Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SRI Mulyani keluar-masuk R-uang Betawi, Hotel Santika, Jakarta Barat, Selasa malam pekan lalu. Menteri Keuangan ini bersama Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf juga sering mondar-mandir di lobi hotel. Rupanya mereka berusaha menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat telepon genggam. ”Biasa, koordinasi dengan Presiden,” kata Progo Nurdjaman, Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri, yang menemani Ma’ruf.
Beberapa menteri lain juga ha-dir di Santika. Mereka adalah Menteri Pertambangan Poernomo Yusgian-toro, Men-teri Kelautan Freddy Numberi, Menteri Agama Maftuh Basyuni, Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil, dan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awalludin. Para menteri mewakili pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Peme-rin-tahan Aceh bersama panitia khusus DPR yang digelar di hotel itu sejak pukul 19.30 hingga tengah malam.
Pemerintah dan DPR sedang mencari titik temu beberapa hal yang masih mengganjal dalam rancangan itu. ”Tinggal judul dan alokasi anggaran buat Aceh yang belum disepakati,” kata Ferry Mursyidan Baldan, ketua panitia khusus DPR.
Kalangan anggota Fraksi PDI Perjuangan di panitia khusus mengusulkan agar rancangan itu diberi nama RUU Pemerintah Daerah Aceh. Tapi sebagian besar anggota panitia mengingin-kan nama RUU Pemerintahan Aceh. Bagi PDIP, judul yang terakhir mengesan-kan Aceh memiliki pemerintahan sendiri, terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perdebatan yang lebih sengit menyangkut alokasi dana untuk Aceh. Da-lam rancangan diatur soal alokasi dana 2 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Angka ini sama dengan yang diberikan kepada Papua. Sebagian besar anggota panitia khusus menghendaki agar dana tersebut diberikan selama 20 tahun. Namun, keinginan ini ditolak oleh Sri Mulyani. Menurut dia, pemerintah hanya siap mengalokasikan selama 10 tahun. ”Apalagi Aceh sudah mendapat dana rekonstruksi sekitar Rp 40 triliun,” kata Mulyani dalam rapat dengan panitia khusus.
Alasan itu tidak bisa diterima oleh sejumlah anggota panitia khusus berasal dari Aceh seperti Farhan Hamid (Fraksi Partai Amanat Nasional) dan Zainal Abidin Lubis (Fraksi Bintang Reformasi). Farhan mengingatkan agar pemerintah tidak mengaitkannya dengan dana yang telah diberikan kepada korban tsunami. Zainal Abidin malah mengancam menarik diri dari pembahasan.
Setelah Sri Mulyani menelepon Pre-si-den pun, pembahasan mengenai hal itu tetap menemui jalan buntu. Sejumlah menteri kemudian melaporkan lagi ke Presiden pada rapat kabinet terbatas keesokan harinya.
Pada Kamis pekan lalu, mereka bertemu lagi dengan panitia khusus DPR di Hotel Santika. Pemerintah menawarkan jalan tengah: dana 2 persen itu digelontorkan ke Aceh selama 15 tahun. Tapi usulan ini tetap ditolak anggota panitia khusus. Saat itulah Menteri Sof-yan Djalil berbicara cukup keras. ”Saya orang Aceh juga, tetapi saya memikirkan kepentingan nasional,” katanya se-perti ditirukan seorang peserta lobi.
Meskipun begitu, pembahasan sejumlah masalah lain berjalan lancar, di antaranya soal pengelolaan sekolah, kewenangan pengaturan pertanahan, partai lokal, calon independen dalam pemilihan daerah, dan peran polisi dalam penegakan syariat Islam.
Begitu pula pembahasan soal pengelolaan minyak bumi dan gas alam yang semula alot. DPR minta pengelolaan itu diserahkan ke daerah. Pemerintah tidak setuju. Tapi akhirnya mereka sepakat: pengelolaan dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah secara bersama. Ini berarti eksplorasi, eksploitasi, dan kontrak kerja harus disetujui kedua pihak.
Menurut Ketua DPRD Aceh Sayed Fuad, kekayaan gas alam Aceh t-idak akan habis sampai 2013. Cadangan migas di Singkil belum dieksplo-rasi. Kare-na itulah Aceh membutuhkan duit 2 per-sen dari pusat untuk memacu eksploitasi kekayaan bumi di sana.
Jika alokasi disetujui, Aceh akan me-ngelola sekitar Rp 10 triliun per tahun. Duit ini berasal dari APBD, bantuan lewat badan rekonstruksi, dana bagi hasil minyak dan gas, dan dana 2 persen dari APBN.
Alotnya perdebatan dana 2 persen itu membuat pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh tak kunjung selesai. Tapi Ferry Mursyidan optimistis, rancangan ini akan segera kelar. ”Saya berharap persoalan yang mengganjal bisa selesai ini pekan depan,” katanya pekan lalu.
Purwanto, Adi Warsidi (Aceh)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo