.
Wahyu Dhyatmika, Nurlis Meuko, Adi Warsidi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo