Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suasana lobi unit medical check-up Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Kamis siang pekan lalu mendadak ceria. Jeprat-jepret lampu kamera berkilatan silih berganti. Senyum dan tawa tak henti berderai ketika Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdurrahman Wahid mengumbar lelucon sambil memberikan kesempatan kepada para dokter, perawat, dan paramedis untuk berfoto bersamanya. Saking bersemangat, brak..., sebuah vas bunga jatuh tersenggol seorang dokter.
Abdurrahman telah menyelesaikan pemeriksaan kesehatan di RSPAD sebagai prasyarat maju ke pemilihan umum presiden 5 Juli mendatang. Seperti bekas Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla, yang datang hampir bersamaan, ia menjalani 12 jenis pemeriksaan yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). "Pemeriksaan membutuhkan waktu 8 jam," kata Dr. Adib A. Yahya, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, anggota tim pemeriksa.
Kedua belas jenis pemeriksaan itu meliputi kesehatan jiwa dan jasmani, termasuk pemeriksaan jantung, paru-paru, darah, urine, pencernaan, telinga-hidung-tenggorokan, saraf, dan mata. Soal kondisi kesehatan penglihatannya, Abdurrahman optimistis. "Dari dulu saya juga optimis," katanya.
Optimisme Abdurrahman Wahid untuk sembuh memang luar biasa. Semua dokter ahli mata dunia pernah didatanginya. Sebutlah misalnya dr. Sidharta Ilyas (Indonesia), Dr. Gan (Korea Selatan), Prof. Kolff (Belanda), Prof. Blumentahl (Tel Aviv, Israel), dan Dr. Antunev (Lisabon, Portugal). Menurut mereka, pembuluh darah halus pada mata Abdurrahman penuh dengan gula. Karena darah tak bisa mengalir melalui pembuluh darah itu, ia tak bisa melihat.
Sayang, para dokter ahli itu tidak berani mengoperasi mata Abdurrahman karena khawatir retina matanya terluka dan rusak. Menurut Sekretaris Jenderal PKB Saifullah Yusuf, Ketua Garda Bangsa Jawa Tengah Musthofa bersedia mendonorkan matanya untuk Abdurrahman jika operasi itu bisa dilakukan. "Warga NU-PKB senantiasa mendukung kesembuhan Gus Dur," ujar Saifullah.
Tak sembuh oleh dokter dunia, bulan lalu harapan lain datang. Jaelani Hidayat, bekas Direktur Jenderal Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi, mendatangi Gus Dur dan bercerita bahwa dirinya sering mendatangi dr. Harry Andrianto di Situ Gunung, Sukabumi, untuk mengobati sakit gulanya. Konon, Harry sudah lama ingin mengobati Abdurrahman tapi tak punya "jalur" khusus untuk menawarkan jasa. Karena tertarik, Abdurrahman menuruti saran Jaelani Hidayat. "Ya, sudah, saya ke Situ Gunung," ujarnya.
Maka, sejak tiga bulan lalu, ia serius menjalani pengobatan di Yayasan Patria Mitra Medika, di Desa Situ Gunung, Kadudampit, Sukabumi, Jawa Barat. Hampir setiap pekan, pada hari Kamis atau Jumat, cucu pendiri NU Hasyim Asy'ari ini menjalani pengobatan dengan metode totok chi kung yang dikembangkan Harry, yang menguasai ilmu saraf dan anatomi.
Keahlian Harry cukup langka. Terapi dan pengobatan dilakukan tanpa pembiusan ataupun operasi. Ia cukup menotok urat leher dan membuat pasiennya pingsan sesaat. Saat itulah ia melakukan terapi dengan memperlancar peredaran darah di seluruh tubuh. Dokter yang pernah belajar pengobatan tradisional Cina selama 6 tahun itu juga memberi pasiennya berbagai ramuan untuk diminum. Kabarnya, ratusan pasien yang sulit disembuhkan menurut ilmu kedokteran umum bisa sehat kembali lewat tangan dinginnya. Sayang, Harry enggan diwawancarai.
Menurut Heru, salah seorang asisten Harry, pekan lalu pengobatan Harry terhadap Abdurrahman mulai mendatangkan hasil. "Beliau sudah bisa membedakan warna," ujarnya. Abdurrahman pun percaya matanya membaik. "Tambah lama tambah terang, kok. Sebentar lagi juga sudah lihat," ujarnya. Penyakit diabetes yang lama dideritanya juga tampak sudah mulai berkurang. "Secara fisik, Gus Dur semakin tampak segar dan sehat," kata Ketua PKB Moh. Mahfud Md.
Namun empat bulan berobat di Situ Gunung belum bisa jadi jaminan bagi Abdurrahman Wahid untuk dapat melenggang ke pemilihan umum presiden. Permohonan judicial review atas Surat Keputusan KPU Nomor 26 Tahun 2004 ditolak Mahkamah Agung. Abdurrahman mengundurkan diri dari pencalonan. Padahal IDI dan KPU belum mengumumkan hasil pemeriksaannya. "Kami tetap mendoakan kesehatan beliau," kata Saifullah Yusuf.
Hanibal W.Y. Wijayanta, Deffan Purnama (Situ Gunung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo