Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
POLDA Kalimantan Tengah mencokok empat pencuri 5.796 detonator listrik milik PT Hasnur Jaya Utama. Para pencuri berprofesi pemulung itu adalah Mulyadi, Widodo, Mujahir Soni alias Ambon, dan Hery Purwanto. Mereka ditahan di Markas Polresta Palangkaraya. Detonator dilaporkan hilang 1 Januari lalu dari gudang Jalan Cilik Riwut Km 37, Kota Palangkaraya.
"Motif sementara soal ekonomi. Kami terus menyelidiki lebih jauh motifnya," ujar Kepala Polda Brigjen Ramli Darwis, Kamis pekan silam. Mereka terancam hukuman penjara maksimum 12 tahun karena melanggal Pasal 363 dan 480 KUHP tentang senjata api dan bahan peledak. Barang bukti yang disita: 5.703 detonator, 5 karung kabel listrik, gunting, mobil Suzuki Carry merah bernomor polisi 1722 AI, dan mobil Toyota Kijang pikap dengan nomor KH 9136 AI.
Penangkapan bermula dari penemuan 65 detonator listrik di Sungai Pengaringan, 16-17 Januari lalu. Lalu, masuk informasi tentang pasien luka bakar di Rumah Sakit Doris Silvanus, Palangkaraya. Setelah dicek ke alamat pasien tersebut, ditemukan 17 detonator di perusahaan barang bekas "Dua Bersaudara". Menurut H. Jais, pemilik perusahaan, Mujahir Soni pernah menawarkan botol, kardus, dan kabel. Waktu tes kadar kabel dengan cara dibakar, terjadi ledakan yang menimbulkan tiga korban.
Egon Meletus
Gunung berapi Egon di Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis pekan silam, meletus. Ribuan warga terpaksa mengungsi setelah sepanjang hari melihat semburan asap dari puncak gunung.
Di antara 15 gunung berapi di NTT, Egon termasuk aktif dan siap meletus. Gunung yang pernah meletus pada Februari 1807 dan September 1925 ini berkawah 525 x 425 meter di bagian puncak.
Sejumlah saksi mata mengungkapkan, bibir kawah bagian utara gunung itu patah dan api tersembur keluar dari punggung gunung. Selain menyemburkan asap hitam bergumpal, Egon juga mengeluarkan debu, bebatuan, dan belerang.
Wakil Bupati Sikka, Yos Ansar Rera, tak bisa memastikan status kegawatan gunung ini, karena masih menunggu hasil pemantauan stasiun gunung api dan badan vulkanologi. Pemerintah telah membentuk tim satuan pelaksana penanggulangan bencana dan pos kemanusiaan untuk mengantisipasi letusan. Tenaga pengungsian warga yang berada dalam lingkaran bahaya juga disiapkan.
Amanat Presiden untuk Presiden
POLITIK, kata orang, adalah seni mempertahankan kekuasaan. Kalimat bersayap tersebut tepat dipakai untuk melukiskan perjalanan Rancangan Undang-Undang Kepresidenan. Sebenarnya, sudah lama RUU ini terkatung-katung di DPR. Dulu, ia ditolak Fraksi Kebangkitan Bangsa dengan alasan amendemen UUD 1945 sedang berlangsung. Kini, hingga amendemen UUD 1945 usai, pembahasan belum juga dilakukan.
RUU itu memang penting. Sebab, ia akan menjadi aturan main yang dapat membatasi kekuasaan presiden. Tanpa aturan yang membatasi ruang gerak lembaga kepresidenan, presiden dan wakilnya bisa leluasa bertindak seenaknya.
DPR membentuk panitia khusus untuk membahas RUU itu. Tapi panita RUU ini tak bisa bergerak jika pemerintah belum menunjuk wakilnya untuk bersama membahasnya. "RUU itu prioritas kami, sebaiknya pemerintah segera mengirmkan wakilnya untuk membahasnya," kata Ketua DPR, Akbar Tandjung.
Semuanya bergantung pada amanat presiden soal penunjukan wakil pemerintah. Wakil Sekretaris Kabinet, Erman Radjagukguk, mengakui bahwa amanat itu kini masih dibahas pemerintah. "Meskipun cuma satu lembar, tetap harus dibahas serius," kata Erman.
Jika amanat presiden itu keluar dalam masa persidangan ini, Badan Legislasi DPR harus mengajukan RUU Kementerian Negara dan Badan Penasihat Presiden. Kedua RUU itu harus selesai dalam masa sidang DPR sekarang sebelum masa kerja berakhir. Selain itu, ketiga aturan itu diperlukan presiden mendatang untuk membentuk pemerintahannya.
Produksi Kotak Suara Terhenti
KISRUH pengadaan kotak suara Pemilu 2004 belum mau berhenti. Kali ini, PT Tjakrindo Mas mengancam menghentikan produksinya jika Komisi Pemilihan Umum tidak mengucurkan uang muka untuk 35 persen order tahap pertama sebagaimana bunyi kontrak. "Habis, sekarang kami telah memproduksi lebih dari 35 persen, KPU belum membayar termin pertama," kata Tirto Soegeng, direktur pemasaran perusahaan pemasok kotak suara itu, di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sesuai dengan berita acara penerimaan per 23 Januari lalu, Tjakrindo telah mengirim 328.762 kotak suara ke berbagai kabupaten/kota. Jumlah itu 37,46 persen dari 877.596 kotak yang menjadi bagian pekerjaannya.
Repotnya, KPU mengaku belum menerima berita acara pemeriksaan itu. Menurut Sekretaris Divisi Logistik dan Pengadaan KPU, R.M. Purba, uang muka bisa dicairkan jika sudah ada bukti tertulis dari KPU daerah. "Itu sebagai pertanggungjawaban KPU kalau kotak sudah sampai di tempat," katanya.
PT Tjakrindo kini juga mengalami kesulitan pasokan bahan baku. Jika harga ketetapan produsen aluminum sheet makin lebih mahal dari sebelumnya, mereka meminta bahan baku kotak dari pelat baja galvanis—yang ditolak KPU. "Mengganti bahan baku sama saja mengubah keputusan KPU," kata Wakil Sekjen KPU, Sussongko Suhardjo.
Lagi, Calon Legislatif PDIP Mentok
PENDAFTARAN calon anggota legislatif di Kalimantan Timur kisruh. Pasalnya, Komisi Pemilu daerah tak meloloskan semua calon anggota DPRD Kal-Tim dari PDI Perjuangan, Selasa pekan silam. Menurut Ketua Komisi Pemilu, Noersjamsu Agung, pengurus partai itu menyerahkan berkas calon setelah batas akhir terlewati. Berita acara penyerahan juga tak diteken sekretaris partai.
Ketika menanggapi, wakil Komisi Pemilu, Ramlan Surbakti, mengaku menerima keterangan berbeda dari pengurus partai dan komisi di daerah. Kata partai, berkas ditandatangani ketua pengda dan pengurus lain, tapi bukan sekretaris. Tapi, menurut komisi daerah, daftar calon cuma diteken ketua pengurus. "Saya akan minta penjelasan lebih rinci," ujarnya.
Wakil Sekjen PDIP, Pramono Anung Wibowo, mengakui ada masalah organisasi di provinsi itu. Ia juga mengklaim persoalan dengan Komisi Pemilu sudah tuntas. "Kami ajukan 45 calon pada 29 Desember 2003. Berapa pun yang lulus, itulah calon kami," katanya di gedung Komisi Pemilu pusat, Jumat pekan kemarin.
Dibui tapi Tak Dibui
MANTAN Presiden Direktur PT Bank Aspac, Setiawan Hardjono, Kamis pekan kemarin dijebloskan ke Penjara Cipinang. Ia menerima vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selama 6 bulan penjara dan denda Rp 30 juta. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tapi, anehnya, hakim tak menemukan kerugian negara.
"Klien saya hanya ingin kasus ini segera selesai," kata pengacaranya, L.L.M. Samosir. Jaksa Penuntut Umum Endang Rachwan mengaku puas dengan putusan hakim. Kata dia, saat ada surat edaran BI yang melarang pengambilan kredit pada rekening Bank Aspac, Setiawan sedang sakit. Tanpa diketahui, sekretarisnya memakai uang Rp 808,8 juta untuk dipakainya sendiri. "Kami menuntut 6 bulan penjara karena, begitu ditegur BI, dana langsung dikembalikan," ujarnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Mei 2003, memvonis Setiawan 5 tahun penjara karena korupsi dana BLBI Rp 408 miliar. Majelis hakim juga memerintahkan dia langsung dipenjara—tapi gagal dieksekusi karena ia tak hadir dengan alasan sakit. Belakangan, ia seperti "menetap" di rumah sakit sehingga belum juga masuk bui. Kejaksaan, sebagai pelaksana eksekusi, bahkan berkelit tak bisa melaksanakan vonis karena terpidana naik banding.
Widiarsi Agustina, Jems (Kupang), Heru C.N. (Yogyakarta), Jobpie Sugiharto, TNR, dan Karana W.W. (Palangkaraya)
Menoreh Menelan Jiwa
BUKIT Menoreh kembali menelan jiwa. Bukan karena api seperti dalam dongeng jawara yang melegenda, tetapi longsoran yang menewaskan 13 warga Dusun Plipir Tengah, Kecamatan Purworejo, Jawa Tengah, Kamis pekan lalu. Sebelas korban tewas telah ditemukan, sedangkan dua korban lainnya dalam pencarian tim satuan koordinasi pelaksanaan dibantu kepolisian dan militer setempat.
Longsornya punggung Menoreh—kira-kira lebar 50 meter, setinggi 80 meter—terjadi pada 20.45 malam setelah hujan deras mengguyur sepanjang hari. Demikian menurut kesaksian Ahmad Gunadi. Luncuran tanah bercampur air hujan melumat pohon besar di bukit dan langsung menerjang lima rumah di bawahnya, empat rumah antaranya hancur total, terendam lumpur sedalam tiga meter lebih.
Malam itu, kata Ahmad, masyarakat setempat sedang mengadakan acara tahlil-zikir tiap malam Jumat. "Saya mendengar suara berdentum, dan ketika saya tengok, empat rumah tetangga sudah lenyap diterjang lumpur," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo